Salah satu kunci dalam menabung adalah disiplin. Kunci lainnya adalah bisa menahan diri dari aneka goda keinginan. Itulah salah satu penyemangat saya saat mulai rutin menabung Rp 20.000,00 sejak 2018. Banyak impian yang terwujud dari menabung uang berwarna hijau itu. Mulai dari renovasi rumah, sampai beli motor Yamaha Nmax. Suami juga saya ajak untuk berkomitmen ketika mendapatkan uang Rp 20.000,00 harus ditabung.
SEHARI DI HO CHI MINH CITY
Pada 2016, saya mendapat kesempatan untuk dinas ke Vietnam. Setelah pekerjaan selesai, agenda di hari ketiga adalah field trip ke Ho Chi Minh City. Tujuan pertama kami adalah ke Cu Chi Tunnel, ruang bawah tanah atau terowongan terbesar dan menjadi destinasi wisata utama di Ho Chi Minh City yang merupakan peninggalan perang antara Vietnam melawan Amerika Serikat.
PETUALANGAN MENAWAN DI KOTA IMPIAN
Saat mentari mulai menyapa dan perut sudah terisi dengan sebungkus nasi uduk, pukul 06.15 di Sabtu, 20 Februari 2010 itu saya keluar kos. Dengan mengenakan tas punggung kesayangan, saya menuju jalan Otista dan naik angkot biru nomor 44 menuju Stasiun Tebet. Insya Allah hari itu saya hendak berpetualang ke kota impian, Bogor.
MERAYAKAN CINTA DI PULAU BANGKA
Salah satu cara membahagiakan pasangan adalah dengan memberinya kejutan. Kejutan itu tak harus diberikan di waktu tertentu atau momen khusus.
MELIHAT LAHAT [3]: LIMA POTENSI WISATA DI KABUPATEN LAHAT
Assalamu’alaikum Sahabat, kembali lagi saya ingin bercerita tentang Kabupaten Lahat. Meski baru 1 tahun resmi tinggal di Lahat, sebenarnya banyak hal yang masih membuat saya pribadi penasaran dengan keunikan dari Kabupaten ini. Memang sih semua tempat unik belum saya jelajah.
AKHIR YANG MENEGANGKAN DI JOGJA
Setelah perjalanan pertama naik pesawat yang tak terlupakan, saya dan rombongan menikmati petualangan di kota yang terkenal dengan gudeg-nya itu. Tentu tujuan pertama kami setelah mendarat di Jogja adalah rumah Bu Tutik. Rumah beliau bernuansa Jawa dengan banyak ornamen dari kayu dan halaman rumah yang sangat luas. Ternyata Bu Tutik tinggal dengan ibunya juga yang sudah sangat sepuh.
INDAHNYA DEBUR PANTAI DI KAUR
Ramadan pertama setelah menikah, saya diajak suami ke rumah neneknya di Kabupaten Kaur. Pada 18 Agustus 2012 saya bersama keluarga suami dari Lahat mengendarai mobil menuju kabupaten di bagian selatan Provinsi Bengkulu tersebut.
PERTAMA KALI KE LUAR NEGERI
MELIHAT LAHAT [2]: BUMI SEGANTI SETUNGGUAN
Melanjutkan cerita sebelumnya tentang Kabupaten Lahat,
tempat tinggal saya sekarang yang juga merupakan kota kelahiran suami tercinta.
Tulisan kali ini saya ingin sedikit mengupas tentang sejarah Kabupaten Lahat.
Kabupaten yang beribukota di Kecamatan Lahat ini
merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Lahat
berbatasan langsung dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Rawas di sebelah
utara. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Pagar Alam, Muara Enim, dan
Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Muara Enim, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Empat
Lawang.
Kabupaten Lahat sebelumnya
terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan induk yaitu Lahat, Kikim, Kota Agung, Jarai,
Tanjung Sakti, Pulau Pinang, dan Merapi. Namun, setelah terjadi pemekaran,
jumlah kecamatan di Kabupaten Lahat bertambah menjadi 24 kecamatan. Apa
saja itu? Kapan-kapan kita bahas ya! Banyak yang unik namanya.
Kabupaten yang dikenal dengan sebutan Bumi Seganti
Setungguan ini terdiri dari 24 kecamatan, 17 kelurahan, dan 360 desa dan
memiliki luas 4.361,33 km persegi.
Sejarah Kabupaten Lahat
Pada masa kesultanan Palembang sekitar tahun 1830 di Kabupaten Lahat telah ada marga. Marga-marga ini terbentuk dari suku-suku yang ada pada waktu itu seperti Lematang, Besemah, Lintang, Gumai, Tebing Tinggi, dan Kikim. Marga merupakan pemerintahan bagi suku-suku. Marga tersebut menjadi cikal bakal adanya pemerintah di Kabupaten Lahat.
Saat
Inggris berkuasa di Indonesia, marga tetap ada. Pada masa kekuasaan Belanda
sesuai dengan kepentingannya pada waktu itu, pemerintahan di Kabupaten Lahat
dibagi dalam afdelling (keresidenan)
dan onder afdelling (kewedanan). Dari total 7 (tujuh) afdelling yang
terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, di Kabupaten Lahat terdapat 2 (dua)
afdelling yaitu afdelling Tebing Tinggi dengan 5 (lima) daerah onder afdelling,
dan afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, Kikim serta Besemah dengan
4 onder afdelling.
Bukit Jempol, icon Kabupaten Lahat (dok.pribadi) |
Dengan
kata lain, di Kabupaten Lahat terdapat 2 (dua) keresidenan waktu itu. Pada
tanggal 20 Mei 1869 afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, serta Besemah beribu
kota di Lahat dipimpin oleh PP Ducloux, dan posisi marga sebagai bagian dari
afdelling. Tanggal 20 Mei akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lahat
sesuai dengan Keputusan Gebernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No.
008/SK/1998 tanggal 6 Januari 1988.
Afdelling
yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda diubah namanya menjadi “sidokan” bersama
dengan masuknya tentara Jepang tahun 1942. Sidokan ini dipimpin oleh
orang pribumi atas penunjukan pemerintah militer Jepang dengan nama Gunco dan
Fuku Gunco.
Kekalahan
Jepang atas tentara sekutu pada 14 Agustus 1945 dan bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Kabupaten
Lahat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan
UU No. 22 Tahun 1948, Keppres No. 141 Tahun 1950, PP Pengganti UU No. 3 Tahun
1950 tanggal 14 Agustus 1950.
Kabupaten
Lahat dipimpin oleh R. Sukarta Marta Atmajaya, kemudian diganti oleh Surya
Winata dan Amaludin dan dengan PP No. 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat
II dalam Tingkat I provinsi Sumatera Selatan, sehingga Kabupaten Lahat resmi
sebagai Daerah Tingkat II hingga sekarang, dan diperkuat dengan UU No. 22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah dan diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 menjadi
Kabupaten Lahat.
Sejarah terbentuknya
Kabupaten Lahat yang
dilansir situs resmi Pemkab Lahat, dilatarbelakangi
kehadiran Hindia Belanda di Sumatera Selatan, tepatnya pada tahun 1823. Saat
itu, Belanda mencoba mengambil alih kekuasaan Kesultanan Palembang yang
dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. Kekuasaan Belanda semakin
menyebar ketika Sultan Palembang diasingkan ke Ternate.
Pemerintahan Belanda mulai
menyusuri wilayah Sumatera Selatan hingga ke bagian barat pada tahun 1825. Wilayah ini menjadi pusat kehidupan
Kabupaten Lahat. Pemerintah Belanda semakin gencar menjalankan aksinya.
Mereka kemudian
membuat strategi untuk menguasai Sumatera Selatan dengan membentuk Pemerintah
Tingkat Keresidenan
Palembang. Kepemimpinan jatuh ke tangan seorang residen dengan pusat ibu kota
di Palembang.
Kejayaan Belanda tersebut tidak sepenuhnya
diterima masyarakat Lahat. Pada masa itu, daerah yang menjadi kekuasaan Belanda
mendapat perlawanan hebat dari warga asli yang tidak mau dijajah. Mereka lantas
melakukan peperangan.
Peristiwa tersebut
dikenal sebagai perang Benteng Jati, Benteng Muntar Alam, dan Benteng Tebat
Serut. Alhasil, Belanda menerima perlawanan dari masyarakat Lahat dan berhasil
menduduki semua benteng. Otomatis masyarakat mengalami kekalahan.
Namun, hikmah dari adanya peperangan itu lahirlah
persatuan antara masyarakat Lahat yang mengalami kekalahan khususnya saat Perang
Benteng Jati. Kesepakatan terjadi dari masing-masing pemimpin suku untuk
mempertahankan persatuan daerah.
Adanya
kesepakatan tersebutmenjadi dasar
dibentuknya Hari Jadi Daerah Tingkat II Kabupaten Lahat pada 20 Mei 1869 sehingga tiap 20
Mei diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Lahat.
Semboyan Unik
Kalau Lahat memiliki semboyan
Seganti Setungguan, Kabupaten Muara Enim memiliki semboyan Serasan Sekundang, semboyan Sedulang Setudung di Kabupaten
Banyuasin, Saling
Keruani Sangi Kerawati di Kabupaten
Empat Lawang, Serasan
Sekate di Kabupaten
Musi Banyuasin, Beselang Serundingan di Kabupaten Musi Rawas Utara, Caram Seguguk di Kabupaten
Ogan Ilir Bende Seguguk, Seguguk
Serasan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sebimbing Sekundang di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Serasan Seandanan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sebiduk Sehaluan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Serepat Serasan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sebiduk Semare di Kota Lubuklinggau, Besemah Kota Perjuangan di Kota Pagar Alam, Palembang
Djaja (EYD: Palembang Jaya) di Kota Palembang, dan Prabumulih
Jaya, Seinggok Sepemunyian di Kota Prabumulih.
Kalau di daerahmu semboyannya apa ini?
Referensi:
Salam Motivatrip,
Etika Aisya Avicenna
MENEPI DI LOSARI
Pada November 2014, saya mendapat tugas survei ke Makassar. Kunjungan kedua ini bersama seorang rekan untuk berburu data di Kawasan Industri Makassar yang berlokasi di daerah Maros.
Setelah turun di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar yang juga berlokasi di daerah Maros, kami langsung pesan taksi untuk menuju lokasi perusahaan yang kami survei.
Ternyata alamat yang kami cari cukup sulit ditemukan. Setelah pakai acara nyasar dan bertanya ke beberapa orang yang ditemui, akhirnya sampai juga ke lokasi tujuan.
Hari itu kami berkunjung ke dua perusahaan, yakni importir bahan baku plastik. Misi pertama ini berjalan lancar. Kami pun mendapatkan data yang diinginkan. Namun, ada kejadian lucu waktu berkunjung ke lokasi kedua, yakni pelaku usaha hampir tidak mau menemui kita. Mereka merasa ketakutan karena ada sidak dari kami. Akhirnya setelah melakukan lobi, kami diterima meskipun saat tanya jawab ada beberapa respon yang menimbulkan kecurigaan dari kami.
Biasanya tiap kunjungan kami juga diperbolehkan melihat langsung proses produksi. Akan tetapi, di perusahaan ini kami tidak diberikan izin dan kami memilih untuk langsung pergi. Hasil survei di perusahaan ini tentu menjadi catatan tersendiri bagi kami.
Sore hari, kami baru check in di hotel yang berlokasi di seberang Pantai Losari. Setelah bersih-bersih, jelang Magrib kami keluar hotel. Kami berniat salat di Masjid Amirul Mukminin yang lebih dikenal dengan masjid terapung. Konon masjid yang dibangun pada 2009 ini merupakan masjid terapung pertama di Indonesia.
Di dalam masjid terapung |
Kami berjalan kaki menuju masjid yang berlokasi di ujung pantai. Tak lupa kami juga berfoto di tulisan "LOSARI" yang ada di tepi pantai.
Rona jingga menghias cantik di langit saat kami sampai di Masjid Amirul Mukminin. Bangunan masjidnya sangat unik dan cantik. Saat masuk ke dalam ternyata ada 5 pilar atau tiang penyangga yang konon menjadi simbol salat wajib 5 waktu yang harus selalu ditegakkan. Interior masjid juga sangat indah, rasanya sangat betah berlama-lama di dalam masjid.
Setelah salat, kami lanjut mencari makan. Di sepanjang pinggir pantai banyak yang berjualan camilan. Salah satu camilan khas Makassar yang dijual adalah pisang epe. Pisang epe merupakan pisang bakar yang dijepit kemudian disajikan dengan beberapa toping sesuai selera. Pisang yang digunakan adalah pisang raja yang rasanya manis. Pisang epe cocok dinikmati selagi hangat. Apalagi saat menikmatinya sambil minum sarabba. Sarabba adalah wedang jahe khas Makassar. Rasanya segar dan mengenakkan tenggorokan.
Setelah beli camilan, kami makan coto makassar di sebuah warung. Untuk hidangan penutup, tentu saya memilih es pisang ijo. Sebenarnya ada es palubutung juga, tapi saya memilih pisang ijo. Saat mencicip coto makassar, tidak memakai nasi tapi bisa ditambahkan buras atau ketupatnya Makassar.
Pagi harinya sebelum check out dan kembali ke Jakarta, kami ke daerah Somba Opu dengan naik becak. Banyak toko oleh-oleh dan toko emas juga di sana. Oleh-oleh khas Makassar yang saya beli adalah kacang disko, kacang atom, kain sarung tenun khas Bugis, minyak tawon, minyak kayu putih, dan kopi toraja.
Sebelum ke bandara, kami juga mampir ke Otak-Otak Ibu Elly, camilan khas Makassar yang sangat saya suka juga. Alhamdulillah petualangan di Makassar sangat seru. Sampai jumpa lagi di motivatrip selanjutnya.