ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.
Tampilkan postingan dengan label Kepenulisan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kepenulisan. Tampilkan semua postingan

Asma Nadia dan Aisya Avicenna


Selamat hari lahir buat penulis favoritku, Mbak Asma Nadia.... Semoga usianya makin barokah, rezekinya makin berlimpah, dan karya2nya makin menyejarah... Semoga Aisya Avicenna bisa meniru jejak prestatifmu, Mbak... Aamiin...
^^v


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Saat Kang Tef dan Kang Arul Bersanding



Ahad pagi yang indah. Alhamdulillah, kondisi tubuh sudah kembali stabil meski belum 100% setelah nge-drop hari Jumat. Awalnya, Aisya berencana tidak datang ke pertemuan FLP Jakarta kali ini. Mengingat semalam ia pulang larut karena menghadiri “Indonesia Nasheed Award” di Jakarta Islamic Book Fair. Jadi, rada capek dan mengantuk. Teringat akan beberapa pesanan teman-teman FLP Jakarta, Aisya putuskan untuk tetap datang. 


Pesanan itu antara lain:
-Novel “NIBIRU” buat Soson
-Novel “Bumi Cinta” dan “Galaksi Kinanthi” buat Mbak Ayu
-“Something” buat Mbak Ria
-Oleh-oleh dari Wonogiri dan Solo berupa kacang mete dan emping melinjo buat Kang Tef (pada khususnya) dan teman-teman FLP Jakarta (pada umumnya) 


Walhasil, bawaan Aisya pagi itu superberat! Hmm… Sampai di halaman masjid At-Tauhid Arif Rahman Hakim UI Salemba, Aisya bersua dengan Yuda dan seorang temannya. Kami sempat kebingungan waktu mau masuk karena pintu gerbang untuk masuk ke masjid dikunci. Untungnya ada pak satpam yang baik hati memberitahu kami kalau harusnya kami lewat jalan samping. Ternyata di lantai dasar sedang digelar acara Walimatul ‘Ursy dengan nuansa dekorasi warna MERAH HATI. Pas banget dengan kostum yang Aisya kenakan. Sebelum masuk masjid, sempat bersua juga dengan Mbak Dina dan Mbak Iecha yang katanya mau beli minuman buat pembicara.
“Ada Kanjeng tuh di atas!” kata Mbak Iecha
Akhirnya, Aisya dan Yuda naik ke lantai 3.
“Eh, Merah!” kata Kang Arul waktu Aisya tiba-tiba duduk di sampingnya. Surprise juga karena ada beliau hari itu. Setelah sesaat duduk di dekat Kang Arul, Aisya pindah posisi duduk di dekat Mbak Era yang hari itu kayak jeruk (baca : pakai gamis dan jilbab warna oranye). Acara sudah dimulai. Kang Tef (Kang Taufan E. Prast, ketua FLP Jakarta) sudah unjuk gigi. Didampingi Mbak Rurie dan Ikal. Awalnya Aisya pengin nulis yang disampaikan Kang Tef, tapi kalah dengan deru kendaraan. Alhasil, hanya beberapa kata yang terdokumentasi. Itupun sepotong-sepotong. 


Mbak Dina pindah duduk di samping Aisya. Tiba-tiba Mbak Dina mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Taraaaa!!! Bolpoin yang ‘sekujur tubuh’nya berwarna merah (kecuali tintanya yang berwarna hitam), akhirnya sah menjadi milik Aisya. Makasih ya Mbak Dina… Tahu aja sih kalau Aisya suka banget warna merah!
Beberapa saat kemudian, Kang Arul yang tadi ‘adem-ayem’ di belakang, berdiri dan melangkah ke depan. Gantian Kang Arul nih yang bagi-bagi motivasi. Oh ya, pada pertemuan kali ini mengangkat tema : “Penulis, Media, dan Dunia Penerbitan”. Aisya sempat menulis beberapa potong materi dari Kang Arul di buku diary merahnya ^^. Sosok di sampingnya juga serius menulis dengan gaya khasnya. Aisya mencoba meniru cara menulisnya malah ketawa sendiri. Ahh, bu dosen ini memang unik! Satu hal lagi, dia berujar bahwa hanya dirinyalah yang bisa membaca tulisannya sendiri. Walhasil, Aisya ‘copy-paste’ saja tulisan dari bu dosen (baca : Mbak Dina) yang diposting pagi ini di FB.
Berikut adalah resume materi yang disampaikan oleh kedua pemateri. Selamat menikmati...


Untuk menjadi penulis yang sukses diperlukan proses di dalamnya dan tidak simsalabim begitu mudahnya. Selain berdoa yang tak putus kepada Allah Swt juga diperlukan beberapa hal yang sebaiknya dikuasai oleh penulis. Usaha apa sajakah? Usaha tersebut adalah (calon) penulis sebaiknya mengetahui bagaimana cara menulis yang baik, memahami anatomi penulisan, mempunyai kemauan dan kemampuan menulis, mendisiplinkan diri dan meluangkan waktu untuk menulis (misalnya, sehari meluangkan waktu menulis selama 2-3 jam, sehari menulis tiga kali setelah atau sebelum makan, ataupun seminggu sekali menulis), serta memiliki komitmen yang kuat untuk menulis.
Di dalam menjalani proses tersebut, maka diperlukan niat yang lurus. Niat yang lurus itu juga diimbangi dengan wawasan keislaman (karena FLP Jakarta itu kaderisasi penulis Islam open minded yang tetap mengacu kepada etika-etika dan norma-norma keislaman berdasarkan Al Quran dan Hadits, -red). Nah, untuk mewujudkan niat tersebut, maka kudu dipikirkan matang-matang dengan akal budi pekerti luhur nan sehat, mau dibawa ke mana niat tersebut? Mau menjadi profesi penulis yang profesional ataukah menulis hanya sekadar hobi?

Jika ingin menjadi penulis yang menjadikan kegiatan menulis sebagai hobi, artinya menulis dilakukan sebagai kegiatan di waktu luang, maka tak perlu susah payah disiplin meluangkan waktu ataupun keukeuh menulis tiga kali dalam sehari sebelum atau sesudah makan. Lakukan aktivitas tersebut dengan diliputi keikhlasan dan bertujuan ibadah hanya kepada Allah Swt.


Namun, jika memutuskan ingin menjadi penulis sebagai profesi, maka syarat-syarat seperti komitmen serius menulis, sengaja meluangkan waktu menulis, mengetahui persyaratan apa saja yang harus dikuasai jika ingin tulisan dipubliksikan di media online maupun offline, memiliki pangsa pasar yang kuat, membuat tulisan yang berbeda dan unik dengan penulis-penulis sebelumnya, dan mengetahui kapan buku akan diterbitkan. Selain itu, penulis juga harus fokus dengan bidang yang akan ditulisnya apakah fiksi atau nonfiksi. Saat hendak menulis fiksi atau nonfiksi, penulis mengumpulkan data terlebih dahulu kemudian barulah dituliskan dan dipublikasikan. Adapun, data tersebut diperoleh melalui riset yang sesuai dengan yang diperlukan.
Lebih lanjut, para pemateri memberikan tips pula bagaimana membuat biodata yang baik kalau kita ingin mengirimkan naskah ke penerbit:
1.Susunlah biodata tersebut menjadi 3 paragraf. Paragraf pertama itu adalah identitas pribadi: prestasi- sebaiknya menyertakan prestasi menulis-; dan e-mail/blog yang aktif.
2. Alamat e-mail adalah alamat identitas pribadi penulis. Jadi buatlah e-mail penulis yang mudah diingat dan dikenang.


Beberapa tips ringan lainnya berkaitan dengan tema Penulis, Media, dan Dunia Penerbitan, yaitu:
1. Editor biasanya tidak membaca semua naskah yang dikirimkan kepadanya. Oleh karena itu buatlah tulisan yang menarik di awal paragraf serta buatlah naskah yang berbeda dan unik.
2. Jadilah penulis fiksi yang baik dengan mempelajari dan memperkuat unsur intrinsik karya sastra. Beberapa unsur intrinsik tersebut terdiri dari tokoh, tema, latar, amanat, dan alur (*kalau masih kurang, silakan tambahkan sendiri, red).
3. Novel yang berhasil adalah novel yang menarik pembaca untuk membuka dan membaca halaman selanjutnya.
4. Pergunakanlah FB untuk berteman dengan penulis terkenal kemudian seringlah berinteraksi dengannya, misalnya menaruh jempol atas postingan status, note, atau link serta memberikan komen yang positif mengenai hal tersebut. Hati-hati memberikan jempol. memberikan komen atas note/link/status upload si penulis tersebut. Artinya, jangan asal menaruh jempol atau beri komentar di sana. Baca kembali postingannya lalu jika ingin tetap eksis dan tetap dikenal ama si penulis, selama postingan tersebut emang positif silakan taruh jempolnya atau komennya.
5. Ikutan dan aktif di millist yang berkaitan dengan penulis, media, dan dunia penerbitan.
6. Jangan hanya mengandalkan naskah namun bangunlah jaringan sosial, misalnya ikut FLP Jakarta (red).


Hal-hal di atas adalah beberapa materi yang disampaikan oleh Kang Taufan dan Kang Arul pada pertemuan ketiga Pramuda Angkatan ke-15 FLP Jakarta. Adapun, pertemuan selanjutnya (pertemuan keempat) insya Allah akan dilaksanakan kembali Ahad, 27 Maret 2011, waktunya pukul 10.00-13.00 WIB, tempat di Mesjid At-Tauhid Arif Rahman Hakim. Informasi dan pematerinya akan disampaikan menyusul kemudian. Pada pertemuan keempat tersebut masih diberikan kesempatan pendaftaran peserta untuk FLP Jakarta Angkatan ke-15. Informasi dan pendaftaran, silakan hub. Info Center FLP Jakarta : 0815.13596928 - 021-93541351 - 021-80370701.


Setelah pertemuan keempat, akan dibagi kelasnya yaitu kelas nonfiksi dan fiksi. Nah, insya Allah, setelah pembagian kelas tersebut (pertemuan ke-5), segenap divisi humas dan dokumentasi tidak akan mempublikasikan materi yang diberikan di kelas tersebut. Oleh karena itu, bagi yang berminat, menjadi anggota FLP Jakarta, silakan datang dan mendaftar ke Mbak Yusi dan Mbak Astri pada ke pertemuan 2 minggu setelah Ahad, 13 Maret 2011.

Salam hangat dari kami.
FLP Jakarta
Wassalam

Hmm, begitulah reportase pertemuan ketiga angkatan 15 yang ditulis oleh Mbak Dinda dengan sedikit revisi dari saya. Semoga bermanfaat…

NB :
- Menjelang Dhuhur, sempat foto-foto menggunakan kamera Kang Arul dan setelah diupload Kang Arul, hasilnya kereeeeen banget!
- Sayang, Mbak Ria tidak datang... sehingga hanya "something" buat Mbak Ria yang belum tersampaikan...
- Maaf ya, kemarin pulang duluan dan hanya pamit secara langsung ke Mbak Era dan Mbak Astri plus SMS ke Kang Tef karena masih belum fit benar, jadinya juga nggak bisa ikut ke Jakarta Islamic Book Fair lagi...

Best regards
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Hanya Masalah Waktu

OMG di toko buku Jogja

Yang dibutuhkan hanyalah soal waktu
by Kang Arul on Sunday, February 27, 2011 at 6:11pm

Yogya masih basah oleh bekas hujan tadi pagi saat saya menyerumptut teh pahit hangat; sebuah rutinitas yang harus saya lakukan di pagi hari, dimanapun; tapi waktu itu udah siang banget, saya ketiduran paginya... setelah selama dua pekan ini tidur saya hanya antara 2 atau 4 jam saja. Saya cek gadget saya, memastikan bahwa tidak ada satupun agenda hari ini yang sempat terlewat. Oh, ternyata ada satu hal janji yang saya tunaikan di akhir pekan ini, yakni menyantap mpek-mpek di depan Ambarukmo Plaza... :)

Tapi, sebelum melakukan itu semua, sekitar pukul sembilan saya sudah berada di lobi hotel ternama di Yogyakarta, deket ke bandara AdiSucipto. Di sana ada acara penutupan sebuah partai besar. Saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini; berbekal laptop plus kamera saya pun meluncur ditemani tiga orang teman jurnalis muda. Tujuan saya cuma satu: memotret sosok petinggi partai, siapa tahu foto ini nantinya bisa digunakan untuk salah satu laporan jurnalistik saya.

Selepas itu, saya meluncur ke UGM. Hari ini--selain makan mpek-mpkek itu-- saya punya janji dengan promotor doktoral saya di gedung lengkung. Ok, kita lewati hal akademis itu, yang penting saya ingin menulis sebuah kutipan menarik dari sang dosen,"Saya ingin membimbing mahasiswa yang nantinya akan jadi orang besar dan mengalahkan gurunya. Dulu, saya belajar dari Gertz (antrpologis Jawa.red), saya baca semua bukunya dan sekarang saya banngga karena saya bisa lebih pintar dari guru-guru saya. Memang bisa dibilang terlalu kuno, tapi itulah yang saya inginkan dengan Anda."

Hmm... nice quotes di hari itu.

Sepanjang perjalanan menuju tempat mpek-mpek, saya selalu berpikir bahwa sang dosen pembimbing itu sepertinya sedang menyiapkan saya untuk menjadi "seseorang". Menyiapkan saya untuk bisa memaknai semua hasil belajar dengan semaksimal mungkin. Menyiapkan saya menjadi orang yang berbeda sebelum dan sesudah belajar di kampus biru itu nantinya. Tentu untuk melakukan itu perlu proses, dan proses itu tidaklah mudah dan gampang. Buktinya proposal saya setahun baru bisa menghasilkan kata "oke" darinya, walau proposal itu tebalnya hanya 27 halaman.

Proses itulah yang saya perhatikan juga saat saya makan mpek-mpek. Wah, jangan tanyakan bagaimana lezatnya makanan khas yang satu ini. Saya hanya mengajak Anda membayangkan di piring saya ada mpek-mpek kapal selam, lenjer, dan kulit; 3 in 1 plus segelas es sirop . Saya melihat bahwa tempat ini adalah cabang ketiga yang dibuka oleh merk tersebut; salah satunya berada di sebelah kiri gerbang UGM. Maaf, saya tidak bisa menyebutkan merk mpek-mpeknya karena alasan keamanan.. huahahahha

Membuat tiga cabang memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Uang yang banyak belum tentu bisa membuat cabang-cabang usaha dan sukses. Banyak contoh yang bisa saya berikan untuk mewakili bahwa uang bukanlah penentu satu-satunya dalam berusaha. Yang saya tahu, keberhasilan panganan ini terletak pada kualitas or rasa or taste... dan saya yakin untuk menciptakan itu semua dibutuhkan waktu yang cukup matang.

Kemudian, menjelang sore dan masih menyantap mpek-mpek... lampu merah gadget saya berkedip. Saya buka... ternyata di sana ada sebuah status FB dari seorang

info buku terbaru:“OMG!TERNYATA AKU TERLAHIR SUKSES” karya Rulli Nasrullah (kang arul)&12 Tim Suksesnya (asqa, ayu, bunga,deasy,dina, *Etika*,iecha,kely,rizka,selvi,suri,ummu=>anak2 nonfiksi FLP JAKARTA).InsyaAllah bs dbeli dGRAMEDIA ato toko bku lainny dgn hrga 27rb!


~cocok utk MUSLIMAH YG INGIN SUKSES! Ikhwan jg blh bli dink~


saya cek fotonya.. ow ternyata betul, buku OMG! Ternyata Aku Terlahir Sukses sudah ada di pasaran. Saya cukup terkejut, karena terakhir kabar yang sampai adalah buku itu akan terbit dan saya sendiri belum pegang buku itu. Makanya agenda keesokan harinya (Minggu, 27/2) sengaja saya mencari buku tersebut di toko buku samping UIN Jogya. Ketemu! Saya tersenyum dan bangga sekali...

Buku ini adalah sebuah jawaban dari proses panjang 12 orang anggota FLP Jakarta yang berada di grup non-fiksi. Orang-orang yang saya ingat betul pertama kali saya bimbing di suatu pagi sambil menikmati mie rebus di sebuah kampus; kemudian berlanjut di rumah dengan kondisi mereka selalu menagih kolak, ongol-ongol, atau order makanan lainnya. Untuk yang satu ini saya harus bilang makasih istriku tercinta...

Sejak dahulu bertemu dengan mereka, saya punya harapan yang besar, sebesar harapan dosen pembimbing saya itu; saya ingin mereka menjadi penulis yang bisa mengalahkan guru mereka, menghasilkan karya yang luar biasa, dan tentu saja menjadikan kemampuan menulis untuk berjuang menyebarkan ilmu.

Saya juga ingin mereka untuk tidak menyerah... karena jika sekalipun menyerah, percayalah akan sulit untuk menemukan kembali gairah menulis. Saya juga ingin mereka menyadari bahwa seorang guru atau pembimbing bukan orang yang bisa menjadikan mereka penulis, namun diri mereka sendirilah yang menjadi. Merekalah yang bisa menentukan apakah mewujudkan cita-cita jadi penulis atau sekadar punya keinginan semata. Mereka jugalah yang akan belajar dari setiap kesusahan demi kesusahan menyusun sebuah naskah sehingga menjadi buku yang bisa dibaca ratusan, ribuan, bahkan jutaan pembaca... dan saya percaya buku yang mereka hasilkan itu bisa membawa mereka masuk syurga. Amin.

Tetapi seperti pengalaman saya menyelesaikan S3, pengalaman dosen pembimbing saya, pengalaman penjual mpek-mpek yang sudah punya tiga cabang itu, dan pengalaman 12 orang luar biasa yang menulis buku tersebut.... bahwa semuanya adalah proses menjadi dan dibutuhkan waktu untuk mewujudkan itu semua. Tidak instan atau tiba-tiba seperti mengusap lampu yang langsung keluar jin dengan tiga permintaannya.

Nikmati proses itu, walau kita harus dimarahi, disindir, bahkan dicibir. Geluti proses itu meski dengan keterbatasan laptop, komputer pc, modem, buku, dan waktu luang. Pandai-pandailah menjalani proses itu di tengah kesibukan pekerjaan, tanggung jawab pendidikan, maupun tugas-tugas yang menumpuk. Hargai proses itu sebagaimana kita menghargai sisa hari yang diberikan oleh Allah kepada kita untuk hidup.

Karena... semua akan ada waktunya

Bisa satu bulan, bisa satu-dua tahun, atau bahkan bertahun-tahun...

Saya merasa plong... karena satu tugas lagi sudah selesai...dan ini baru satu langkah bagi mereka untuk menapaki ribuan langkah selanjutnya yang masih panjang itu. "Dik, percayalah kalian jauh lebih bisa, jauh lebih hebat, jauh lebih pandai dibandingkan perasaan yang selama ini kalian yakini.

Sekarang, bagi saya... tinggal saya mencari orang-orang baru untuk menemani mereka menjalani proses tersebut. Andakah salah satunya? Atau kalian masih mau menjalani proses itu bersama lagi?


Tulisan ini diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.

Ongol-Ongol dan Totalitas

Miss Pink & Miss Red sedang TOTALITAS menikmati ONGOL-ONGOL
Sabtu, 29 Januari 2011 saat silaturahim ke rumah Kang Arul (Penulis 292 buku sekaligus direktur MENULIS YUK KOMUNIKATA) bersama Mbak Ria dan Mbak Rurie.. kami disuguhi makanan khas betawi yang langka.. ONGOL-ONGOL namanya... Makasih buat Kang Arul dan Uni Via yang sudah rela datang pagi buta ke pasar hanya untuk mencari ongol-ongol.. ^^v

Saat tengah asyik makan ongol-ongol, pandanganku beredar ke sekeliling ruangan. Akhirnya menatap sebuah cover novel yang ternyata karya perdana Kang Arul. Hmm, kata Kang Arul karya inilah yang menjadi 'comblang' dirinya dengan Uni Via. Ya begitulah, dua penulis keren (sama-sama anggota FLP) yang berjodoh. Happy ending ever after... Nah, setelah membaca judul novel itu.. tercetuslah ide untuk menuliskan buku sebagai 'kebalikan' dari judul novel itu. Apa bukunya? Hmm, masih dirahasiakan. Insya Allah akan dikerjakan dengan TOTALITAS!!!

Yup, hari ini kami belajar banyak tentang TOTALITAS.. Oh ya, sebelum sampai di rumah Kang Arul tadi, aku dan Mbak Ria sempat mampir untuk beli snack buat Dinda dan Ken (si kecil). Kebetulan Dinda kemarin habis ultah. Iseng saja Mbak Ria membeli snack berwarna pink. Awalnya, sempat mengambil snack yang bungkusnya coklat, tapi aku cegah. "Kalau mau totalitas, pink semua donk!" Akhirnya Mbak Ria membeli snack berbungkus pink semua, sedangkan aku membeli yang berwarna merah. Bener-bener deh! TOTALITAS!!!

Saat di rumah Kang Arul, selesainya makan siang dengan rica-rica ayam buatan Uni Via (istri Kang Arul yang juga penulis), kami mencuci piring (plus main air ^^).. TOTALITAS pokoknya.. Wah, seru deh! Setelah itu kami bertiga 'diculik' untuk mengikuti sekolah menulis yang diadakan FLP Ciputat.. Berasa jadi tamu kehormatan (padahal 'tamu tak diundang').

Sekitar pukul 15.00, saat Kang Arul masih asyik cuap-cuap di depan taman-teman FLP Ciputat, kami bertiga berpamitan. Melihat ada penjual empek-empek di tikungan jalan, kami sempat mampir dan mencicipinya di bawah pohon.. ^^v

Kami pun pulang ke 'istana' masing-masing dengan membawa PR yang harus segera diselesaikan dengan TOTALITAS!!!


Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Januari 2011 di blog sebelumnya.

Ekspedisi Aisya : Sabar dan Keberuntungan


Ahad, 23 Januari 2011 kembali Aisya melakukan ‘single adventure’. Hmm, memang sih.. Aisya tuh hobby berpetualang alias jalan-jalan, tapi bukan sekedar jalan-jalan lho!
Setelah urusan rumah tangga selesai (halah..^^), pukul 09.30 Aisya berangkat menuju Masjid Al-Ihsaniyah, Kampung Melayu untuk mengikuti kuliah dhuha. Kuliah ini memang rutin diadakan dua pekan sekali. Sebuah majelis ilmu yang pesertanya khusus muslimah yang tinggal di kawasan Jakarta Timur. Kebanyakan sih ibu-ibu juga, sehingga banyak dari mereka yang juga turut serta membawa sang buah hati. Tak ayal jika banyak balita yang sliweran di dalam masjid, suara tangis dan gelak tawa anak-anak, sampai ada muslimah kecil yang mendekati Aisya dan ‘merebut’ snacknya waktu Aisya tengah asyik mencatat. Lucu juga sih... suasana jadi lebih ‘hidup’. 


Kali ini pemateri adalah seorang ustadz yang subhanallah... gaya bicara ustadz tersebut sangat mirip dengan seorang ustadz yang kerap mengisi Kajian Sabtu Pagi di Masjid Nurul Huda UNS (mantan kampus Aisya), Ustadz Abdul Hakim. Suara dan cara penyampaian beliau yang humoris, sangat mirip! Wah, jadi terkenang dengan masa-masa di kampus nih! Materi kuliah dhuha ini akan Aisya tulis dalam note terpisah.
Pukul 11.00, kuliah dhuha selesai. Aisya melanjutkan ekspedisinya. Tujuan selanjutnya adalah toko buku muslim “Al-I’thishom” yang terletak di kawasan kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Untuk pertama kalinya Aisya pergi ke sana sendirian. Ah, apa salahnya dicoba! Semoga tidak tersesat. Aisya ke sana dengan niatan membeli kado walimah untuk sahabatnya yang hari ini melangsungkan ‘hari jadinya’. Sayang, Aisya tidak bisa menghadirinya sehingga ia bertekad menebus ketidakhadirannya dengan sebuah kado spesial. 


Aisya menuju shelter busway Kampung Melayu, kemudian naik busway jurusan Matraman. Transit di shelter Matraman I kemudian naik busway jurusan Pulo Gadung, turun di shelter UNJ dan akhirnya sampai juga di toko buku Al-I’thisom. Segera searching buku yang mau dijadikan kado dan alhamdulillah menemukannya. Selain buku buat kado itu, Aisya juga membeli dua buah buku (60 Sirah Sahabat Rasulullah Saw, Kontribusi Muslimah dalam Mihwar Daulah serta majalah Tarbawi edisi terbaru). Awalnya Aisya juga sempat mau membeli “Agar Telapak Kakimu Menginjak Surga” (buku muslimah untuk ibu rumah tangga gitu deh, tapi nggak jadi karena ‘melebihi budget’). Saat sudah sampai di meja kasir dan dihitung jumlahnya, Aisya mencari uang di dalam tasnya. Seingatnya ada di kantong kecil dalam tasnya. Memang sengaja tidak dimasukkan ke dompet karena dipisah. Nihil. Uang beberapa ratus ribu itu tak ada di tempat yang diekspektasikan Aisya. Ia geledah tasnya. Masya Allah, kemungkinan besar uang yang sejatinya memang diperuntukkan untuk membeli buku itu sepertinya ketinggalan di tas yang satunya. Sebelum berangkat tadi, Aisya memang sempat berganti tas dan sepertinya uang itu ketinggalan di dalamnya.
Aisya langsung bertanya kepada sang ummahat (baca : ibu) penjaga toko, di mana ATM terdekat. Sang ibu menjawab bahwa ada ATM di dalam kampus UNJ yang berarti Aisya harus berjalan cukup jauh dan menyeberang jalan. 


Tak apalah, Aisya kembali teringat pada azzamnya, apapun yang terjadi hari ini harus membeli kado untuk sahabatnya. Adzan berkumandang, kebetulan hari itu Aisya berhalangan dan kondisi inilah yang menyebabkan fisik Aisya sedang tidak stabil hari itu. Aisya berjalan kaki menuju ATM, sempat kaget juga karena gerbang masuk ke kampus digembok. Alhamdulillah, ada celah yang terbuka dan bisa dimasuki tubuh mungil Aisya (^^). Setelah mengambil uang, Aisya kembali ke toko buku dan langsung membayarnya. Tak lupa Aisya meminta maaf pada ibu penjaga toko yang sangat ramah itu. 

Cukup berat juga ‘belanjaan’ Aisya siang itu. Dua dari empat buku yang dibelinya tadi memang cukup tebal. Saat sudah berjalan puluhan meter, Aisya bermaksud membaca struk pembeliannya untuk melihat buku-buku yang dibelinya tadi dapat diskon berapa persen. Akan tetapi, terkejutlah ia karena ada satu buku yang tidak dibelinya tapi ada di dalam kantong plastik. Wah, sudah berjalan cukup jauh! Meski dengan kondisi fisik yang payah (benar-benar lemas), Aisya kembali ke toko buku dan mengembalikan buku yang bukan menjadi haknya itu. Alhamdulillah, Allah berkenan memberi petunjuk kalau ada ‘buku asing’ yang tidak sengaja masuk ke dalam kantong plastiknya saat Aisya masih berada di sekitar lokasi toko. Coba kalau Aisya tahunya saat sudah sampai di kost, bakal butuh waktu dan tenaga lagi untuk mengembalikannya.

Pukul 13.00 Aisya sampai di kosnya. Ia segera makan siang dan beristirahat sejenak. Pukul 13.30, ia melanjutkan ekspedisinya. Sebelum ke Gramedia Matraman, Aisya berniat memfotocopy buku sahabatnya yang hari ini mau dikembalikan. Alhamdulillah, ada fotocopy-an yang buka. Tumben fotocopy-an itu buka di hari Ahad. Aisya merasa beruntung! Akhirnya Aisya ‘menitahkan’ penjaga fotocopy untuk mengcopy beberapa halaman yang Aisya tandai. Waktu terus berjalan, sudah jam 14.00 padahal launching novel “Ranah 3 Warna” akan dimulai pukul 14.30. Mas penjaga fotocopy ternyata kurang cekatan dalam menjalankan tugasnya. Sabar, sabar, sabar... Shabrun Jamil... Aisya mengafirmasi dirinya! Akhirnya, pukul 14.20, selesai juga! Alhamdulillah...


Aisya segera naik angkot 18 menuju terminal Kampung Melayu, dilanjutkan naik Kopaja 502 menuju Gramedia Matraman. Aisya sempat membaca di dalam Kopaja 502. Kali ini dia membaca tentang hewan-hewan istimewa dalam sejarah Nabi dan Rasul. Akhir-akhir ini Aisya memang tengah suka membaca buku-buku sejarah. Pukul 14.30 lebih Aisya sampai di toko buku terbesar di Asia Tenggara itu. Aisya merasa beruntung karena tempat tinggalnya di Jakarta ini sangat dekat dengan tempat-tempat favoritnya, termasuk toko buku!
Beranda depan Gramedia Matraman kok ramai gitu ya? Ada musik yang menghentak, mungkin ada pementasan band gitu, pikir Aisya. Saat melongok-longok di kerumunan, eh.. ternyata ada banner “Ranah 3 Warna”. Wah, berarti lokasi launchingnya di beranda ini. Tumben! Aisya segera menuju meja yang menjual novel itu. Aisya membeli dua, yang satu buat kado milad saudari kembarnya (Keisya). Langsung Aisya buka dan mulai membaca, karena acara ternyata belum dimulai... 


Wah, Aisya tidak mendapat tempat duduk karena pengunjung yang datang sudah banyak. Kursi ditata melingkar dan tidak dibuat berjajar seperti saat launching buku pada umumnya. Jadi ada sisa ruang kosong di depan panggung. Kondisi Aisya masih lemas, tapi sengaja dikuat-kuatkan! Aisya membaca novel barunya sambil berdiri diiringi lagu “The Winner”-nya band Platinoem yang ternyata dalam video klipnya ada penulis novel “Negeri 5 Menara” ini. Lagunya sangat bersemangat dan inspiratif. Sampai akhirnya Uda Ahmad Fuadi (sang penulis) menerobos kerumunan, melewati tempat Aisya berdiri dan acara pun dimulai.

Acara diawali dengan doa yang dibawakan oleh sahabat Uda Fuadi (Aisya lupa namanya, yang jelas beliau adalah “Atang” Shahibul Menara dalam “Negeri 5 Menara”). Doa yang cukup menggetarkan hati. Selanjutnya sambutan oleh Direktur Gramedia. Subhanallah, kesempatan langka nih bisa bertatap muka dengan sang direktur. Beliau menyampaikan apresiasi atas terbitnya novel kedua dari trilogi “Negeri 5 Menara” ini. Beliau juga bertutur bahwa penjualan novel “Negeri 5 Menara” adalah penjualan yang sangat bombastis dalam 37 tahun terakhir ini. Alhamdulillah, sudah sembilan kali cetak ulang dengan oplah di atas 155.000 eksemplar dalam satu tahun. Sungguh pencapaian yang luar biasa! 


Seminggu yang lalu bertemu Uda Fuadi dalam acara Studium General FLP Jakarta angkatan 15, kali ini bertemu beliau lagi dalam kondisi yang jauh lebih luar biasa. Salut! Beliau adalah kakak tingkat Aisya di FLP Jakarta. Aisya angkatan 14, sedangkan beliau angkatan 13. Beliau memang salah satu penulis favorit Aisya!.
Akhirnya Uda Fuadi tampil di panggung. Melihat ada ruang kosong di depannya dan banyak yang berdiri, Uda Fuadi meminta kami yang berdiri untuk memanfaatkan ruang kosong itu. Alhamdulillah, awalnya Aisya duduk di baris kedua, tapi kembali keberuntungan berpihak padanya, ada seorang penonton yang tiba-tiba berdiri dan pergi. Akhirnya Aisya bisa duduk di depan, jadi lebih dekat dengan Uda Fuadi. Dengan bantuan HP-nya Aisya merekam semua yang disampaikan Uda Fuadi. Di sela pemaparannya, beliau juga menampilkan video-video yang sangat inspiratif tentang “Negeri 5 Menara” dan “Ranah 3 Warna”. 


Pada kesempatan kali ini Uda Fuadi bertutur bahwa “Novel ini hanyalah alat”. Tujuan beliau menuliskan ini adalah untuk berbagi. Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat dan setiap manusia mempunyai cara tersendiri untuk menjadi bermanfaat. MENULIS, itulah pilihan Uda Fuadi untuk menyebarkan manfaat. Setiap kita bisa menjadi bermanfaat, dengan cara kita masing-masing. Uda Fuadi juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada para pembaca. "Tulisan sebagus apapun, jika tidak ada yang membacanya, maka tulisan tersebut tidak akan ada artinya," begitu kata Uda Fuadi.
Kata Uda Fuadi, Negeri 5 Menara akan dibuat film dan insya Allah akan ditayangkan di akhir 2011, pertengahan tahun akan ada casting. Beliau juga mengulas tentang konsep "Man Jadda Wajada". Lebihkan usaha dari orang lain. Saat orang lain belajar satu jam, maka tambahkan setengah jam! Kebaikan yang dilebihkan. Usaha yang lebih maka hasilnya juga lebih. Pelari terhebat dunia, berhasil lari 100 meter dalam waktu 9,8 detik. Juara 100 meter putra Jawa Timur 11 detik. Selisih juara dunia dan juara lokal hanya 2 detik! So, lebihkan usaha dari orang lain. Ranah 3 Warna berkisah tentang kelanjutan kisah Alif setelah lulus dari Pondok Madani. Konsep Ranah 3 Warna menceritakan tentang hikayat impian kita yang harus dibela habis-habisan. ALL OUT! Salah satu modalnya adalah SABAR sehingga pada buku kedua ini "mantra"nya "MAN SHABARA ZHAFIRA", siapa yang bersabar akan beruntung.. Salah satu yang istimewa dari novel ini adalah mengambil konsep 3 setting tempat dan menggunakan beberapa bahasa (Minang, Inggris, Arab,dan Perancis).


Alif berusaha habis-habisan. Ternyata “Man Jadda Wajada” tidak cukup untuk mewujudkan impian Alif. Di saat hampir menyerah, Alif teringat mantra “Man Shabara Zhafira”. Di antara kerja keras dan doa tidak selalu langsung mendapatkannya. Ada jaraknya. Dan untuk menempuh jarak itu dibutuhkan kesabaran. Orang yang sabar biasanya dikasih hadiah oleh Allah. Tapi sabarnya adalah sabar yang aktif! 


Sebelum sesi tanya jawab ada kejutan dari seorang pembaca. Bapak Luki namanya, beliau adalah salah seorang teman seangkatan Uda Fuadi. Beliau memberikan foto Uda Fuadi waktu di Bandung tahun 1992. Beliau menjadi penerima tanda tangan yang pertama. Jauh-jauh dari Indramayu, akhirnya menjadi penerima tanda tangan pertama. Sabar dan beruntung! “Syukron, akhi” begitu kata Uda Fuadi saat berpisah dengan Pak Mahfud.
Memasuki sesi tanya jawab. Sayang sekali, meski sudah duduk di depan dan mengacungkan tangan, tapi Aisya tak mendapat kesempatan untuk bertanya.


1. Pertanyaan pertama dari pembaca berbaju biru : Mengapa ada angka 5, 3, dan 1?
Uda Fuadi menjawab filosofi dari trilogi tersebut.
- Negeri 5 Menara : sekolah SLTA di pesantren. Angka 5 cocok dengan 5 menara impian Shahibul Menara
- Ranah 3 Warna : Masa waktu mahasiswa, ada aat UTS, UAS, fotocopy catatan, dll. Alif berjuang mati-matian untuk mewujudkan impiannya ke luar negeri. Perantau yang susah payah, sepatu jarang diganti.
- Dan yang terakhir, ada angka 1 : tentang masa bekerja dan tentang apa sih tujuan hidup. Kita punya 1 misi dalam hidup : mengabdi! Kita sering sibuk dengan indahnya dunia. Padahal semuanya hanya satu. Yang terakhir ini belum ada judulnya.


2. Pertanyaan kedua dari mbak-mbak berbaju merah : Apakah kisah dalam Negeri 5 Menara benar-benar kisah nyata? Apakah tokoh Togar dalam Ranah 2 Warna benar-benar ada?
Uda Fuadi menjawab bahwa "terinspirasi" itu tidak semuanya dari kisah nyata. Ibarat rumah, kisah nyata itu sebagai pondasi utamanya, sedangkan jendela pintu dll sebagai kisah pelengkap, ada yang ditambahi dan dikurangi. Dalam Ranah 3 Warna, ada tokoh Togar sebagai tokoh yang sangat menginspirasi Alif untuk menulis. Ternyata tokoh itu memang benar-benar ada


3. Pertanyaan ketiga tentang konsep belajar sabar dan ikhlas.
Kata Uda Fuadi, belajar ikhlas didapat beliau saat nyantri di Gontor. Semua guru di sana tidak digaji. Mereka totalitas mengajar, ikhlas berbagi ilmu, gaji dari Tuhan saja. Para guru itu mengajar habis-habisan. Ikhlas itu artinya bersih, tidak peduli dengan yang lain. Bagaimana bisa ikhlas? Tanyakan pada diri sendiri : "What is the meaning of your life?" Ketika ketemu misinya, tahu konsep hidup, maka kita akan bisa menemukan ikhlas itu. Sabar itu setelah usaha, bukan sebelum usaha. Ikhlas, punya impian dan cita-cita, man jadda wajada. Tawakal itu adalah sabar yang aktif!


4. Pertanyaan keempat : Bagaimana cara menumbuhkan semangat belajar yang terus-menerus, seperti Alif dan bagaimana cara memahamkan orang tua tentang impian kita yang kadang bertentangan dengan kemauan orang tua?


Menurut Uda Fuadi, Alif itu tidak rajin. Tapi ia tekun dan selalu berusaha. Alif sama dengan manusia pada umumnya, ada kalanya ia mempunyai rasa malas. Bahkan di buku kedua ini banyak menuturkan tentang jatuh bangun Alif dalam menggapai impiannya. Yang tidak wajar, kita malas tapi tidak mau mengakui. Kata Reynald Kasali, kalau kita lagi ‘down’ jadilah seperti bola tenis. Saat jatuh, ia memantul. Saat jatuhnya keras, maka mantulnya juga akan lebih tinggi. Tidak seperti donat. Yang jatuh, malah lembek dan menempel lantai. Saat Alif sedang down, ia mengingat masa lalunya yang penuh keceriaan, mengingat teman-temannya yang penuh semangat. Maka, carilah teman-teman yang semangat.


Tentang komunikasi dengan orang tua, memang apa yang baik menurut orang tua memang belum tentu baik menurut kita. Sampaikan dengan baik, atau bisa juga dengan menyampaikannya lewat orang terdekat kita bisa paman, kakek, dll. Doa ibu itu luar biasa. Kalau ibu saya tidak mendoakan saya habis-habisan, mungkin saya juga tidak akan seperti sekarang. 


Sampailah di penghujung acara. Acara ditutup dengan sosialisasi “Komunitas Menara” oleh Uda Fuadi. Komunitas Menara yang mengusung slogan “Mari Ikhlas Berbagi” saat ini sudah berhasil mendirikan PAUD di Padang, dan sedang bersiap mendirikan PAUD di Bintaro. Pembelian buku ini dijadikan donasi juga, jadinya tidak hanya sekedar membaca novel tapi juga berinvestasi akhirat. 


Acara dilanjutkan dengan penandatangan buku (Signing Book) dan foto bareng Uda Fuadi. Semua pembaca yang akan meminta tanda tangan berjajar dan dijaga oleh para security. Aisya berada di deret kedua. Kembali ia beruntung (Ah, memang benar.. “Man Shabara Zhafira”..) tiba-tiba ia terdorong ke depan dan akhirnya berada di baris pertama dan menjadi penonton kelima yang mendapat tanda tangan dan foto bersama Uda Fuadi. Saat berada di samping Uda Fuadi, Aisya sempat berujar kalau sempat bertemu dengan beliau seminggu yang lalu. Malah jadi ngobrol nih! Sebelum berpisah, Uda Fuadi sempat menitipkan salam untuk Keisya, saudari kembar Aisya. 


Turun dari panggung, Aisya menunggui rekan-rekan FLP Jakarta yang masih antri (Ada Kang Arya, Mbak Ria, Mbak Nisa, dan Mbak Eka). Mereka heran juga karena Aisya hari ini memakai kostum coklat, tidak merah seperti biasanya. Hehe... Saat sedang asyik menunggu, tiba-tiba Aisya dikejutkan dengan kehadiran Mbak Suri. “Wah, cari-cari yang berkostum merah kok nggak ada ya.. feeling aja tadi jalan ke sini. Eh, ketemu juga. Tumben pakai baju coklat!” Iya ya.. memang Aisya identik dengan warna MERAH! Akhirnya Aisya bertransaksi buku dengan Mbak Suri, saling mengembalikan buku yang dipinjam. Mbak Ria cs akhirnya selesai juga dan bergabung dengan kami. Heboh jadinya! Langsung foto bareng. Seru! 


Setelah puas bertegur sapa, Mbak Ria cs ke mushola, Kang Arya pulang. Aisya dan Mbak Suri ke lantai 2 untuk mencari novel “Rindu Purnama”. Alhamdulillah, baru beberapa langkah menjejakkan kaki di lantai 2, Aisya menemukan novel itu. Beruntung! Novel inspiratif ini ditulis oleh dua penulis favorit Aisya yang kebetulan seminggu yang lalu Aisya bertemu mereka, Tasaro Gk dan Ahmad Fuadi. 


Sampai di beranda depan, antrian pembaca yang berniat minta tanda tangan sudah mulai berkurang. Aisya punya ide untuk mengantri lagi dan minta tanda tangan di novel “Rindu Purnama”-nya. Sekaligus minta kata motivasi di novelnya karena tadi lupa meminta. Mbak Suri juga memintakan kata motivasi di novel “Ranah 3 Warna”-nya Keisya. Sampai di atas panggung, Uda Fuadi mengenali Aisya. Aisya sempat ngobrol lagi dan meminta maaf juga karena minta tanda tangan dua kali. Tapi, Uda Fuadi tetap asyik diajak ngobrol. “Dream, Fight Ikhlas” itulah tiga kata super yang dituliskan beliau. “Saling mendoakan, ya!” kalimat yang beliau sampaikan sebelum kami berpisah. 


Menjelang Maghrib, Aisya dan Mbak Suri menuju mushola. Saat sedang menunggu Mbak Suri sholat Maghrib, Aisya membaca novel “Ranah 3 Warna”. Tiba-tiba ia teringat, tadi pagi Kang Taufan E. Prast dan beberapa rekan FLP Jakarta menitipkan salam untuk Uda Fuadi. Astaghfirullah, Aisya lupa menyampaikannya. Dalam ‘kegelisahannya’, Aisya berdoa dalam hati “Ya Allah, jika Engkau berkenan.. berikan hamba kesempatan untuk bertemu kembali dengan Uda Fuadi di tempat ini untuk menyampaikan amanah yang tadi lupa hamba sampaikan.”


Setelah sholat, Aisya dan Mbak Suri menunggu Mbak Ria , Mbak Nisa, dan Mbak Eka yang baru mau sholat. Saat sedang bertukar pikiran dengan Mbak Suri, tiba-tiba ada batita yang menarik tangan Aisya. Aisya geli juga karena cowok kecil plus keren itu tiba-tiba menarik tangan Aisya, seperti mengajak Aisya mengikutinya. Mama si kecil juga tertawa geli. Sampai di pintu luar, batita imut itu melepaskan pegangan tangannya. Aisya jongkok dan memegang gemas si kecil. Lucu banget! Namanya Gani.. Pengin diculik saja, hehe...
Aisya kembali mendekati Mbak Suri. Mereka duduk di dekat panggung yang sudah dibereskan. Bersabar menanti Mbak Ria cs yang masih sholat. Eh, ternyata masih ada Uni Yayi (istri Uda Fuadi) di situ. Aisya kembali melantunkan doanya agar ia bisa bertemu kembali dengan Uda Fuadi. Allahu Akbar... Alhamdulillah, selang berapa alam, keluarlah Uda Fuadi dari dalam Gramedia. Allah mengabulkan doa Aisya! Sabar memang dekat dengan keberuntungan! Akhirnya, Aisya kembali bercakap-cakap dengan Uda Fuadi dan menyampaikan amanah dari Kang Tef. Malahan Aisya berkesempatan foto bersama Uni Yayi dan Uda Fuadi. What a wonderfull day! 


Setelah itu kami kembali ke dekat pintu masuk Gramedia Matraman. Menunggu Mbak Ria yang tak kunjung tiba. Eh, Uda Fuadi dan rombongan lewat di depan kami. Beliau menyapa, “Kok belum pada pulang?” Kami pun menjawab serempak, “Sedang menunggu Uni Ria Padusi Manih!”. Uda Fuadi tersenyum dan berpamitan serta berulang kali mengucapkan terima kasih. Eh, sampai-sampai beliau sempat kebablasan jalannya dan ketinggalan rombongan! Hehe...


Akhirnya, Mbak Ria datang juga. Sayang banget dia nggak sempat ikutan foto bareng dengan Uda Fuadi dan Uni Yayi. Kami langsung keluar Gramed untuk makan malam. Awalnya Mbak Nisa mau ikut juga, tapi karena Mbak Eka memutuskan untuk langsung pulang, Mbak Nisa akhirnya ikut pulang karena rumah mereka memang searah. Akhirnya hanya tinggal Aisya, Mbak Suri, dan Mbak Ria. Tercetuslah “Dara 3 Warna”! Hehe, kebetulan kostum yang kami kenakan juga berbeda warnanya. Kami memutuskan makan di Es Teler 77 yang ada di lantai dasar Gramedia Matraman. Mbak Suri memesan bakso, Mbak Ria memesan mie ayam, sedangkan Aisya memesan nasi goreng Mungil (porsi anak). Ealah, lha kok piring dan gelas buat Aisya juga dari plastik. Buat anak-anak sih! Hehe, konyol! Tapi alhamdulillah, porsinya pas dengan porsi Aisya... ^^v


Setelah makan, kami menyeberang jalan . Sampai di seberang, kami berpisah. Kebetulan rumah Mbak Suri tidak jauh dari Gramedia. Aisya naik angkot 01 bareng Mbak Ria karena searah. 


Alhamdulillah, hari ini sangat indah... terima kasih Ya Allah, atas banyak nikmat yang Engkau berikan hari ini...
Semangat 2011 : MEMBANGUN KISAH PENUH MAKNA!!!
Jakarta, 24 Januari 2011_05:51
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Januari 2011 di blog sebelumnya.

Engkau Penulis yang Mana?

by Bambang Trim on Saturday, January 15, 2011 at 6:22am



Ada penulis pena terlena
: setiap saat asyik berkarya
Selalu lupa pada pembaca
Merasa karya enak dibaca

Ada penulis pena perdana
: suatu saat menghasilkan karya
Setelah itu tak terdengar nama
Karya pertama dan satu-satunya

Ada penulis pena terpana
: setiap saat asyik bertanya
Mengumpulkan karya sejumlah penulis ternama
Tapi hanya terbuai angan belaka

Ada penulis pena merana
: setiap saat mengeluh menderita
Beridealisme tanpa rencana
Menulis tak dihargai semestinya

Ada penulis pena durjana
: setiap saat mencari celah
Plagiat karya berpuluh jumlah
Naskah orang dibubuhi namanya

Ada penulis pena berdana
: takdir kadang tertolak naskahnya
Terpikat penerbitan swakelola
Menerbitkan sendiri siapa sangka

Ada penulis pena kelana
: setiap saat entah pergi kemana
Backpacker sebutan mengena
Menulis di mana saja dan apa saja

Ada penulis pena bahana
: setiap saat menajamkan karya
Tidak berkompromi dengan kualitas rendah
Menulis naskah mengejutkan dunia

Ada penulis pena bermakna
: setiap saat merenungi cinta
Mengikat makna amat sempurna
Karyanya mulia bertenaga

Engkau penulis yang mana?
Aku penulis pena bukan apa-apa, Na.


untuk para "pendekar penulis" dan Na
:: Bambang Trim

Colomadu, 16 Januari 2011


Tulisan ini diposting pada bulan Januari 2011 di blog sebelumnya.

Lomba Review Film Ketika Mas Gagah Pergi





Ayo ikuti lomba review keren film Ketika Mas Gagah Pergi berhadiah banyaakkkk banget!
*3 unit smartphone
*10 kaos keren KMGP
*10 buku KMGP bertandatangan asli 4 pemeran utama
*5 paket buku dari Toko Buku Afra
*4 paket busana muslimah Qarmey

Caranya?
# Tulis review KMGP di blogmu dengan backlink ke web FLP: www.flp.or.id dan web KMGP:www.kmgpthemovie.com
#Kirim  link tulisanmu beserta biodata, alamat rumahmu, nomor hape ke flp.pusat@gmail.com
# Panjang tulisan bebas
# Wajib follow twiter FLP: @FLPoke IG: @FLPOke Facebook: /ForumLingkarPena
# Sertakan foto kerenmu di blog bersama Potongan tiket bioskop
# Lomba dibuka 22 Januari 2016 dan ditutup 5 Februari 2016
# Pemenang akan diumumkan saat acara Milad FLP ke 19 tanggal 22 Februari 2016
# Keputusan dewan juri tak dapat diganggu gugat.

Ayo, tulis kesan-kesanmu dan menangkan hadiah- hadiah kerennya!
Info lebih lanjut bisa cek www.kmgpthemovie.comdan www.flp.or.id
#NontonKMGP #FilmKeren #KMGP#FLPdukungKMGP #KMGPthemovie

Doa Seorang Penulis

Tuhan, aku harap kau punya waktu beberapa menit untukku. Aku punya beberapa permohonan pada-Mu.

Pada dasarnya, Tuhan, aku mohon bantuan-Mu agar aku dapat menjadi seorang penulis yang baik. Sebagai awal, bantu aku agar tidak terus-menerus membandingkan diriku dengan penulis-penulis lain. Aku bisa hancur kalau terus-menerus melakukan hal seperti ini: Aku adalah penulis yang lebih baik dari si Alan, lalu kenapa aku tak bisa sukses seperti dia? Kenapa tulisan-tulisanku tak bisa diangkat ke layar kaca? Kenapa si Barry yang mendapat perhatian lebih dari penerbit, dan bukan aku? Apa sih hebatnya si Carol sehingga bisa-bisanya dia mendapat ulasan sampai dua halaman di majalah New Yorker? Setiap kali aku memutar tv, yang muncul malah wajah si Dan di setiap talk show. Apa sih yang bikin dia spesial? Aku juga menulis cerita yang sama seperti mereka, tapi kenapa sih tulisanku bolak-balik ditolak penerbit?

Di sisi lain, aku takkan mungkin menjadi penulis seperti Frank yang bisa memakai pengalaman pribadinya dalam tulisan-tulisannya dengan begitu jujur. Dan si Gloria, dia punya ketajaman mata seorang seniman. Kalimat-kalimatnya begitu deskriptif dan nyata sehingga aku sadar akan keterbatasanku. Si Howard juga, dia sangat pro, tulisan yang kurampungkan sebulan penuh, cuma diselesaikannya dalam sehari dan dengan santai pula. Tuhan, bantu aku untuk tidak memikirkan kompetisi dengan penulis lain. Kesuksesan mereka tidak ada hubungannya dengan diriku. Kami punya cerita masing-masing. Kami punya gaya penulisan masing-masing. Kami memiliki karir masing-masing. Semakin sering aku membanding-bandingkan diriku dengan penulis lain, semakin sedikit energi yang bisa kupakai untuk menghasilkan karya tulis yang baik. Akhirnya aku cuma mengeluh akan kemampuan dan tulisan-tulisanku, dan hal ini hanya akan menghancurkan diriku sendiri.

Flannery O’Conner bilang bahwa setiap orang yang berhasil melewati masa kecilnya memiliki bahan untuk menulis sepanjang hidupnya. Aku percaya akan hal ini, Tuhan. Aku percaya bahwa setiap insan yang memiliki hasrat menulis fiksi, di dalam dirinya masing-masing tertanam kisah-kisah yang tidak akan pernah habis untuk dituliskan.

Bantu aku, Tuhan, untuk selalu jujur setiap duduk di depan laptop-ku. Bukan…bukan maksudku aku harus menulis non-fiksi. Fiksi adalah sederet kebohongan. Tapi biarlah fiksi-ku memiliki kebenarannya sendiri.

Saat karakter tokoh dalam tulisanku berbicara, bantu aku untuk mendengarnya dan menuliskan apa yang kudengar itu. Biarkan aku menggambarkannya, bukan dengan kalimat yang kukutip dari buku-buku lain, tapi dari apa yang ada di benakku. Tolong Tuhan, jangan biarkan aku menyepelekan pembacaku. Terkadang, hal ini justu menjadi godaan bagiku. Jika aku tak bisa menulis novel remaja tanpa menggurui, lebih baik aku tak menulis novel jenis ini. Jika aku anggap kisah gothik, misteri, dan koboi adalah sampah dan pembacanya adalah idiot, maka aku tak akan menghasilkan suatu tulisan yang baik dan mendapat kepuasan dari tulisan seperti ini. Biarlah aku menulis sesuatu yang kuhargai, dan biarlah aku menghargai orang-orang yang nantinya akan menjadi pembacaku.

Tuhan, biarlah sebuah kamus selalu berada di dekat-dekatku. Saat aku tidak yakin akan penulisan sebuah kata, aku akan membuka kamus. Begitu pun jika aku tak yakin akan arti sebuah kata, bantu aku agar tidak malas membuka kamus. Memeriksa penulisan dan definisi sebuah kata membutuhkan kerendahan hati, Tuhan. Kerendahan hati membuatku terjaga. Saat kerendahan hatiku dalam kondisi yang baik, setiap kesuksesan dan kegagalan yang datang akan lebih gampang kuterima. Aku dapat menyadari bahwa tulisanku tak akan pernah sempurna, dan kesempurnaan bukanlah tujuan utamaku. Yang bisa kulakukan adalah menulis sebaik mungkin.

Aku bisa begitu keras terhadap diriku sendiri, Tuhan. Jika aku menghasilkan tulisan 5 halaman setiap hari, lalu aku berkata pada diriku bahwa aku bisa menambahkannya hingga mencapi 6, 8, atau 10 halaman. Jika aku menulis suatu peristiwa tanpa mencari elemen utamanya, aku menuduh diriku sebagai orang yang ceroboh; jika aku melakukan riset, aku menyalahkan diriku telah membuang waktu yang bisa kupakai untuk merampungkan naskahku. Jika aku menulis ulang, aku menyebutnya percuma—cuma buang waktu. Jika aku tidak menulis ulang aku menyebut diriku pemalas. Penyiksaan diri semacam ini tidak produktif. Beri aku, Tuhan, keberanian untuk melalui hidupku tanpa hal-hal itu.

Bantu aku, Tuhan, untuk menjadi penulis yang bertumbuh. Ada banyak kesempatan untuk mencapai hal ini, untuk memperoleh keahlian dan pengetahuan dengan berlatih dan membuka mataku lebar-lebar. Setiap buku yang kubaca akan memberikan sebuah pelajaran jika aku mau menerimanya dengan lapang dada. Jika aku membaca tulisan yang lebih baik dari karyaku, biarlah aku dapat belajar darinya. Jika aku membaca karya tulis yang begitu buruk, baiklah aku belajar dari kekurangannya. Berikan aku keberanian untuk mengambil resiko. Ada satu titik di masa awal karir kepenulisanku, dimana aku menghasilkan tulisan tak bermutu, tulisan yang tak menantangku, tulisan yang tak lagi dapat kuhargai, tulisan yang tak lagi dapat membuatku bertumbuh. Aku melakukannya karena rasa takut. Aku takut mengambil resiko, baik secara ekonomi dan artistik, aku takut menghasilkan tulisan yang tidak akan diterbitkan. Aku hanya dapat bertumbuh jika aku rela mengembangkan diriku, mengambil resiko. Terkadang aku gagal, tentu saja, tapi bantu aku untuk selalu ingat bahwa aku selalu dapat belajar dari kegagalan itu, yang akan memberikan keuntungan bagiku dalam jangka panjang. Dan jika aku mengambil resiko dan ternyata gagal lagi, biarlah aku tetap ingat agar pada akhirnya memoriku dapat meringankan rasa sakit akan kegagalan itu.

Bantu aku untuk membuka diri pada pengalaman, Tuhan. Ada saatnya Tuhan, kala sebutir pil hijau di pagi hari bisa meningkatkan energi dan semangat menulisku. Tapi kemudian aku sadar bahwa aku hanya meminjam energiku untuk esok hari, sehingga tengaku terkuras habis. Ada kalanya juga, saat pil-pil dan minuman berenergi itu menyempitkan pandanganku seperti seekor kuda yang ditutup matanya. Aku pikir aku membutuhkan hal itu untuk menulis, Tuhan, tapi kemudian aku sadar bahwa aku dapat menulis lebih baik tanpa bantuan benda-benda itu.

Beritau aku juga, kapan tanggung jawabku sebagai penulis berawal dan berakhir. Bantu aku untuk berkonsentrasi pada segala hal dalam karirku yang dapat kukendalikan dan melepaskan hal-hal yang berada di luar kendaliku. Setelah aku mengirimkan naskahku pada penerbit, biarlah aku melupakannya hingga naskah itu sampai pada tujuannya. Mampukan aku untuk mengambil langkah sepantasnya, Tuhan, tanpa harus menghabiskan energiku untuk mencemaskan nasib naskahku. Tugas utamaku adalah menulis. Tugas keduaku adalah menawarkan tulisanku. Apa yang terjadi setelah itu adalah urusan orang lain. Jangan biarkan aku lupa, Tuhan, bahwa penerimaan dan penolakan bukanlah segalanya. Imbalan utama dari setiap kerja seni adalah pekerjaan itu sendiri. Sukses ada dalam setiap proses, bukan dalam hasilnya. Jika aku menulis dengan baik, aku adalah seorang yang sukses. Kemakmuran dan ketenaran mungkin saja menyenangkan tapi bukan menjadi hal utama. Biarkan aku merasakan penolakan sebagai sebuah proses untuk mendapatkan pengakuan. Biarkan aku menerima kebuntuan sebagai sebuah proses kreatif. Pada akhirnya, Tuhan, bantu aku untuk dapat menerima hal-hal di luar kendaliku. Dan bantu aku untuk senantiasa mengucap syukur, Tuhan, bahwa aku adalah seorang penulis, bahwa aku melakukan pekerjaan yang begitu kucintai, dan aku tak membutuhkan ijin siapa pun untuk melakukannya. Terima kasih untuk semuanya. Dan terima kasih telah mendengarkanku.


[share from Ernita Die tj's note "Doa Seorang Penulis") 


Tulisan ini diposting pada bulan Januari 2011 di blog sebelumnya.

Antologi Kedua

Sekilas “Cinta Adinda”

Adinda Khoirunnisa. Seorang muslimah perantau yang tengah berjuang mencari pendamping hidup. Suatu hari, Adinda hendak menghadiri pernikahan Adelia, sahabat karibnya di Jogja. Sehari setelah acara pernikahan tersebut, saat cahaya mentari datang… suara gemuruh terburu-buru menyapa pagi. Merapi menggeliat. Awan panas meluncur. Menghambur tak beraturan. Beberapa daerah terkena hujan abu vulkanik. Pagi itu hujan abu turun sampai di bumi Jogja.
Adinda urung kembali ke kota rantaunya. Ia bergegas ke Klaten, menemui sang kakek yang tinggal di sana. Alhamdulillah, kakeknya selamat. Akan tetapi, Merapi semakin mengamuk. Masyarakat diminta meninggalkan rumah. Mereka harus mengungsi. Seorang relawan bergelang merah membantu mereka memapah sang kakek yang lumpuh.
Ternyata gelang merah itu menjadi tanda akhir dari cinta Adinda
Bagaimana kisah Adinda?
Lalu, siapakah relawan bergelang merah itu?

***
Temukan jawabannya di Kumpulan Cerpen “BE STRONG INDONESIA” yang ditulis bersama rekan-rekan yang tergabung dalam #writersforindonesia ini…
Selain cerpen di atas, ada juga 15 cerpen pilihan lainnya… Hmm, penasaran?
1. Tanggal 11 Bulan Juni, penulis Winda Joeanita
2. Matahari Setelah Hujan, penulis: Ninit Yunita
3. Membuka Luka Lama’, penulis: Arif Zunaidi
4. Pelangi, Penulis: Hindraswari Enggar
5. Senja Dalam Senyuman, Penulis: Agustina Wulandari
6. Cinta Adinda, penulis: Aisya Avicenna
7. ‘Hidup dan Daging Rendang’, penulis: Irhayati Harun
8. Jalan simpang dua, penulis: Yudiono
9. ‘Nusantara’, penulis: Andrika Permatasari
10. ‘Semesta Maya’, penulis: Feby Indirani
11. ‘Senyum Kecil dari Sang Cahaya’, penulis: Theresa Levana
12. ‘Rumah Ini’, penulis: echaimutenan
13. Ada Malaikat Pencabut Nyawa, penulis: Ade HK
14. Saat Mencintai Dunia Maya, penulis: Syarifah Bachrum
15. Ketika Jauh, penulis: Triana Dewi
16. Surat Untuk Surya, penulis: Papyruz

Hasil penjualan dari kumpulan cerpen ini akan didonasikan seluruhnya (100%) untuk korban bencana alam di Indonesia, yang akan disalurkan melalui lembaga terpercaya.
Buat teman-teman yang berminat membeli kumpulan cerpen ini sekaligus memberikan donasi bagi saudara-saudara kita yang membutuhkan, silakan SMS ke : 08999344753. Harga : Rp 45.000,-
Format SMS: Nama_Alamat lengkap_Jumlah Pesanan kirim ke 08999344753
Bisa pesan dulu, soal pembayaran… nanti bisa menyusul… (saya konfirmasi via SMS)
Beli buku sekaligus beramal? Yuk, mari…

Be Strong Indonesia!!!
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Pesan Kepala Suku FLP Jakarta (Kang Tef)

Aisya Avicenna dan Taufan E.Prast
“Kalau ingin bisa menulis novel, bacalah novel sebanyak mungkin. “
Setelah pesan ini disampaikan di tengah-tengah kami. Pak ketua bertanya kepada teman-teman kelas novel. Satu per satu. “Kamu, berapa banyak novel yang dibaca bulan ini?”
Mungkin sebagian orang ada yang terkejut dengan pertanyaan ini. Sebagian yang lain ada yang baru menyadari. Mungkin demikian
“Bila ingin menjadi cerpenis, bacalah cerpen secara rutin.”
Pesan ini disampaikan kepada mereka yang berada di kelas cerpen. Kembali pertanyaan yang sama diajukan kepada teman-teman.
“Jika ingin menjadi penulis non fiksi, kembali bacalah sesuai dengan minat masing-masing. Yang suka inspiring story, bacalah tulisan-tulisan inspiring. Mereka yang suka artikel, tingkatkanlah membaca artikel dan seterusnya,”
“Lalu coba pelajari dengan seksama bagaimana mereka semua menulis.”

Pesan Ketua di Taman Surapati, 19 Desember 2010

-copy paste catatan kepsek pramuda 14, Kang Arya~


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Jalan CINTA Para Penulis




Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa (Aisya Avicenna)

Setiap orang sebenarnya mampu menulis. Seseorang yang buta huruf sekalipun, sebenarnya mampu menulis hanya saja ia tidak berlatih atau dilatih untuk menulis. Setiap manusia yang bisa menulis seharusnya bersyukur akan kemampuannya tersebut. Allah SWT membekali setiap manusia dengan tiga potensi dasar yakni : ruh, akal, dan fisik. Manusia dibekali akal untuk berpikir. Salah satu cara untuk menuangkan buah pikiran adalah dengan menulis. Pikiran merupakan unsur yang paling mendukung dalam menulis. Bisa dikatakan bahwa menulis adalah proses berpikir paling kreatif. Dengan menulis, kita bisa menumpahkan semua beban perasaan kita, sehingga pikiran yang sebelumnya terasa keruh akan bisa menjadi jernih. Selain itu, kita bisa berbagi pengetahuan kepada orang lain sehingga tulisan kita bisa mendatangkan manfaat bagi sesama. Itulah esensi dari suatu ibadah dan menulis adalah salah satu amal ibadah.

Walaupun kelihatannya mudah, pada prakteknya tidak semua orang mudah melakukan aktivitas menulis ini. Banyak di antaranya yang justru mengalami kesulitan pada waktu pertama kali hendak menulis. Terkadang mereka mengalami kebuntuan ide/gagasan, tengah enggan/malas, merasa tidak bisa, tidak berbakat, tidak mampu atau tidak kompeten, takut, dan lain-lain. Jika kita ingin menjadi penulis handal yang produktif dalam berkarya, maka semua hambatan ini harus dikikis habis.
Menjadi seorang penulis handal memang butuh perjuangan. Seorang penulis juga harus ditempa melewati beragam proses yang tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap proses yang ditapaki penuh dengan konsekuensi. Akan tetapi, bukan berarti hal ini menjadi sesuatu yang tidak mungkin dicapai, hanya saja diperlukan kesungguhan dan kerja keras untuk menjadi seorang penulis handal. Berikut dipaparkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang ingin menjadi penulis hebat nan isnpiratif. Kuncinya adalah ‘CINTA’.

[C]ukuplah Allah sebagai Tujuan
Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang mulia. Lalu, apa tugas manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT? Allah SWT menerangkan bahwa tugas manusia di bumi adalah untuk beribadah. "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan." (QS. Adz-Dzariyat [56] : 57). Ibadah dalam Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Melaksanakan semua perintah yang tertulis dalam Al-Qur`an dan As Sunnah serta menjauhkan larangan yang tertulis di dalam keduanya adalah ibadah. Ibadah mencakup semua aktifitas manusia bila diiringi dengan niat yang benar untuk mencapai ridha Allah SWT. Sholat, zakat, dan infaq adalah ibadah. Sampai-sampai memalingkan mata dari pandangan yang harampun termasuk ibadah. Tak ada pemisahan antara ibadah dan aktivitas keduniaan dalam Islam. Semua perbuatan menjadi ibadah di sisi Allah bila diniatkan semata-mata karena mencari dan mencapai ridha-Nya. Hadist 1 Arba’in berikut menjadi pengingat akan esensi niat dalam setiap amal kita.
Dari Amirul Mu’minin Abi Hafsh Umar ibn Al Khaththaab Radhiyallahu ‘Anhu, berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Sesungguhnya amal-amal itu bergantung kepada niatnya. Dan setiap orang memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia (niatkan) hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, nilai suatu perbuatan dalam pandangan Islam dilandasi niatnya, bukan dari hasilnya. Hasil suatu perbuatan berada di tangan Allah SWT dan karenanya ganjaran perbuatan seseorang tidak tergantung pada hasilnya, tetapi pada niat yang ada di dalam hati. Niat yang benar juga harus dilanjutkan dalam amal yang benar pula. Setelah niat seseorang telah lurus, amal yang dilakukan pun tidak boleh melanggar rambu-rambu yang benar. Tidak ada kamus ‘menghalalkan segala cara’ dalam mencapai apa yang diinginkan. Seorang muslim tidak dibenarkan menggunakan cara yang tidak disukai Allah SWT demi mengapai tujuan dan cita-citanya.
Demikian halnya dengan menulis. Aktivitas menulis akan bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata mencari ridha Allah SWT. Merangkai kata demi kata sehingga menghasilkan karya dengan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan itulah visi mulia seorang penulis. Ia menegakkan kalimat Allah melalui pena, menuliskan bait demi bait kebenaran, dengan harapan banyak yang akan terinspirasi dari tulisan itu untuk senantiasa berbuat baik, Karena tiada balasan yang lebih pantas dari kebaikan selain kebaikan pula. Hendaknya setiap penulis selalu memperbaharui niatnya, jangan sampai kehilangan orientasi dalam menulis. Selayaknya setiap penulis meyakinkan dirinya bahwa ia menulis untuk menebarkan kebaikan, saling mengingatkan, dan tentunya mengharapkan ridha-Nya. Saat menulis, jangan berharap adanya popularitas dan keuntungan finansial semata. Memang, dengan menulis hal itu bisa saja kita dapatkan. Tapi yakinlah, saat itu diniatkan pada awalnya dan ternyata berhasil didapatkan, maka kita akan kehilangan satu investasi besar, yakni investasi akhirat.
Telah disebutkan bahwa menulis juga termasuk bagian dari ibadah. Bahkan menjadi suatu amal yang sangat bermanfaat dan menjadi investasi akhirat jika tulisan itu bermuatan pesan moral yang diamalkan oleh orang banyak sehingga bisa mengubah karakter manusia yang kurang baik menjadi bermoral dan berbudi luhur. Nah, dari sini bisa kita lihat betapa pentingnya menulis. Di dalam tulisan bisa kita sampaikan apa saja yang kita mau sehingga orang lain bisa membacanya, mengamalkannya, dan terinspirasi karenanya.

[I]nspirasi Datang, Jangan Dibuang!
Inspirasi adalah nyawa dalam kehidupan kita. Inspirasi bagaikan oase di tengah padang gurun yang meranggas tertelan panas. Ia hadir dalam setiap jiwa manusia dan menjadikannya sebagai penyejuk. Inspirasi bagai nyawa dalam diri seseorang. Ia bisa saja jadi semangat tak berkarat, bagai aliran listrik yang menjalar cepat dan hebat. Ia mampu menghentakkan motivasi. Membangkitkan yang lemah. Mengubah kondisi terbatas menjadi teratas. 

Tidak peduli kita suka menulis, serajin apa kita menulis, selalu ada waktu dimana kita memang membutuhkan inspirasi untuk mendapatkan gagasan atau tema dari tulisan kita. Kebanyakan justru inspirasi didapat dari luar diri kita, karena bisa jadi pikiran kita memang sudah cukup letih atau jenuh untuk menggali topik atau tema apa yang hendak kita tulis.
Inspirasi itu tidak akan datang jika hanya ditunggu. Inspirasi ada karena dicari atau diciptakan. Sumber inspirasi bisa didapat dari mana saja, baik dari internal maupun eksternal penulis.
1. Sumber Internal
Inspirasi bisa datang dari dalam diri penulis. Lewat pemikirannya yang mendalam dari hasil renungan (kontemplasi) yang dilakukannya. Atau bisa melalui kepekaan panca inderanya. Oleh karena itu, seorang penulis harus sensitif terhadap lingkungan sekitarnya. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan seharusnya bisa menjadi inspirasi dahsyat yang bisa melahirkan karya atau tulisan.
2. Sumber Eksternal
Banyak sekali sumber inspirasi yang berasal dari luar. Berikut beberapa sumber inspirasi yang bisa didapat seorang penulis.
a. Al Qur’an
Segala inspirasi ada di dalam Al Qur’an. Jika tidak menemukan inspirasi dari Al Qur’an, bisa jadi kita belum mengenal atau cukup berinteraksi dengan Al Qur’an. Kita boleh mengambil inspirasi dari manapun, selama inspirasi tersebut tidak melanggar syariat dan nilai Al Qur’an. Agama Islam tidak membatasi kita mendapatkan hikmah dari mana pun, selama rujukan utama kita Al Qur’an dan As Sunnah.
b. Siroh Nabawiyah
Sebaik-baik kisah yang patut dijadikan inspirasi adalah kisah Rasulullah SAW, keluarga Rasul, sahabat-sahabat Rasul, dan orang-orang terpilih yang menjadi “kekasih” Allah SWT. Tentunya banyak inspirasi yang bisa kita dapatkan dari kisah mereka.
c. Orang lain
Orang di sekeliling kita bisa dijadikan sumber inspirasi yang menarik. Coba perhatikan mereka, pastinya ada beberapa yang memiliki karakter yang unik. Ini bisa kita gali lebih dalam. Karakter seperti suka marah, bisa kita jadikan tulisan bertemakan sifat marah, bagaimana mengatasinya, dan lain sebagainya. Orang lain yang dimaksud juga bisa berasal dari tokoh inspiratif yang sukses atau bisa juga penulis tenar.
d. Lingkungan
Lingkungan sekitar kita adalah sumber inspirasi yang bagus. Nuansa alam seperti pantai, pegunungan, lembah, dan sebagainya bisa menjadi daya tarik untuk setting tulisan kita. Bahkan lingkungan kumuh di pinggiran kota juga bisa menjadi bahan tulisan.
e. Buku/Bacaan
Menulis dan membaca adalah kebiasaan yang saling tertaut. Banyak wawasan baru yang akan kita dapatkan dengan banyak membaca. Belajar dari karya orang lain sesungguhnya juga membuat kita belajar bagaimana proses kreatif mereka terbentuk. Memperbanyak bahan bacaan akan membuat wawasan kita menjadi lebih luas. Banyak hal baru yang akan kita dapatkan dari membaca, seperti ragam kehidupan dengan segala pernik dan maknanya, penggunaan bahasa dan pemakaian kata-katanya, gaya penulisan dan lain sebagainya. Membaca majalah, koran, novel, cerpen, lirik lagu, puisi, ensiklopedia, buku-buku nonfiksi, peribahasa, komik, atau apa saja juga bisa memicu datangnya inspirasi.
f. Blog
Caranya mudah saja, kita tinggal blog walking ke blog-blog yang bagus. Kita bisa belajar banyak dari proses kreatif penulis blog tersebut atau bisa melihat dari segi ide atau gagasan di setiap tulisan yang ada di blog.
g. Film
Dari film kita juga bisa mendapat banyak inspirasi sebagai bahan tulisan kita, misalnya kita bisa menulis tentang karakter tokohnya atau situasi dan kondisi yang kita olah ulang sedemikian rupa untuk ditulis. Bisa juga kita membuat resensi film dan dikirimkan ke media.
h. Peristiwa
Setiap saat dan dimanapun kita pasti tak bisa lepas dari peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Nah coba kita pilah-pilah, mana yang kira-kira menarik untuk dijadikan tema tulisan. Peristiwa sehari-hari yang sepertinya biasa saja, tapi bila kita kemas dengan gaya penulisan yang asyik, tentunya menjadi menarik untuk dibaca oleh orang lain.
i. Seni
Seni, baik itu seni lukis, seni musik atau lainnya, merupakan salah satu sumber inspirasi yang kaya makna. Seperti misalnya kalau kita lihat lukisan yang indah. Menggambarkan apa lukisan itu, apa maksud dari goresan lukisan itu, bisa kita jadikan ide untuk menulis.

Inspirasi sering datang tak diundang. Oleh karena itu, segera dokumentasikan setiap inspirasi yang singgah dalam benak kita. Kita menyadari bahwa kemampuan otak kita dalam menampung informasi memang sangat terbatas sehingga kita harus mampu menyiasatinya. Jangan sampai inspirasi yang bagus terbuang sayang hanya gara-gara kita tidak segera mendokumentasikannya. Tuliskan setiap inspirasi yang kita dapatkan! Oleh karena itu, setiap saat jangan lupa membawa alat tulis dan catatan kecil. Atau bisa juga kita memanfaatkan sarana lain, seperti handphone untuk mengabadikan inspirasi kita. Semoga inspirasi-inspirasi itu bisa melahirkan tulisan-tulisan inspiratif juga.

[N]ulis… Nulis... Nulis…
Ada tiga kunci utama untuk menjadi seorang penulis. Kunci pertama, menulis. Kunci kedua, menulis. Kunci ketiga, menulis. Nah, mudah saja kan? Hanya saja seorang penulis kerap terbebani dalam mengawali sebuah tulisan, merasa kesulitan dalam mengembangkan inspirasi atau ide yang didapat ke dalam tulisan yang enak dibaca, atau bingung menuliskan ending dari tulisan. Berikut ada beberapa tips yang semoga bisa membantu kita dalam menulis.
1. Mulailah Menulis Apa Saja
Misal kita akan menulis dengan tema “Isra’ Mi’raj”. Saat menulis, jangan ‘menyiksa diri’ dengan kebingungan harus mulai menulis dari mana. Apa yang sedang dipikirkan saat itu tentang Isra’ Mi’raj, tulis saja! Tak perlu runtut dengan harus menulis dari sejarahnya atau dalil-dalil yang berkenaan dengan peristiwa ini. Kita bisa saja menulis tentang Rasulullah SAW. Lambat laun kita akan menemukan kesesuaian dan alur tulisan kita sehingga akan dihasilkan tulisan yang utuh. Sebelum menulis, ada baiknya kita membuat kerangka tulisan agar tulisan kita terarah dan tidak keluar dari ide dasar atau tema. Saat awal-awal menulis draft, janganlah mengubah kata-kata atau tanda baca. Lupakan dulu tata bahasa, pemilihan kalimat, diksi, dan semua pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah! Kita akan membutuhkannya ditahap selanjutnya. Yang sekarang harus dilakukan adalah mengalirkan semua gagasan yang terpikirkan di otak. Tuliskan semua ide yang bergelora dalam pikiran, tidak masalah kalau ide-ide itu tidak saling berkaitan. 

2. Mencari Waktu yang Tepat
Memilih waktu yang tepat akan sangat membantu kita dalam menulis. Misalnya, kita memilih waktu di tengah malam. Saat suasana hening, akan membuat hati dan pikiran kita menjadi tenang. Pikiran kita bisa fokus dan konsentrasi. Selain itu, dalam setiap aktivitas keseharian kita, ada kalanya kita memiliki waktu luang. Manfaatkan waktu luang itu untuk menorehkan tulisan. Untuk menjadi penulis yang efektif, kita harus mulai berkomitmen terhadap waktu. Pilihlah waktu luang satu-dua jam tiap hari, untuk menulis.
3. Menciptakan Kondisi yang Nyaman
Saat menulis, pilihlah tempat yang membuat kita nyaman dalam menulis. Kurangi sebanyak mungkin gangguan dari luar. Kalau kita suka mendengarkan musik, bisa juga menggunakan musik sebagai backsound selama kita menulis. Belahan kanan otak kita akan menjadi aktif bila terstimulasi oleh musik. Karenanya, pilihlah musik-musik favorit, agar mood menulis tetap terjaga. Hadirnya musik yang sesuai dengan suasana hati, akan membuat tulisan yang kita buat menjadi semakin hidup.
4. Mengedit dan Menulis Ulang
Pada tahap inilah kita bisa mengedit dan menyusun setiap kalimat agar lebih tertata dan sistematis. Ukirlah setiap paragraf, dan pastikan tiap kalimat berada di tempat yang cocok. Ambil thesaurus, lalu cari kata-kata yang seharusnya menggunakan istilah lain. Lihat ensiklopedia, dan masukkan data-data yang sepertinya layak untuk dimasukkan. Perhatikan tata bahasa, dan usahakan tulisan yang dibuat tidak membuat jemu yang membaca.
5. Membaca Ulang
Setelah tulisan sudah terangkai dengan baik, baca ulang dengan teliti! Apakah ada yang perlu ditambahkan lagi? Apakah ada kata-kata yang kurang tepat atau ada kalimat yang salah? Kalau iya, perbaiki kembali tulisan tersebut. Menulis memang butuh kesabaran. Jangan mudah mengeluh!

[T]eruslah Berlatih tanpa Mengenal Letih!
Menulis itu adalah keterampilan. Setiap keterampilan pastinya memerlukan latihan. Latihan yang rutin. Sedikit demi sedikit, tapi sering dilakukan! Latihan dalam menulis memang butuh waktu, maka harus menyiapkan waktu khusus untuk menulis. Jangan menunggu siap. Jangan menunggu mood. Tapi harus menyiapkan waktu dan menyiapkan diri sebaik-baiknya.
Latihan menulis dapat dilakukan seorang diri. Ada baiknya juga bila dilakukan bersama. Misalnya dengan mengikuti pelatihan kepenulisan atau dengan bergabung dalam komunitas penulis. Dengan berlatih bersama dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama, yakni visi untuk menjadi seorang penulis, maka akan bisa membangkitkan semangat kita untuk terus berkarya. Kalau perlu, milikilah seorang writer coach, seseorang yang bisa memandu kita dalam menulis, mengkritisi tulisan kita, dan bisa memberikan kita motivasi untuk terus menulis. 

Menulis jelas membutuhkan motivasi. Bahkan motivasi atau niat dalam menulis ini memegang peranan penting. Sebab, jika kita kehilangan motivasi, segalanya akan ikut hilang. Miliki motivasi positif dalam menulis! Jangan pernah merasa jenuh atau lelah dalam menulis. Karena menulis akan membuat kita kaya. Kaya ilmu, kaya hati, kaya amal, dan bisa juga kaya harta. Dengan menulis, pengetahuan kita akan bertambah karena kita juga dituntut untuk banyak membaca dan mencari inspirasi. Itulah yang dimaksud kaya ilmu. Menulis juga merupakan wujud sedekah. Sedekah memang tak selalu identik dengan uang sebagai sarana yang disedekahkan. Menulis adalah sedekah kata. Kita memberi sesuatu kepada orang lain lewat rangkaian kata yang kita tuliskan. Hal inilah yang membuat seorang penulis menjadi kaya hati karena banyak memberi lewat tulisan-tulisannya. Menulis adalah wujud amal yang bernilai ibadah jika tulisan yang dihasilkan adalah tulisan yang menginspirasi dan menebar kebaikan. Itulah kaya amal. Pintu rezeki banyak macamnya. Tulisan pun bisa mendatangkan rezeki. Misal, jika dibukukan dan banyak diminati serta dibeli pembaca (best seller), tentunya akan mendatangkan banyak pendapatan bagi penulisnya. Penulis pun bisa kaya harta! Akan tetapi, jangan jadikan hal yang satu ini sebagai motivasi utama. Tetaplah menjadi penulis yang bersahaja, yang tetap menjadikan ridha Allah SWT sebagai tujuan utama.

Panggillah rasa lelahmu, dan ajaklah bermain dan bercanda, karena bila lelah itu karena LILLAH, maka insya Allah akan bernilai pahala dan diganjar surga (Burhan Sodiq).

[A]badikan Karya pada Tempatnya
“Khairunnas anfa’uhum linnas” yang artinya “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” Menjadi penulis, mungkin inilah salah satu cara yang menjadikan kita pribadi yang bermanfaat. Tulisan sebagai hasil karya kita tidak ada gunanya kalau hanya untuk konsumsi sendiri, tapi kalau dipublikasikan lewat berbagai media yang ada, maka karya tersebut akan bisa mendatangkan manfaat untuk diri kita dan orang lain. Kalau ada yang baik dalam tulisan itu maka akan menjadi penebar kebaikan dan terhitung sebagai amal jariyah. Sebaik-baik tulisan adalah tulisan yang dipublikasikan (Taufan E. Prast). 

Dewasa ini begitu banyak media yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita, baik itu media cetak maupun elektronik.
1. Media Cetak
Media cetak sekarang banyak ragamnya, baik berupa koran, majalah, buletin, dan lain sebagainya. Banyak peluang terbuka bagi seorang penulis untuk mempublikasikan karyanya lewat media cetak. Tulisan tersebut dapat berupa opini, artikel, resensi, puisi, cerpen, dan lain-lain. Misalnya saja ketika akan memasukkan sebuah puisi di koran mingguan yang menerbitkan puisi seminggu sekali. Maka akan terdapat sekitar empat kesempatan di setiap minggunya. Belum lagi, jika dikalikan banyaknya koran yang sekarang beredar. Banyak sekali kesempatan, tinggal bagaimana kita memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
2. Media Elektronik
Media elektronik yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita juga banyak ragamnya. Blog misalnya. Ada baiknya seorang penulis memiliki blog pribadi karena dengan begitu ia memiliki tempat khusus untuk menyalurkan inspirasi-inspirasinya sekaligus sebagai sarana untuk berlatih menulis. Karena blog bisa diakses banyak orang, tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak juga yang akan memberikan masukan pada tulisan-tulisan kita. Bisa juga lewat catatan di Facebook, bahkan dari status-status yang kita update di Facebook tersebut. Kita bisa menuliskan sesuatu yang inspiratif lewat status Facebook. Tulisan berwujud naskah atau skenario bisa juga terpublikasikan lewat cerita yang ditayangkan di televisi atau film layar lebar. Saat ini banyak film layar lebar atau sinetron yang diangkat dari novel atau tulisan. Sebut saja, ada film Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi, dan Sang Pemimpi. 

Dalam membidik media memang perlu kecermatan dari seorang penulis. Jika ingin menerbitkan tulisannya menjadi sebuah buku, seorang penulis harus cermat dalam memilih penerbit dan memahami persyaratan yang ditetapkan penerbit pada setiap naskah yang masuk pada penerbit tersebut, seperti genre dari penerbit, kriteria tulisan (font, jumlah halaman, spasi, ukuran dan jenis huruf), cara pengiriman naskah (via email atau pos), dan lain-lain. Oleh karena itu, media mapping (pemetaan media) memang penting untuk dilakukan oleh seorang penulis.

Tulislah apa yang ada
Karya adalah anugerah
Tetap menulis sejak kini
Menulislah yang terbaik…

Ya, menulislah yang terbaik. Diawali dengan niat yang baik, dilakukan dengan latihan sebaik-baiknya, dan diabadikan dalam prasasti karya yang terbaik. Menulis bisa menjadi sarana untuk mengubah diri sendiri. Kita juga bisa mengubah paradigma dan akhlak seseorang lewat tulisan-tulisan kita. Menulislah dengan hati. Menulislah dengan CINTA. Jadikan tulisan kita sebagai sesuatu yang pantas untuk kita tinggalkan kelak jika nyawa sudah tak lagi ada. Kita pasti akan mati, tapi semoga karya kita akan abadi dan akan membawa kita ke surga-Nya di akherat nanti. Amin.

***

Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya