ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

2011




Tema besar 2011 :
MEMBANGUN KISAH PENUH MAKNA

Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Lembur


Kamis, 30 Desember 2010 adalah hari yang cukup bersejarah dalam hidupku! Hmm... Pasalnya secara mendadak pada sore harinya ada mandat dari pimpinan untuk LEMBUR! Karena ada peraturan (regulasi) baru yang digulirkan, alhasil harus ada syarat impor yang dicetak. Jumlahnya ribuan!!! Ada 3 orang yang ditunjuk. Aku, Mbak Uli, dan Mas Gun. Salah satu alasan mengapa kami yang ditunjuk adalah karena status kami bertiga masih muda dan SINGLE. Sambil bercanda sih bilangnya... hmmm... Kalau begini caranya pengin segera nikah ajah.. Bismillah... Doakan ya Kawan! jadi kalau udah nikah ntar kan ada alasan untuk pulang sore... Trus kalau lembur kan ada yang jemput... Hehe... ^^v

Akhirnya, jam 10 malam baru keluar kantor. Pulang naik taksi sendirian. Ngeri juga sih, tapi aku yakin Allah selalu bersamaku. Pukul setengah 11 malam alhamdulillah sampai kost juga.
Pengalaman yang cukup berharga, lembur sampai selama itu... Demi tugas negara!
Semoga Allah meridhoi, cukup itu saja harapanku...

-episode curhat Aisya Avicenna- 


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Kupu-Kupu di Dalam Buku

Ketika duduk di stasiun bus, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktek dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang benderang, kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang dipajang terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka berdiri beraturan di depan tempat pembayaran, dan aku bertanya di toko buku negeri mana gerangan aku sekarang.


Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya tentang kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bisa menjawab keingintahuan putrinya, kemudian katanya, “Tunggu mama buka ensiklopedia dulu, yang tahu tentang kupu-kupu,” dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan aku sekarang.


Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di stasiun bus dan ruang tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota, dan desa buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota, dan desa buku dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.
Taufiq Ismail (1996)


Tulisan yang sangat bagus untuk direnungkan!
***

Membaca : Virus yang Menular

 
Teringat beberapa hari yang lalu saat saya berada di Kopaja 502. Sudah menjadi kebiasaan saya kalau pergi kemanapun, selalu ada 2-3 buku yang ada di tas. Alhamdulillah, pagi itu saya mendapat tempat duduk, bersebelahan dengan seorang wanita yang berusia sekitar 30-an tahun. Setelah menunaikan kewajiban sebagai seorang penumpang (baca : bayar ongkos), saya buka tas dan mengeluarkan sebuah buku kemudian khusyuk membacanya. Saya telaah kalimat demi kalimat dari buku motivasi yang sedang saya baca. Kadang, saya terdiam sesaat. Menutup buku itu sambil menyelipkan jari pada halaman yang tengah saya baca. Kemudian saya memandang ke jendela dan merenungkan isi buku tersebut. 


Setelang ‘aksi tafakur’ itu selesai, saya buka kembali buku itu dan lanjut membaca. Kasak-kusuk wanita di sebelah saya, yang awalnya hanya duduk diam dan cenderung melamun, juga membuka tasnya. Agak penasaran, saya meliriknya. Dan apa yang ia keluarkan? Sebuah buku! Tepatnya, novel “Bidadari-Bidadari Surga” karya Tere Liye. Kemudian, ia juga turut membaca. Awalnya saya ingin mengajak diskusi tentang novel itu karena saya sudah membacanya. Akan tetapi, niat itu urung saya lakukan karena saya tak ingin mengganggu konsentrasinya. Karena saya sendiri juga tak mau diganggu kalau saya tengah serius dengan buku-buku saya. 


Hmm, ternyata aktivitas membaca saya pagi itu menjadi ‘virus yang menular’ pada orang lain. Membaca adalah salah satu sarana mengoptimalkan otak kita. Karena dengan membaca, otak kita akan terangsang untuk berpikir. Kemudian akan berimbas pada diri kita untuk bergerak jika hikmah dari bacaan itu bisa kita temukan.
Selamat membaca!


Sayangilah buku, karena ia adalah sahabat yang baik… Dengannya, kita bisa ‘bermanfaat’ dan ‘berbagi manfaat’.


“Khairun naasi anfa’uhum linnaas.”
“Sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain”


Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Persepsi Impian

Alhamdulillah, jam 12 kurang sudah terbangun. Saat ini pukul 00:53, ketika tengah asyik membaca tulisan motivasi dari seorang teman ada pesawat terbang yang melintas di atas kepala saya. Maksudnya di langit sana lho! Langsung saya teringat kisah saya di bulan Mei tahun 2009. Waktu itu saya mengikuti workshop kewirausahaan di UNDIP Semarang bersama Bapak Heppy Trenggono, seorang pengusaha sukses. Dalam workshop itu, semua peserta diminta membuat DREAM BOARD. Sebuah visualisasi impian berjangka 5 tahun yang dibuat dalam bentuk maket.

Salah satu impian yang saya tulis di tahun 2012 adalah : naik pesawat. Hmm, syukur alhamdulillah... pada tahun 2010 ini Allah berkenan memberikan saya kesempatan untuk ‘menjelajah awan’ sebanyak 4 kali. LUAR BIASA! Semua ini karena KEHENDAK ALLAH Swt... Benar saja, seindah apapun rencana kita, rencana Allah itu jauh lebih indah. Kalau di buku mimpi, impian naik pesawat itu terdaftar di impian ke-45. Akhirnya, impian itupun bisa saya coret. Sebuah impian yang pencapaiannya ‘dipercepat’. Sebuah impian yang bisa saya raih atas pertolongan Allah yang Dia ‘titipkan’ pada orang lain.

Pukul 01:03 eh... ada pesawat yang melintas lagi... Hmm, kembali ke masalah impian. Ada lagi yang saya tulis di DREAM BOARD itu. Pada tahun 2010, salah satu impian saya adalah punya income 13 juta per bulan. Wow, angka yang sangat bombastis ya! (minimal menurut saya ^^v). Apakah impian itu sudah terwujud? Jawabannya belum (kalau perhitungannya secara materi). Dan itu berarti, ini adalah ‘impian yang belum menjadi nyata’ atau ‘impian yang tertunda’. Akan tetapi, dalam perspektif yang berbeda, bisa saja saya menilai bahwa impian tersebut ‘sudah menjadi kenyataan’, bahkan ‘jumlahnya lebih dari sekedar yang saya impikan’. 


Secara materi, mungkin penghasilan yang saya dapat dalam waktu sebulan sekitar 1,7 juta. Akan tetapi, secara nonmateri? Contoh sederhananya, saat kita menghirup oksigen. Coba Anda hitung berapa oksigen yang Anda hirup perharinya! Kalikan dengan harga OXYCAN atau tabung oksigen di Rumah Sakit? Tentu jumlahnya akan melampaui angka 13 juta dalam sebulan, kan? Dengan begitu kita akan senantiasa bersyukur dan semakin bersyukur. Dan apa balasan bagi orang yang bersyukur??? Saya yakin Anda sudah tahu jawabannya. ‘Cara kerja’ Allah memang tidak ada yang bisa menduga. So, jadikan itu sebagai motivasi!


Nah, ini yang sama namakan ‘persepsi impian’. Tak jarang kita menganggap impian kita ‘belum dapat dicapai’ karena ‘merasa sulit/tidak mungkin’ dalam mencapainya. Padahal, jika kita sedikit mengubah persepsi kita, kondisi kita akan jauh lebih baik. Pikiran dan perasaan kita akan jauh lebih POSITIF. Kita melihatnya dari ‘kaca mata’ yang berbeda. Sehingga dengan memaknai bahwa impian kita sebenarnya sudah terwujud, hal ini akan memacu kita untuk ‘memperbaiki hasil’ dari impian tersebut agar menjadi ‘lebih nyata’ (baca : tidak abstrak lagi). Apakah suatu saat income saya mencapai 13 jt/bulan? Insya Allah, bisa saja. Bahkan bisa lebih dari kisaran dua angka itu. Jika Allah berkehendak dan jika saya memperjuangkannya!


Beranilah bermimpi!
Beranilah memperjuangkan impian itu!
Pukul 01:21 eh, ada pesawat lagi! Saya akhiri tulisan ini ya... 

Salam SEMANGKA! SEMangat merANGkai KArya!!!
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Antologi Kedua

Sekilas “Cinta Adinda”

Adinda Khoirunnisa. Seorang muslimah perantau yang tengah berjuang mencari pendamping hidup. Suatu hari, Adinda hendak menghadiri pernikahan Adelia, sahabat karibnya di Jogja. Sehari setelah acara pernikahan tersebut, saat cahaya mentari datang… suara gemuruh terburu-buru menyapa pagi. Merapi menggeliat. Awan panas meluncur. Menghambur tak beraturan. Beberapa daerah terkena hujan abu vulkanik. Pagi itu hujan abu turun sampai di bumi Jogja.
Adinda urung kembali ke kota rantaunya. Ia bergegas ke Klaten, menemui sang kakek yang tinggal di sana. Alhamdulillah, kakeknya selamat. Akan tetapi, Merapi semakin mengamuk. Masyarakat diminta meninggalkan rumah. Mereka harus mengungsi. Seorang relawan bergelang merah membantu mereka memapah sang kakek yang lumpuh.
Ternyata gelang merah itu menjadi tanda akhir dari cinta Adinda
Bagaimana kisah Adinda?
Lalu, siapakah relawan bergelang merah itu?

***
Temukan jawabannya di Kumpulan Cerpen “BE STRONG INDONESIA” yang ditulis bersama rekan-rekan yang tergabung dalam #writersforindonesia ini…
Selain cerpen di atas, ada juga 15 cerpen pilihan lainnya… Hmm, penasaran?
1. Tanggal 11 Bulan Juni, penulis Winda Joeanita
2. Matahari Setelah Hujan, penulis: Ninit Yunita
3. Membuka Luka Lama’, penulis: Arif Zunaidi
4. Pelangi, Penulis: Hindraswari Enggar
5. Senja Dalam Senyuman, Penulis: Agustina Wulandari
6. Cinta Adinda, penulis: Aisya Avicenna
7. ‘Hidup dan Daging Rendang’, penulis: Irhayati Harun
8. Jalan simpang dua, penulis: Yudiono
9. ‘Nusantara’, penulis: Andrika Permatasari
10. ‘Semesta Maya’, penulis: Feby Indirani
11. ‘Senyum Kecil dari Sang Cahaya’, penulis: Theresa Levana
12. ‘Rumah Ini’, penulis: echaimutenan
13. Ada Malaikat Pencabut Nyawa, penulis: Ade HK
14. Saat Mencintai Dunia Maya, penulis: Syarifah Bachrum
15. Ketika Jauh, penulis: Triana Dewi
16. Surat Untuk Surya, penulis: Papyruz

Hasil penjualan dari kumpulan cerpen ini akan didonasikan seluruhnya (100%) untuk korban bencana alam di Indonesia, yang akan disalurkan melalui lembaga terpercaya.
Buat teman-teman yang berminat membeli kumpulan cerpen ini sekaligus memberikan donasi bagi saudara-saudara kita yang membutuhkan, silakan SMS ke : 08999344753. Harga : Rp 45.000,-
Format SMS: Nama_Alamat lengkap_Jumlah Pesanan kirim ke 08999344753
Bisa pesan dulu, soal pembayaran… nanti bisa menyusul… (saya konfirmasi via SMS)
Beli buku sekaligus beramal? Yuk, mari…

Be Strong Indonesia!!!
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Pesan Kepala Suku FLP Jakarta (Kang Tef)

Aisya Avicenna dan Taufan E.Prast
“Kalau ingin bisa menulis novel, bacalah novel sebanyak mungkin. “
Setelah pesan ini disampaikan di tengah-tengah kami. Pak ketua bertanya kepada teman-teman kelas novel. Satu per satu. “Kamu, berapa banyak novel yang dibaca bulan ini?”
Mungkin sebagian orang ada yang terkejut dengan pertanyaan ini. Sebagian yang lain ada yang baru menyadari. Mungkin demikian
“Bila ingin menjadi cerpenis, bacalah cerpen secara rutin.”
Pesan ini disampaikan kepada mereka yang berada di kelas cerpen. Kembali pertanyaan yang sama diajukan kepada teman-teman.
“Jika ingin menjadi penulis non fiksi, kembali bacalah sesuai dengan minat masing-masing. Yang suka inspiring story, bacalah tulisan-tulisan inspiring. Mereka yang suka artikel, tingkatkanlah membaca artikel dan seterusnya,”
“Lalu coba pelajari dengan seksama bagaimana mereka semua menulis.”

Pesan Ketua di Taman Surapati, 19 Desember 2010

-copy paste catatan kepsek pramuda 14, Kang Arya~


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Dude, Oki, dan Andy Jadi Q-Genners

Sabtu, 25 Desember 2010 sekitar pukul 07.30 dengan menggunakan bus Trans Jakarta, bersama seorang sahabat kostku, aku pergi ke Universitas Yarsi. Awalnya kita sama-sama tidak tahu lokasinya. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Wew, sampai di sana, ternyata kebanyakan pesertanya adalah ABG (anak-anak SMP dan SMA). Waduh, jadi berasa muda lagi nih! Tapi ada juga mahasiswa, karyawan/wati, dan orang tua. Komplit lah! Jadi ya tidak terlalu nyasar banget...
Acara apa sih?
Acaranya adalah talkshow bersama ustadz Bachtiar Nasir tentang Al-Qur’an dan generasi muda. Penyelenggaranya dari Ar-Rahman Qur’anic Learning Centre (AQL). Tak disangka ternyata ada Dude Herlino (pemeran Syamsul Hadi pada film “Dalam Mihrab Cinta”), Okky Setiana Dewi (pemeran Anna Althafunnisa pada film KCB), dan Andy Arsyil (pemeran Furqon pada film KCB). Walah, ada artis! Pantesan membludak. Tapi, semoga kedatangan para peserta ke acara ini bukan semata-mata karena bintang tamunya artis, tapi karena semangat untuk mencari ilmu serta berazzam untuk menjadikan diri sebagai Generasi Qur’ani.
Ehem, padahal baru kemarin (24 Desember) nonton Dude di film DMC, hari ini bisa bertemu langsung. Hihihi... kembali ke jalan yang benar!

“Q-Genners?” tanya MC
“Yes, We Are!” kami menjawab
“Are You The Next Leader?” tanya MC lagi
“Yes, We Are!” kami kompak menjawab.
Ya, itulah yel-yel kami selama acara ini. Aura semangat memenuhi ruangan aula Universitas Yarsi.
Acara diawali dengan tilawah dan sari tilawah. Dilanjutkan dengan sambutan dari ketua panitia dan perwakilan dari Yarsi. Terus acara intinya deh!
Dude dan Ustadz Bachtiar naik ke panggung. Talkshownya lumayan seru. Ustadz menyampaikan beberapa permasalahan yang sering melanda anak muda zaman sekarang, seperti : free sex, narkoba, rokok, dll. Dude juga menimpali dan memberikan kesaksian bahwa dia juga sempat ditawari narkoba oleh temannya, tapi alhamdulillah dia masih bisa menolaknya. Kalau soal rokok, dude berpendapat bahwa rokok adalah salah satu jalan menuju narkoba. Selain itu, Dude berpendapat, kalau pacaran adalah salah satu penyebab terjadinya free sex. Dalam Al-Qur’an saja dituliskan bahwa mendekati zina saja dilarang. Wah, Dude seperti Syamsul Hadi saja! Kayak ustadz. Sebuah kalimat penutup dari Dude, “Setiap kita memang tidak selalu bisa memberikan hal-hal besar dalam hidup, tapi setiap kita bisa memberikan hal-hal yang kecil dengan cinta yang besar.”

Pada sesi kedua, Ustadz Bachtiar ditemani Okky dan Andy Arsyil. Pada sesi kali ini, Okky dan Andy menceritakan kisah perjalanan hidup mereka yang sangat luar biasa! Ya, setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan dan titik terendah dalam hidupnya. Hanya orang-orang yang yakin akan adanya Allah dan besarnya pertolongan-Nya lah yang akan berhasil keluar dari kemelut dalam hidupnya.

Sebelum acara berakhir, ketiga artis muda di atas mengikrarkan diri menjadi Q-Genners. Allahu akbar!
Reportasenya masih kurang komplit nih!
Insya Allah nanti segera dilengkapi.

Aisya Avicenna

Jalan CINTA Para Penulis




Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa (Aisya Avicenna)

Setiap orang sebenarnya mampu menulis. Seseorang yang buta huruf sekalipun, sebenarnya mampu menulis hanya saja ia tidak berlatih atau dilatih untuk menulis. Setiap manusia yang bisa menulis seharusnya bersyukur akan kemampuannya tersebut. Allah SWT membekali setiap manusia dengan tiga potensi dasar yakni : ruh, akal, dan fisik. Manusia dibekali akal untuk berpikir. Salah satu cara untuk menuangkan buah pikiran adalah dengan menulis. Pikiran merupakan unsur yang paling mendukung dalam menulis. Bisa dikatakan bahwa menulis adalah proses berpikir paling kreatif. Dengan menulis, kita bisa menumpahkan semua beban perasaan kita, sehingga pikiran yang sebelumnya terasa keruh akan bisa menjadi jernih. Selain itu, kita bisa berbagi pengetahuan kepada orang lain sehingga tulisan kita bisa mendatangkan manfaat bagi sesama. Itulah esensi dari suatu ibadah dan menulis adalah salah satu amal ibadah.

Walaupun kelihatannya mudah, pada prakteknya tidak semua orang mudah melakukan aktivitas menulis ini. Banyak di antaranya yang justru mengalami kesulitan pada waktu pertama kali hendak menulis. Terkadang mereka mengalami kebuntuan ide/gagasan, tengah enggan/malas, merasa tidak bisa, tidak berbakat, tidak mampu atau tidak kompeten, takut, dan lain-lain. Jika kita ingin menjadi penulis handal yang produktif dalam berkarya, maka semua hambatan ini harus dikikis habis.
Menjadi seorang penulis handal memang butuh perjuangan. Seorang penulis juga harus ditempa melewati beragam proses yang tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap proses yang ditapaki penuh dengan konsekuensi. Akan tetapi, bukan berarti hal ini menjadi sesuatu yang tidak mungkin dicapai, hanya saja diperlukan kesungguhan dan kerja keras untuk menjadi seorang penulis handal. Berikut dipaparkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang ingin menjadi penulis hebat nan isnpiratif. Kuncinya adalah ‘CINTA’.

[C]ukuplah Allah sebagai Tujuan
Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang mulia. Lalu, apa tugas manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT? Allah SWT menerangkan bahwa tugas manusia di bumi adalah untuk beribadah. "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan." (QS. Adz-Dzariyat [56] : 57). Ibadah dalam Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Melaksanakan semua perintah yang tertulis dalam Al-Qur`an dan As Sunnah serta menjauhkan larangan yang tertulis di dalam keduanya adalah ibadah. Ibadah mencakup semua aktifitas manusia bila diiringi dengan niat yang benar untuk mencapai ridha Allah SWT. Sholat, zakat, dan infaq adalah ibadah. Sampai-sampai memalingkan mata dari pandangan yang harampun termasuk ibadah. Tak ada pemisahan antara ibadah dan aktivitas keduniaan dalam Islam. Semua perbuatan menjadi ibadah di sisi Allah bila diniatkan semata-mata karena mencari dan mencapai ridha-Nya. Hadist 1 Arba’in berikut menjadi pengingat akan esensi niat dalam setiap amal kita.
Dari Amirul Mu’minin Abi Hafsh Umar ibn Al Khaththaab Radhiyallahu ‘Anhu, berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Sesungguhnya amal-amal itu bergantung kepada niatnya. Dan setiap orang memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia (niatkan) hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, nilai suatu perbuatan dalam pandangan Islam dilandasi niatnya, bukan dari hasilnya. Hasil suatu perbuatan berada di tangan Allah SWT dan karenanya ganjaran perbuatan seseorang tidak tergantung pada hasilnya, tetapi pada niat yang ada di dalam hati. Niat yang benar juga harus dilanjutkan dalam amal yang benar pula. Setelah niat seseorang telah lurus, amal yang dilakukan pun tidak boleh melanggar rambu-rambu yang benar. Tidak ada kamus ‘menghalalkan segala cara’ dalam mencapai apa yang diinginkan. Seorang muslim tidak dibenarkan menggunakan cara yang tidak disukai Allah SWT demi mengapai tujuan dan cita-citanya.
Demikian halnya dengan menulis. Aktivitas menulis akan bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata mencari ridha Allah SWT. Merangkai kata demi kata sehingga menghasilkan karya dengan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan itulah visi mulia seorang penulis. Ia menegakkan kalimat Allah melalui pena, menuliskan bait demi bait kebenaran, dengan harapan banyak yang akan terinspirasi dari tulisan itu untuk senantiasa berbuat baik, Karena tiada balasan yang lebih pantas dari kebaikan selain kebaikan pula. Hendaknya setiap penulis selalu memperbaharui niatnya, jangan sampai kehilangan orientasi dalam menulis. Selayaknya setiap penulis meyakinkan dirinya bahwa ia menulis untuk menebarkan kebaikan, saling mengingatkan, dan tentunya mengharapkan ridha-Nya. Saat menulis, jangan berharap adanya popularitas dan keuntungan finansial semata. Memang, dengan menulis hal itu bisa saja kita dapatkan. Tapi yakinlah, saat itu diniatkan pada awalnya dan ternyata berhasil didapatkan, maka kita akan kehilangan satu investasi besar, yakni investasi akhirat.
Telah disebutkan bahwa menulis juga termasuk bagian dari ibadah. Bahkan menjadi suatu amal yang sangat bermanfaat dan menjadi investasi akhirat jika tulisan itu bermuatan pesan moral yang diamalkan oleh orang banyak sehingga bisa mengubah karakter manusia yang kurang baik menjadi bermoral dan berbudi luhur. Nah, dari sini bisa kita lihat betapa pentingnya menulis. Di dalam tulisan bisa kita sampaikan apa saja yang kita mau sehingga orang lain bisa membacanya, mengamalkannya, dan terinspirasi karenanya.

[I]nspirasi Datang, Jangan Dibuang!
Inspirasi adalah nyawa dalam kehidupan kita. Inspirasi bagaikan oase di tengah padang gurun yang meranggas tertelan panas. Ia hadir dalam setiap jiwa manusia dan menjadikannya sebagai penyejuk. Inspirasi bagai nyawa dalam diri seseorang. Ia bisa saja jadi semangat tak berkarat, bagai aliran listrik yang menjalar cepat dan hebat. Ia mampu menghentakkan motivasi. Membangkitkan yang lemah. Mengubah kondisi terbatas menjadi teratas. 

Tidak peduli kita suka menulis, serajin apa kita menulis, selalu ada waktu dimana kita memang membutuhkan inspirasi untuk mendapatkan gagasan atau tema dari tulisan kita. Kebanyakan justru inspirasi didapat dari luar diri kita, karena bisa jadi pikiran kita memang sudah cukup letih atau jenuh untuk menggali topik atau tema apa yang hendak kita tulis.
Inspirasi itu tidak akan datang jika hanya ditunggu. Inspirasi ada karena dicari atau diciptakan. Sumber inspirasi bisa didapat dari mana saja, baik dari internal maupun eksternal penulis.
1. Sumber Internal
Inspirasi bisa datang dari dalam diri penulis. Lewat pemikirannya yang mendalam dari hasil renungan (kontemplasi) yang dilakukannya. Atau bisa melalui kepekaan panca inderanya. Oleh karena itu, seorang penulis harus sensitif terhadap lingkungan sekitarnya. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan seharusnya bisa menjadi inspirasi dahsyat yang bisa melahirkan karya atau tulisan.
2. Sumber Eksternal
Banyak sekali sumber inspirasi yang berasal dari luar. Berikut beberapa sumber inspirasi yang bisa didapat seorang penulis.
a. Al Qur’an
Segala inspirasi ada di dalam Al Qur’an. Jika tidak menemukan inspirasi dari Al Qur’an, bisa jadi kita belum mengenal atau cukup berinteraksi dengan Al Qur’an. Kita boleh mengambil inspirasi dari manapun, selama inspirasi tersebut tidak melanggar syariat dan nilai Al Qur’an. Agama Islam tidak membatasi kita mendapatkan hikmah dari mana pun, selama rujukan utama kita Al Qur’an dan As Sunnah.
b. Siroh Nabawiyah
Sebaik-baik kisah yang patut dijadikan inspirasi adalah kisah Rasulullah SAW, keluarga Rasul, sahabat-sahabat Rasul, dan orang-orang terpilih yang menjadi “kekasih” Allah SWT. Tentunya banyak inspirasi yang bisa kita dapatkan dari kisah mereka.
c. Orang lain
Orang di sekeliling kita bisa dijadikan sumber inspirasi yang menarik. Coba perhatikan mereka, pastinya ada beberapa yang memiliki karakter yang unik. Ini bisa kita gali lebih dalam. Karakter seperti suka marah, bisa kita jadikan tulisan bertemakan sifat marah, bagaimana mengatasinya, dan lain sebagainya. Orang lain yang dimaksud juga bisa berasal dari tokoh inspiratif yang sukses atau bisa juga penulis tenar.
d. Lingkungan
Lingkungan sekitar kita adalah sumber inspirasi yang bagus. Nuansa alam seperti pantai, pegunungan, lembah, dan sebagainya bisa menjadi daya tarik untuk setting tulisan kita. Bahkan lingkungan kumuh di pinggiran kota juga bisa menjadi bahan tulisan.
e. Buku/Bacaan
Menulis dan membaca adalah kebiasaan yang saling tertaut. Banyak wawasan baru yang akan kita dapatkan dengan banyak membaca. Belajar dari karya orang lain sesungguhnya juga membuat kita belajar bagaimana proses kreatif mereka terbentuk. Memperbanyak bahan bacaan akan membuat wawasan kita menjadi lebih luas. Banyak hal baru yang akan kita dapatkan dari membaca, seperti ragam kehidupan dengan segala pernik dan maknanya, penggunaan bahasa dan pemakaian kata-katanya, gaya penulisan dan lain sebagainya. Membaca majalah, koran, novel, cerpen, lirik lagu, puisi, ensiklopedia, buku-buku nonfiksi, peribahasa, komik, atau apa saja juga bisa memicu datangnya inspirasi.
f. Blog
Caranya mudah saja, kita tinggal blog walking ke blog-blog yang bagus. Kita bisa belajar banyak dari proses kreatif penulis blog tersebut atau bisa melihat dari segi ide atau gagasan di setiap tulisan yang ada di blog.
g. Film
Dari film kita juga bisa mendapat banyak inspirasi sebagai bahan tulisan kita, misalnya kita bisa menulis tentang karakter tokohnya atau situasi dan kondisi yang kita olah ulang sedemikian rupa untuk ditulis. Bisa juga kita membuat resensi film dan dikirimkan ke media.
h. Peristiwa
Setiap saat dan dimanapun kita pasti tak bisa lepas dari peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Nah coba kita pilah-pilah, mana yang kira-kira menarik untuk dijadikan tema tulisan. Peristiwa sehari-hari yang sepertinya biasa saja, tapi bila kita kemas dengan gaya penulisan yang asyik, tentunya menjadi menarik untuk dibaca oleh orang lain.
i. Seni
Seni, baik itu seni lukis, seni musik atau lainnya, merupakan salah satu sumber inspirasi yang kaya makna. Seperti misalnya kalau kita lihat lukisan yang indah. Menggambarkan apa lukisan itu, apa maksud dari goresan lukisan itu, bisa kita jadikan ide untuk menulis.

Inspirasi sering datang tak diundang. Oleh karena itu, segera dokumentasikan setiap inspirasi yang singgah dalam benak kita. Kita menyadari bahwa kemampuan otak kita dalam menampung informasi memang sangat terbatas sehingga kita harus mampu menyiasatinya. Jangan sampai inspirasi yang bagus terbuang sayang hanya gara-gara kita tidak segera mendokumentasikannya. Tuliskan setiap inspirasi yang kita dapatkan! Oleh karena itu, setiap saat jangan lupa membawa alat tulis dan catatan kecil. Atau bisa juga kita memanfaatkan sarana lain, seperti handphone untuk mengabadikan inspirasi kita. Semoga inspirasi-inspirasi itu bisa melahirkan tulisan-tulisan inspiratif juga.

[N]ulis… Nulis... Nulis…
Ada tiga kunci utama untuk menjadi seorang penulis. Kunci pertama, menulis. Kunci kedua, menulis. Kunci ketiga, menulis. Nah, mudah saja kan? Hanya saja seorang penulis kerap terbebani dalam mengawali sebuah tulisan, merasa kesulitan dalam mengembangkan inspirasi atau ide yang didapat ke dalam tulisan yang enak dibaca, atau bingung menuliskan ending dari tulisan. Berikut ada beberapa tips yang semoga bisa membantu kita dalam menulis.
1. Mulailah Menulis Apa Saja
Misal kita akan menulis dengan tema “Isra’ Mi’raj”. Saat menulis, jangan ‘menyiksa diri’ dengan kebingungan harus mulai menulis dari mana. Apa yang sedang dipikirkan saat itu tentang Isra’ Mi’raj, tulis saja! Tak perlu runtut dengan harus menulis dari sejarahnya atau dalil-dalil yang berkenaan dengan peristiwa ini. Kita bisa saja menulis tentang Rasulullah SAW. Lambat laun kita akan menemukan kesesuaian dan alur tulisan kita sehingga akan dihasilkan tulisan yang utuh. Sebelum menulis, ada baiknya kita membuat kerangka tulisan agar tulisan kita terarah dan tidak keluar dari ide dasar atau tema. Saat awal-awal menulis draft, janganlah mengubah kata-kata atau tanda baca. Lupakan dulu tata bahasa, pemilihan kalimat, diksi, dan semua pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah! Kita akan membutuhkannya ditahap selanjutnya. Yang sekarang harus dilakukan adalah mengalirkan semua gagasan yang terpikirkan di otak. Tuliskan semua ide yang bergelora dalam pikiran, tidak masalah kalau ide-ide itu tidak saling berkaitan. 

2. Mencari Waktu yang Tepat
Memilih waktu yang tepat akan sangat membantu kita dalam menulis. Misalnya, kita memilih waktu di tengah malam. Saat suasana hening, akan membuat hati dan pikiran kita menjadi tenang. Pikiran kita bisa fokus dan konsentrasi. Selain itu, dalam setiap aktivitas keseharian kita, ada kalanya kita memiliki waktu luang. Manfaatkan waktu luang itu untuk menorehkan tulisan. Untuk menjadi penulis yang efektif, kita harus mulai berkomitmen terhadap waktu. Pilihlah waktu luang satu-dua jam tiap hari, untuk menulis.
3. Menciptakan Kondisi yang Nyaman
Saat menulis, pilihlah tempat yang membuat kita nyaman dalam menulis. Kurangi sebanyak mungkin gangguan dari luar. Kalau kita suka mendengarkan musik, bisa juga menggunakan musik sebagai backsound selama kita menulis. Belahan kanan otak kita akan menjadi aktif bila terstimulasi oleh musik. Karenanya, pilihlah musik-musik favorit, agar mood menulis tetap terjaga. Hadirnya musik yang sesuai dengan suasana hati, akan membuat tulisan yang kita buat menjadi semakin hidup.
4. Mengedit dan Menulis Ulang
Pada tahap inilah kita bisa mengedit dan menyusun setiap kalimat agar lebih tertata dan sistematis. Ukirlah setiap paragraf, dan pastikan tiap kalimat berada di tempat yang cocok. Ambil thesaurus, lalu cari kata-kata yang seharusnya menggunakan istilah lain. Lihat ensiklopedia, dan masukkan data-data yang sepertinya layak untuk dimasukkan. Perhatikan tata bahasa, dan usahakan tulisan yang dibuat tidak membuat jemu yang membaca.
5. Membaca Ulang
Setelah tulisan sudah terangkai dengan baik, baca ulang dengan teliti! Apakah ada yang perlu ditambahkan lagi? Apakah ada kata-kata yang kurang tepat atau ada kalimat yang salah? Kalau iya, perbaiki kembali tulisan tersebut. Menulis memang butuh kesabaran. Jangan mudah mengeluh!

[T]eruslah Berlatih tanpa Mengenal Letih!
Menulis itu adalah keterampilan. Setiap keterampilan pastinya memerlukan latihan. Latihan yang rutin. Sedikit demi sedikit, tapi sering dilakukan! Latihan dalam menulis memang butuh waktu, maka harus menyiapkan waktu khusus untuk menulis. Jangan menunggu siap. Jangan menunggu mood. Tapi harus menyiapkan waktu dan menyiapkan diri sebaik-baiknya.
Latihan menulis dapat dilakukan seorang diri. Ada baiknya juga bila dilakukan bersama. Misalnya dengan mengikuti pelatihan kepenulisan atau dengan bergabung dalam komunitas penulis. Dengan berlatih bersama dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama, yakni visi untuk menjadi seorang penulis, maka akan bisa membangkitkan semangat kita untuk terus berkarya. Kalau perlu, milikilah seorang writer coach, seseorang yang bisa memandu kita dalam menulis, mengkritisi tulisan kita, dan bisa memberikan kita motivasi untuk terus menulis. 

Menulis jelas membutuhkan motivasi. Bahkan motivasi atau niat dalam menulis ini memegang peranan penting. Sebab, jika kita kehilangan motivasi, segalanya akan ikut hilang. Miliki motivasi positif dalam menulis! Jangan pernah merasa jenuh atau lelah dalam menulis. Karena menulis akan membuat kita kaya. Kaya ilmu, kaya hati, kaya amal, dan bisa juga kaya harta. Dengan menulis, pengetahuan kita akan bertambah karena kita juga dituntut untuk banyak membaca dan mencari inspirasi. Itulah yang dimaksud kaya ilmu. Menulis juga merupakan wujud sedekah. Sedekah memang tak selalu identik dengan uang sebagai sarana yang disedekahkan. Menulis adalah sedekah kata. Kita memberi sesuatu kepada orang lain lewat rangkaian kata yang kita tuliskan. Hal inilah yang membuat seorang penulis menjadi kaya hati karena banyak memberi lewat tulisan-tulisannya. Menulis adalah wujud amal yang bernilai ibadah jika tulisan yang dihasilkan adalah tulisan yang menginspirasi dan menebar kebaikan. Itulah kaya amal. Pintu rezeki banyak macamnya. Tulisan pun bisa mendatangkan rezeki. Misal, jika dibukukan dan banyak diminati serta dibeli pembaca (best seller), tentunya akan mendatangkan banyak pendapatan bagi penulisnya. Penulis pun bisa kaya harta! Akan tetapi, jangan jadikan hal yang satu ini sebagai motivasi utama. Tetaplah menjadi penulis yang bersahaja, yang tetap menjadikan ridha Allah SWT sebagai tujuan utama.

Panggillah rasa lelahmu, dan ajaklah bermain dan bercanda, karena bila lelah itu karena LILLAH, maka insya Allah akan bernilai pahala dan diganjar surga (Burhan Sodiq).

[A]badikan Karya pada Tempatnya
“Khairunnas anfa’uhum linnas” yang artinya “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” Menjadi penulis, mungkin inilah salah satu cara yang menjadikan kita pribadi yang bermanfaat. Tulisan sebagai hasil karya kita tidak ada gunanya kalau hanya untuk konsumsi sendiri, tapi kalau dipublikasikan lewat berbagai media yang ada, maka karya tersebut akan bisa mendatangkan manfaat untuk diri kita dan orang lain. Kalau ada yang baik dalam tulisan itu maka akan menjadi penebar kebaikan dan terhitung sebagai amal jariyah. Sebaik-baik tulisan adalah tulisan yang dipublikasikan (Taufan E. Prast). 

Dewasa ini begitu banyak media yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita, baik itu media cetak maupun elektronik.
1. Media Cetak
Media cetak sekarang banyak ragamnya, baik berupa koran, majalah, buletin, dan lain sebagainya. Banyak peluang terbuka bagi seorang penulis untuk mempublikasikan karyanya lewat media cetak. Tulisan tersebut dapat berupa opini, artikel, resensi, puisi, cerpen, dan lain-lain. Misalnya saja ketika akan memasukkan sebuah puisi di koran mingguan yang menerbitkan puisi seminggu sekali. Maka akan terdapat sekitar empat kesempatan di setiap minggunya. Belum lagi, jika dikalikan banyaknya koran yang sekarang beredar. Banyak sekali kesempatan, tinggal bagaimana kita memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
2. Media Elektronik
Media elektronik yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita juga banyak ragamnya. Blog misalnya. Ada baiknya seorang penulis memiliki blog pribadi karena dengan begitu ia memiliki tempat khusus untuk menyalurkan inspirasi-inspirasinya sekaligus sebagai sarana untuk berlatih menulis. Karena blog bisa diakses banyak orang, tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak juga yang akan memberikan masukan pada tulisan-tulisan kita. Bisa juga lewat catatan di Facebook, bahkan dari status-status yang kita update di Facebook tersebut. Kita bisa menuliskan sesuatu yang inspiratif lewat status Facebook. Tulisan berwujud naskah atau skenario bisa juga terpublikasikan lewat cerita yang ditayangkan di televisi atau film layar lebar. Saat ini banyak film layar lebar atau sinetron yang diangkat dari novel atau tulisan. Sebut saja, ada film Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi, dan Sang Pemimpi. 

Dalam membidik media memang perlu kecermatan dari seorang penulis. Jika ingin menerbitkan tulisannya menjadi sebuah buku, seorang penulis harus cermat dalam memilih penerbit dan memahami persyaratan yang ditetapkan penerbit pada setiap naskah yang masuk pada penerbit tersebut, seperti genre dari penerbit, kriteria tulisan (font, jumlah halaman, spasi, ukuran dan jenis huruf), cara pengiriman naskah (via email atau pos), dan lain-lain. Oleh karena itu, media mapping (pemetaan media) memang penting untuk dilakukan oleh seorang penulis.

Tulislah apa yang ada
Karya adalah anugerah
Tetap menulis sejak kini
Menulislah yang terbaik…

Ya, menulislah yang terbaik. Diawali dengan niat yang baik, dilakukan dengan latihan sebaik-baiknya, dan diabadikan dalam prasasti karya yang terbaik. Menulis bisa menjadi sarana untuk mengubah diri sendiri. Kita juga bisa mengubah paradigma dan akhlak seseorang lewat tulisan-tulisan kita. Menulislah dengan hati. Menulislah dengan CINTA. Jadikan tulisan kita sebagai sesuatu yang pantas untuk kita tinggalkan kelak jika nyawa sudah tak lagi ada. Kita pasti akan mati, tapi semoga karya kita akan abadi dan akan membawa kita ke surga-Nya di akherat nanti. Amin.

***

Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Dalam Mihrab Cinta



Stasiun Pekalongan. Itulah permulaan setting dari film ini. Berlanjut diarahkan ke dalam kereta yang akan menuju Kediri, dan kisah itu pun dimulai. Di dalam kereta itu, duduklah seorang muslimah cantik berjilbab ungu yang sedang menangis. Selang berapa lama, masuklah sosok pemuda berambut gondrong sebahu. Pemuda gondrong itu mencocokkan tiket dan tempat duduknya di kereta itu, dan ternyata ia duduk bersebelahan dengan muslimah itu.
Kehadiran pemuda gondrong itu mengejutkan sang muslimah. Buru-buru pemuda itu mengatakan kalau ia adalah orang baik-baik, kebetulan ia duduk di situ dan ia menawarkan kepada sang muslimah untuk memilih duduk di dekat jendela atau tetap di tempatnya sekarang. Muslimah cantik itu akhirnya bergeser. Sang pemuda meletakkan tasnya di bagasi atas kemudian ia duduk di samping sang muslimah.

Saat kereta masih melaju, pemuda gondrong itu berpindah tempat di bangku sebelah yang sudah kosong karena penumpangnya sudah turun. Baru beberapa saat memejamkan mata, pemuda gondrong itu melihat seorang bapak yang hendak mengambil tas milik sang muslimah. Si pemuda gondrong langsung menghardik sang pencuri. Muslimah berjilbab ungu itu terbangun. Tambah kaget ketika sebilah pisau terarah padanya.
Ya, pencuri itu mengancam akan menusuknya kalau pemuda gondrong itu berbuat macam-macam.


Terjadi perkelahian. Telapak tangan sang pemuda sempat terkena pisau. Berdarah. Pencuri berhasil kabur. Muslimah itu segera membebat tangan pemuda gondrong yang terluka dengan sapu tangannya. Pemuda gondrong itu bercerita kalau ia akan nyantri di Pesantren Al-Furqon, Kediri yang ternyata pesantren tersebut adalah milik ayah sang muslimah berjilbab ungu. Subhanallah...

Sampailah mereka di Stasiun Kediri. Di pintu keluar, mereka saling menyebutkan nama. Pemuda gobdrong itu bernama Syamsul Hadi (Dude Herlino) dan sang muslimah berjilbab itu bernama Zidna Ilma atau Zizi (Meyda Sefira). Zizi pulang ke Kediri karena mendapat kabar kalau ayahnya meninggal dunia.

Kehidupan pesantren sangat dinikmati oleh Syamsul, sampai akhirnya ia dituduh sebagai pencuri oleh sahabatnya sendiri, Burhan (Boy Hamzah). Waktu itu, Syamsul dan Burhan hendak makan bersama, tapi dompet Burhan ketinggalan di kamarnya dan ia meminta Syamsul untuk mengambilnya. Syamsul akhirnya mengambil dompet Burhan di dalam almari, saat itu ternyata teman-teman pesantren yang bertugas sebagai bagian keamanan tengah berjaga di dalam kamar Burhan. Syamsul dituduh mencuri. Ia diarak, dipukuli, dan dimasukkan ke dalam gudang. Hilangnya beberapa uang di pesantren memang menimbulkan keresahan, sehingga saat Syamsul ketahuan membuka almari Burhan dan mengambil dompetnya, anggapan mereka Syamsul-lah pencuri yang tengah dicari selama ini.

Saat dimintai menjadi saksi, ternyata Burhan mangkir kalau dialah yang menyuruh Syamsul mengambil dompetnya. Syamsul bersumpah bahwa dia bukan pencurinya. Burhan juga bersumpah bahwa apa yang dikatakannya barusan adalah benar. Padahal maksud Burhan, yang dikatakannya barusan adalah : “Penjahat pasti akan melakukan segala cara untuk menutupi kejahatannya.” (kalau yang sudah baca novelnya, pasti ngeh saat adegan ini).

Digundhuli. Itulah hukuman yang dijatuhkan pada Syamsul. Tak hanya itu, Syamsul didepak dari pesantren. Ayahnya (El Manik) datang menjemput. Marah-marah. Sampai di rumah, Syamsul masih dihujani kemarahan oleh sang ayah dan kakak-kakaknya. Hanya ibu (Ninik L. Karim) dan adik perempuannya, Nadia (Tsania Marwah) yang membela.

“Ya Allah, kalau keluarga sendiri sudah tidak percaya... Apa gunanya hidup?” Begitulah kira-kira doa Syamsul dalam keterpurukannya. Keesokan harinya Nadia menemukan sepucuk surat yang ditinggalkan Syamsul. Syamsul pergi dari rumah. Ibundanya syok. Tetapi, sang ayah membiarkannya.
Syamsul pun sampai di kota Semarang. Ia makan di pinggir jalan.. Pada adegan inilah lagu berikut terlantun manis...

Terhempas aku dalam fitnah
Yang mendera jiwa dan mencebik sukma
Tetapi ku tak tentu arah
Hingga sebekas menguntum langgaku
Dalam mihrab cinta ku regup firman-Nya
Terangi jalanku ku sujud pada-Nya
Dalam mihrab cinta prahara dan asa
Putus duka lara ku pasrah pada-Nya
Ku berdiam dendam yang membara
Ku pasrahkan semua pada yang kuasa
Ku yakin tiada satu jua hentikan kuasa-Nya
Untuk mengubah segalanya
Dalam mihrab cinta ku regup firman-Nya
Terangi jalanku ku sujud pada-Nya
Dalam mihrab cinta prahara dan asa
Putus duka lara ku pasrah pada-Nya
(Rino – Prahara dan Asa)


Uang di dompet Syamsul tinggal beberapa ribu rupiah. Akhirnya, ia nekat mencopet di dalam bus. Ketahuan. Ia dikejar-kejar penumpang dan beberapa orang yang berada di sekitar lokasi. Syamsul dihajar dan diserahkan ke kantor polisi. Ia menginap di hotel prodeo. Wajahnya menghias koran lokal. Dan sampai jua di Pekalongan. Keluarganya membaca koran tersebut. Sang ayah merutukinya. Ibunda dan Nadia masih belum percaya, karena nama pencuri yang disebut dalam koran itu bukan Syamsul, tapi Burhan.
Di hotel prodeo itulah, Syamsul mendapatkan ‘petuah bijak’ dari dua orang yang katanya ‘pencopet handal’. Salah satu dari mereka berkata, “Kalau mau jadi pencopet itu mentalnya harus kuat. Terus, jangan mencopet lebih dari dua kali pada hari yang sama.” Hihi, lucu banget waktu bagian ini... Dalam mencopet juga ada ‘rumus’nya ternyata.

Nadia menjenguk Syamsul di penjara. Nadia masih tak percaya kalau kakaknya benar-benar menjadi pencopet sekarang. Syamsul menjelaskan pada Nadia kalau hal itu dilakukannya karena terpaksa. Atas permintaan Syamsul, akhirnya Syamsul dibebaskan Nadia. Syamsul akhirnya menghirup udara kebebasannya. Saat tengah asyik berjalan bersama Nadia, tiba-tiba Syamsul berlari dan naik ke sebuah angkot, meninggalkan Nadia. Nadia menangis dan terduduk di pinggir jalan. Dari pintu angkot, Syamsul sempat berteriak menyuruh Nadia pulang saja.

Patung selamat datang... Ternyata Syamsul merantau ke Jakarta.. Pada adegan ini, lagunya Afgan terlantun...

Demi cinta ku pergi
Tinggalkanmu relakanmu
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati
Suatu saat ku kan kembali
Sungguh sebelum aku mati
Dalam mihrab cinta ku berdoa semoga

Suatu hari kau kan mengerti
Siapa yang paling mencintai
Dalam mihrab cinta ku berdoa pada-Nya

Karena cinta ku ikhlaskan
Segalanya kepada-Nya
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati

Suatu saat ku kan kembali
Sungguh sebelum aku mati
Dalam mihrab cinta ku berdoa semoga

Suatu hari kau kan mengerti
Siapa yang paling mencintai
Dalam mihrab cinta ku berdoa padaNya
(Afgan – Dalam Mihrab Cinta)


Di ibukota, Syamsul tinggal di sebuah kontrakan kecil. Ia mencoba melamar pekerjaan, tapi gagal dan gagal lagi. Akhirnya, terpaksa ia mencopet. Uniknya, Syamsul mencatat identitas dan jumlah uang yang dicopetnya pada sebuah buku khusus. Sampai akhirnya, ia juga menemukan foto gadis yang dicopetnya (Silvy – Asmirandah) bersama Burhan (teman pesantren yang memfitnahnya). Mengetahui hal itu, Syamsul pun memiliki niat untuk “membongkar” rahasia Burhan pada Silvy.

Bermodal KTP Silvy, dengan mengenakan sepeda motor yang dipinjamnya, Syamsul menuju perumahan elite. Saat mau memasuki lokasi perumahan, Syamsul diduga sebagai ustadz (guru ngajinya Della) oleh satpam yang menjaga. Ya, karena waktu itu Syamsul memang mengenakan peci putih dan sangat santun.
Seharusnya, Syamsul akan ke rumah Silvy. Tapi ia memilih untuk mengunjungi rumah si kecil Della. Tak disangka, Syamsul diterima sebagai guru ngajinya Della. Tambah terkejut lagi, ternyata Silvy adalah guru privat Matematikanya Della.

Sampai di sini, aku senyum-senyum sendiri. Yang satu jago matematika, yang satu jago ngaji... Hihihi... (dasar Thicko! –sensor-)

Silvy akhirnya tahu siapa Burhan sebenarnya. Ia menolak lamaran Burhan. Burhan ternyata sudah dikeluarkan dari pesantren karena ternyata ia adalah seorang pencuri dan dengan keji memfitnah Syamsul.
Syamsul bertaubat. Ia sungguh-sungguh berdoa pada Allah agar mengampuninya. Kehidupan Syamsul berubah. Ia menjadi ustadz yang cukup terpandang. Hasil copetannya ia pulangkan kepada pada pemiliknya via pos. Tak lupa ia juga membelikan jilbab buat ibu dan Nadia. Pada Silvy, Syamsul akhirnya mengaku kalau dialah yang mencuri dompetnya. Silvy menangis saat mengetahuinya, tapi ibunya (Elma Theana) tetap menyukai Syamsul dan mengharapkan Syamsul bisa menjadi menantunya.

Syamsul menjadi ustadz yang cukup dikenal. Ia masuk TV, keluarganya melihatnya. Bahagia... bersyukur...Akhirnya, sang ibu dan adiknya menemui Syamsul ke Jakarta. Zizi dan kakaknya (pimpinan pesantren) juga turut serta. Saat itulah keluarga Silvy juga datang. Pada waktu Zizi hendak pulang, tasnya ketinggalan di rumah Syamsul, saat itulah Zizi mendengar penuturan Ayah dan ibu Silvy yang berniat menjadikan Syamsul sebagai menantunya. Zizi patah hati...

Syamsul akhirnya akan menikah dengan Silvy. Beberapa hari sebelum hari bahagia itu datang, Allah berkehendak lain. Silvy mengalami kecelakaan. Ia meninggal. Syamsul sangat syok. Ayah Silvy (Izur Muchtar) sempat meminta Syamsul menikahi jasadnya. Oh...

Syamsul  kembali ke Pekalongan. Ia masih belum bisa melupakan Silvy. Suatu hari Zizi datang dan membawakan oleh-oleh dari Kediri. Zizi turut prihatin dengan kondisi Syamsul. Beberapa hari kemudian, kakak Zizi datang untuk menyampaikan maaf sekaligus mengundang Syamsul untuk datang ke pesantren di Kediri, selain itu juga meminta Syamsul bersedia menikah dengan Zizi.


Akhirnya, Syamsul datang ke Kediri. Saat itu, Syamsul bilang.. “Saya datang ke sini dengan dua misi...” Hihi, aku geli juga mendengar penuturan Syamsul. Ya, misi pertama adalah silaturahim ke ‘mantan’ pesantren yang sempat mengeluarkannya. Dan misi kedua adalah untuk melamar Zizi...

Happy Ending deh...

Film ini memang diadaptasi dari novel “Dalam Mihrab Cinta” karya Habiburahman El-Shirazy (Kang Abik). Ada yang berbeda dengan film ini dibanding film-film sebelumnya yang juga diadaptasi dari novel Kang Abik (Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2). Pada film ini, tokoh utama (Syamsul Hadi), tidak tercermin sebagai tokoh yang ‘sempurna’ (seperti Fahri dan Azzam). Film yang juga disutradarai Kang Abik ini menampilkan kisah yang begitu bagus dan memang mencerminkan realitas sosial di sekeliling kita. Nasihat yang ada dalam film ini juga menyentuh sekali.

Beberapa hikmah yang bisa didapat dari film ini :
1. Tetap berkata jujur apapun keadaan kita. Meski kita difitnah, yakinlah bahwa Allah Maha Tahu segalanya. “Becik ketitik olo ketoro”. Setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya.
2. Apa yang kita dapatkan adalah implikasi dari apa yang telah kita berikan. Jika kita memberikan ‘kebaikan’, maka ‘kebaikan’ pulalah yang kita dapatkan.
3. Saat kita sudah sukses, jangan melupakan orang-orang yang berada di balik kesuksesan kita, terlebih keluarga kita.
4. Tak hanya saat melakukan kesalahan, sebaiknya kita senantiasa memohon ampunan pada Allah Swt. Karena bisa jadi saat kita menilai perbuatan kita sudah baik (dalam pandangan kita), ternyata perbuatan itu tidak ada nilainya di hadapan Allah. Istighfar, itulah salah satu obat hati.
5. Tentang jodoh, memang belum tentu seseorang yang ‘baru akan’ menikah dengan kita, itu benar-benar jodoh yang dipilihkan Allah. Jodoh itu misterius, hadirnya tak terduga. Semua sudah diatur-Nya sedemikian rupa. Tidak akan datang terlambat atau terlampau cepat, jodoh kita akan datang pada saat yang tepat!
6. “Karena sebaik-baik rencana, tetap rencana-Nya yang terbaik”. Begitulah kata Syamsul Hadi dalam film itu. So, selalu positive thinking yuk pada Allah...
7. Dll.... Bagi yang sudah nonton, silakan ditambahkan sendiri... ^^v

NB : Buat saudari-saudariku yang rebutan tissu saat menonton ini, jangan lupa kisah kita hari itu ya...Semoga kita bisa mengambil hikmah dari film ini (Kalibata, 24 Desember 2010)

Tak pernah terlintas di benakku
Saat pertama kita bertemu
Sesuatu yang indah
Tumbuh dalam gundah
Harum dan merekah
Tulus hatimu membuka mataku
Tegar jiwamu hapus raguku
Membuncah di hati
Harapan yang suci
Menyatukan janji
Bunga-bunga cinta indah bersemi
Di antara harap pinta pada-Nya
Tuhan tautkanlah cinta di hati
Berpadu indah
Dalam mihrab cinta...
(Asmirandah dan Dude Herlino – Bunga-Bunga Cinta)


Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Maaf, Aku Menolakmu karena Mencintainya!


“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya meminang,” kata Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi, “Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki shalih yang datang meminang putri seseorang.

“Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” Di sini Rasulullah mengabarkan sebuah ancaman atau konsekuensi jika pinangan lelaki shalih itu ditolak oleh pihak yang dipinang. Ancamannya disebutkan secara umum berupa fitnah di muka bumi dan meluasnya kerusakan.


Bisa jadi perkataan Rasulullah ini menjadi hal yang sangat berat bagi para orangtua dan putri-putri mereka, terlebih lagi jika ancaman jika tidak menurutinya adalah fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi. Kita bisa mengira-ngira jenis kerusakan apa yang akan muncul jika seseorang yang berniat melamar seseorang karena mempertahankan kesucian dirinya dan dihalang-halangi serta dipersulit urusan pernikahannya. Inilah salah satu jenis kerusakan yang banyak terjadi di dunia modern ini, meskipun banyak di antara mereka tidak meminang siapapun.


Mari kita belajar tentang pinangan lelaki shalih dari kisah cinta sahabat Rasulullah dari Persia, Salman Al Farisi. Dalam Jalan Cinta, Salim A Fillah mengisahkan romansa cintanya. Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang muslimah shalihah dari Madinah. Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah, Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.
“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak perempuan, “Adalah Abud Darda’.”
“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya, Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu. Jantungnya berdebar.


“Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud Darda’ dengan fasih dan terang.
“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Yang dipinang pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan debaran hati yang tak pasti.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman.”
Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini. Sebuah penolakan pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu. Rasa itu hanya satu arah saja, bukan sepasang.


Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi Rasulullah berkata tentangnya, “Salman Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.” Lelaki yang bertekad kuat untuk membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan Islam dengan gemilang. Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai, sendirian. Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali sekadar saja. Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga. Lelaki shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya.


Salman ditolak. Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan perkataannya. Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud Darda’. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak.


Ada juga kisah cinta yang lain. Abu Bakar Ash Shiddiq meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia ingin mempererat kekerabatannya dengan Sang Rasul dengan pinangan itu. Saat itu usia Fathimah menjelang delapan belas tahun. Ia menjadi perempuan yang tumbuh sempurna dan menjadi idaman para lelaki yang ingin menikah. Keluhuran budi, kemuliaan akhlaq, kehormatan keturunan, dan keshalihahan jiwa menjadi penarik yang sangat kuat.


“Saya mohon kepadamu,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah sebagaimana dikisahkan Anas dalam Fatimah Az Zahra, “Sudilah kiranya engkau menikahkan Fathimah denganku.” Dalam riwayat lain, Abu Bakar melamar melalui putrinya sekaligus Ummul Mukminin Aisyah.
Mendapat pinangan dari lelaki shalih itu, Rasulullah hanya terdiam dan berpaling. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” kata beliau dalam riwayat lain. “Hai Abu Bakar, tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Yang terakhir ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. Maksud Rasulullah dengan menunggu keputusan adalah keputusan dari Allah atas kondisi dan keadaan itu, apakah menerima pinangan itu atau tidak.

Ketika Umar bin Khathab mendengar cerita ini dari Abu Bakar langsung, ia mengatakan, “Hai Abu Bakar, beliau menolak pinanganmu.”


Kemudian Umar mengambil kesempatan itu. Ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan pinangannya untuk menikahi Fathimah binti Muhammad. Tujuannya tidak terlalu berbeda dengan Abu Bakar. Bahkan jawaban yang diberikan Rasulullah kepada Umar pun sama dengan jawaban yang diberikan kepada Abu Bakar. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” ujar beliau. “Tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah.


Ketika Abu Bakar mendengar cerita ini dari Umar bin Khathab langsung, ia mengatakan, “Hai Umar, beliau menolak pinanganmu.”


Kita bisa membayangkan itu? Dua orang lelaki paling shalih di masa hidup Rasulullah pun ditolak pinangannya. Abu Bakar adalah sahabat paling utama di antara seluruh sahabat yang ada. Kepercayaannya kepada Islam dan kerasulan begitu murni, tanpa reverse ataupun setitis keraguan. Karena itulah ia mendapat julukan Ash Shiddiq. Ia adalah lelaki yang disebutkan Al Qur’an sebagai pengiring jalan hijrah Rasulullah di dalam gua. Ia adalah dai yang banyak memasukkan para pembesar Mekah dalam pelukan Islam. Ia adalah pembebas budak-budak muslim yang senantiasa tertindas. Ia adalah lelaki yang menginfakkan seluruh hartanya untuk jihad, dan hanya menyisakan Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh keluarganya. Ia adalah orang yang ingin diangkat sebagai kekasih oleh Rasulullah. Ia adalah salah satu lelaki yang telah dijamin menginjakkan tumitnya di kesejukan taman jannah. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.


Sementara, siapa tidak mengenal lelaki shalih lain bernama Umar bin Khathab. Ia adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan. Ia dan Hamzah lah yang telah mengangkat kemuliaan kaum muslimin di masa-masa awal perkembangannya di Mekah. Ia lelaki yang seringkali firasatnya mendahului turunnya wahyu dan ayat-ayat ilahi kepada Rasulullah. Ia adalah lelaki yang dengan keberaniannya menantang kaum musyrikin saat ia akan berangkat hijrah, ia melambungkan nama Islam. Ia lelaki yang sangat mencintai keadilan dan menegakkannya tatkala ia menggantikan posisi Rasulullah dan Abu Bakar di kemudian hari. Ia pula yang di kemudian hari membuka kunci-kunci dunia dan membebaskan negeri-negeri untuk menerima cahaya Islam. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.


Mari kita simak kenapa pinangan dua lelaki shalih ini ditolak Rasulullah. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib datang menemui Rasulullah. Shahabat-shahabatnya dari Anshar, keluarga, bahkan dalam sebuah riwayat termasuk pula dua lelaki shalih terdahulu mendorongnya untuk datang meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia menemui Rasulullah dan memberi salam.
“Hai anak Abu Thalib,” sapa Rasulullah pada Ali dengan nama kunyahnya, ”Ada perlu apa?”


Simaklah jawaban lugu yang disampaikan Ali kepada Rasulullah sebagaimana dinukil Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah,” katanya lirih hampir tak terdengar. Dengar dan rasakan kepolosan dan kepasrahan dari setiap diksi yang terucap dari Ali bin Abi Thalib itu. Kepolosan dan kepasrahan seorang pecinta akan cintanya yang demikian lama. Ia menggunakan pilihan kata yang sangat lembut di dalam jiwa, “Terkenang.” Kata ini mewakili keterlamaan rasa dan gelora yang terpendam, bertunas menembus langit-langit realita, transliterasi rasa.


“Ahlan wa sahlan!” kata Rasulullah menyambut perkataan Ali. Senyum mengiringi rangkaian kata itu meluncur dari bibir mulia Rasulullah. Kita tidak usah sebingung Ali memahami jawaban Rasulullah. Jawaban itu bermakna bahwa pinangan Ali diterima oleh Rasulullah seperti yang dipahami rekan-rekan Ali.


Mari kita biarkan Ali dengan kebahagiaan diterima pinangannya oleh Rasulullah. Mari kita melihat dari perspektif yang lebih fokus untuk memahami penolakan pinangan dua lelaki shalih sebelumnya dan penerimaan lelaki shalih yang ini. Kita boleh punya pendapat tersendiri tentang masalah ini.


Ketika Rasulullah menjelaskan alasan kepada Abu Bakar dan Umar berupa penolakan halus, kita tidak bisa menerimanya secara letter lijk. Sebab bisa jadi itu adalah bahasa kias yang digunakan Rasulullah. Misalnya ketika Rasulullah mengatakan bahwa Fathimah masih kecil, tentu saja ini tidak bisa diterjemahkan sebagai kecil secara harfiah, sebab saat itu usia Fathimah sudah hampir delapan belas tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk ukuran masa itu dan bangsa Arab. Sementara Rasulullah sendiri berumah tangga dengan Aisyah pada usia setengah usia Fathimah saat itu. Maka, kita harus memahami kalimat penolakan itu sebagai bahasa kias.


Saat Rasulullah meminta Abu Bakar dan Umar bin Khathab untuk menunggu keputusan, ini juga diterjemahkan sebagai penolakan sebagaimana dipahami dua lelaki shalih itu. Jadi, pernyataan Rasulullah itu bukan pernyataan untuk menggantung pinangan, sebab jika pinangan itu digantung, tentu saja Umar dan Ali tidak boleh meminang Fathimah. Pernyataan itu adalah sebuah penolakan halus.


Atau bisa jadi, saat itu Rasulullah punya harapan lain bahwa Ali bin Abi Thalib akan melamar Fathimah. Beliau tahu sebab sejak kecil Ali telah bersamanya dan banyak bergaul dengan Fathimah. Interaksi yang lama dua muda mudi sangat potensial menumbuhkan tunas cinta dan memekarkan kuncup jiwanya. Ini dibuktikan dari pernyataan Rasulullah untuk meminta dua lelaki shalih itu menunggu keputusan Allah tentang pinangannya. Jadi, dalam hal ini kemungkinan Rasulullah mengetahui bahwa putrinya dan Ali telah saling mencintai. Sehingga Rasulullah pun punya harapan pada keduanya untuk menikah. Rasulullah hanya sedang menunggu pinangan Ali. Di masa mendatang sejarah membuktikan ketika Ali dan Fathimah sudah menikah, ia berkata kepada Ali, suaminya, “Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda.” Saya yakin kita tahu siapa yang dimaksud oleh Fathimah. Ini perspektif saya.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan singkat Ali, “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah.” Satu kalimat itu sudah mewakili apa yang diinginkan Ali. Rasulullah sangat memahami ini. Beliau adalah seseorang yang sangat peka akan apa-apa yang diinginkan orang lain dari dirinya. Beliau memiliki empati terhadap orang lain dengan demikian kuat. Beliau memahami bentuk sempurna keinginan seseorang seperti Ali dengan beberapa kata saja.


Dan jawaban Rasulullah pun menunjukkan hal yang serupa, “Ahlan wa sahlan!” Ungkapan sambutan selamat datang atas sebuah penantian.


Jadi, dengan perspektif ini, kita akan memahami bahwa lelaki shalih yang datang untuk meminang bisa ditolak pinangannya, tanpa akan menimbulkan fitnah di muka bumi ataupun kerusakan yang meluas. Wanita shalihah yang dipinang Salman Al Farisi telah menunjukkan kepada kita, bahwa ia mencintai Abud Darda’ dan menolak pinangan lelaki shalih dari Persia itu. Rasulullah pun telah menunjukkan pada kita bahwa ia menolak pinangan dua lelaki tershalih di masanya karena Fathimah mencintai lelaki shalih yang lain, Ali Bin Abu Thalib. Di sini, kita belajar bahwa cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.


Mari kita dengarkan sebuah kisah yang dikisahkan Ibnu Abbas dan diabadikan oleh Imam Ibnu Majah. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. “Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Seorang anak yatim perempuan yang dalam tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan ada yang miskin.”


“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki yang miskin.” Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah, “Tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi.”


Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini, perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api. Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.


“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir Risalah, “Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah.” Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam bingkai pernikahan.


Dengan maksud yang serupa, Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran. Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah.

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.
Sumber : www.dakwatuna.com
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya