ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.
Tampilkan postingan dengan label Dunia Muslimah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dunia Muslimah. Tampilkan semua postingan

NHW #2 INDIKATOR PROFESIONALISME PEREMPUAN


Alhamdulillah memasuki pekan kedua di kelas matrikulasi Institut Ibu Profesional dengan materi “Menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga”. Nah nice home work-nya tentang indikator profesionalisme seorang perempuan dalam perannya sebagai individu, istri, dan ibu.

NHW #1 ADAB MENUNTUT ILMU




NHW#1_Etika Suryandari_IIP Depok 


Setelah mengikuti pertemuan perdana dan diskusi pada Matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP) Depok yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2017 kemarin, saatnya mengerjakan Nice Home Work (NHW). 

Jejak Impian Menjadi Ibu Profesional



Bismillahirrahmanirrahiiim... 

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur akhirnya bisa gabung di grup WA Ibu Profesional Depok. Saat ini sedang tahap pra matrikulasi IIP Depok Batch 4. Masyaa Allah, rasanya bahagia banget bisa gabung dengan para bunda yang luar biasa. Sebagian besar sudah memiliki buah hati, tak hanya 1 malah ada yang sudah 4. Semoga ini menjadi langkah awal bagi diri ini untuk bisa mengambil inspirasi sebanyak-banyaknya dari para bunda semua.

Tahun ini adalah tahun kelima pernikahan saya, menjadi tahun kelima penantian saya juga untuk mendapatkan amanah buah hati dari Allah. Insya Allah saya dan suami sudah melewati aneka ikhtiar untuk mendapatkan buah hati yang dinanti, tapi mungkin menurut Allah memang belum saatnya dititipi. Tak apa, bagi kami, masa penantian adalah masa untuk membangun kesiapan. Dan kesiapan butuh persiapan kan? Nah, salah satu persiapan saya untuk menjadi seorang ibu yang baik adalah dengan gabung di kelas Ibu-Ibu Profesional. Semoga bekal semakin banyak hingga kelak di waktu yang tepat dan terbaik menurut-Nya, saat anak-anak yang lucu dititipkan-Nya, saya bisa mengaplikasikan ilmu yang didapat dengan baik.

Semoga menggali ilmu menjadi ibu lewat IIP ini tercatat sebagai salah satu ikhtiar terwujudnya impian saya untuk benar-benar menjadi ibu.

Aamiin yaa Rabbal 'alaamiin...


Salam cinta,
Etika 'Aisya Avicenna'
Calon ibu profesional :)

Janji Allah Bagi Orang yang Akan Menikah


Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan. 
Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku… 

1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (QS. An Nuur : 26) 
Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin. 

2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An Nuur: 32) 

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”. 

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rzjeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya? 

3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160) 

Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang. 

4. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar Ruum : 21) 

5. “Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ”. (QS. Al Mu’min : 60) 

Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan seterusnya. 

Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dll. 

Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdoa. Diantaranya adalah berdoa pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia, pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dll. 

Perhatikan juga penghalang terkabulnya doa. Diantaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dan lain-lain. 

Manfaat lain dari berdoa berarti kita meyakini keberadaan Allah, mengakui bahwa Allah itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Maha Kaya, mengakui bahwa Allah Maha Mendengar, dst. 

Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

“Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam”. (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad). 

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35). 

Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim). 

6. ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (QS. Al Baqarah : 153) 
Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid’ah-bid’ah. 

7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Alam Nasyrah : 5 – 6) 
Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah. 

8. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad : 7) 
Agar Allah Tabaraka wa Ta’ala menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita. 

9. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Hajj : 40) 

10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah : 214) 


Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim. 

Jadi, kenapa ragu dengan janji Allah? 

Berbagai sumber
Aisya Avicenna

Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.

Peran Muslimah itu Strategis dan Kontributif


Oleh: Almarhumah Ustadzah Yoyoh Yusroh

Peran sahabiyyah di zaman Rasulullah Saw. sangat banyak dan beragam. Sementara sekarang ada pemikiran yang mengerucutkan peran muslimah itu menjadi dua poin ekstrim ibu bekerja dan ibu rumahtangga. Bagaimana sebenarnya? Peran muslimah, sesungguhnya bukan sekedar pelengkap, pemanis, atau sekedar peran di belakang layar. Dari siroh (sejarah) kita belajar bahwa mereka juga menjalankan peran-peran strategis. 
Dalam perencanaan penempatan pasukan, misalnya, muslimah ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan fitrahnya, di belakang. Namun, pada saat-saat genting, Rasul tidak melarang muslimah untuk mengambil peran-peran penting, bahkan meski itu mengambil tempatnya para sahabat. Contoh, Nasibah Al-Mazniyyah, Srikandi Perang Uhud. Di saat genting, Umar, dan bahkan Abu Bakar minggir ketika mendengar kabar Rasulullah telah mati. Mereka tidak punya semangat lagi untuk berjihad, karena mereka pikir, siapa lagi yang mau dibela? Saat itu Rasul pingsan. Saat tersadar, ia tidak melihat kehadiran orang lain kecuali Nasibah. Kemudian Rasulullah mempersilakannya meminta kepadanya, ''Ya Nasibah, salmi, salmi/mintalah , mintalah''. Kemudian Nasibah meminta ''Ya Allah jadikanlah aku sebagai temannya di surga''. Rasullah langsung memohon kepada Allah '' Ya Allah jadikanlah Nasibah ini menjadi temanku di surga,'' 

Nasibah berperan langsung, bahkan dalam perang fisik. Tadinya ia memegang dua pedang. Tapi, setelah ia kehilangan sebelah tangannya, ia memberikan salah satu pedangnya kepada anaknya. 

Dalam peperangan itu, Nasibah kehilangan suami, anak, dan sebagian anggota badannya. Dalam kondisi genting seperti itu, Rasulullah tidak mengatakan ''Nasibah, ngapain kamu di sini?'' Tidak. Jadi, meski sebelumnya ia berada di deretan pasukan belakang, saat itu Nasibah berperan sebagai pendamping rasul karena tidak ada yang melakukannya. 

Bagaimana kerjasama yang dibangun oleh para sahabiyat sehingga mereka mampu menjalankan peranan yang beraneka ragam? 

Pada masa itu, muslimah itu adalah obyek sekaligus subyek. Seperti yang dikatakan Rasulullah an-nisaai saqoo iqurrijal, wanita itu saudara kandungnya laki-laki. Namanya saudara kandung, ya harus tolong menolong. 

Bentuk realisasi tolong-menolongnya bagaimana? 

Ada penjelasan dalam buku alakhwatul mu'minah, karangan Munir Gadhban. Saat Ja'far Aththoyyar meninggal, para muslimah menjalankan aksi untuk meringankan beban keluarganya, terutama istrinya, Asma’ binti Umais. Tidak ada aktivitas masak saat itu di rumah Asma karena para sahabiyat telah memasakannya di rumah mereka masing-masing. 

Aplikasinya zaman sekarang, kita harus saling membantu saat akhwat yang lain membutuhkan kita. Sebagaimana kita mengetahui bahwa suksesnya dakwahnya rasul sangat didukung oleh kerjasama para sahabiyat. Bila suami-suami para sahabiyat lain sedang berjihad, mereka saling tolong-menolong. Padahal perginya para sahabat itu bukan cuma berbilang hari, tapi berbilang bulan. Dan hal itu kan tidak mudah. Saat suami tidak ada di rumah, para sahabiyat kan harus menjalankan peran ibu sekaligus ayah, yang antara lain adalah sebagai penyangga ekonomi. 

Lalu, bagaimana kaitannya dengan muslimah sekarang yang menjalani peran profesionalnya? 

Peran profesional muslimah adalah peran kontributif. Peran utamanya adalah di rumah. Ketika dia ke luar rumah dan menjalankan peran sesuai dengan kapasitasnya secara jujur, sesungguhnya ia tengah ikut bersama kaum pria untuk membangun bangsa ini. Meski demikian perlu diingat, bahwa kalau mau dilihat secara jumlah atau prosentasenya, sebenarnya wanita yang dikaruniai peran kontributif itu jumlahnya lebih kecil daripada ‘wanita rata-rata’. 

Ketika seorang muslimah memiliki potensi dan kesempatan untuk menjalani peran publik, maka ia harus menjalaninya dengan baik. Ia harus didukung oleh keluarganya, juga oleh masyarakat (negara). Keluarga harus merelakan waktu dan tenaga muslimah ini tidak hanya untuk keluarga, tapi juga untuk menjalankan amanah profesi. Muslimah itu juga harus menjalaninya profesinya secara amanah, sejujur-jujurnya. Caranya adalah dengan mencari cara yang efektif dan efisien untuk berperan optimal. 

Keluarga, tetangga, dan kerabat pun seharusnya mendukung dengan cara bekerjasama. Misalnya, tetangga bisa terlibat dengan pengasuhan anaknya. Bukan mencemooh. 

Pemerintah juga berkewajiban menyediakan Tempat Penitipan Anak (TPA) karena menggunakan tenaga dan pikiran ibu2. Idealnya, setiap instansi itu kan punya. 

Kita memang perlu menciptakan dunia yang ramah bagi muslimah, ramah untuk peran reproduksi wanita. 

Sekarang ini muslimah kita yang menjalankan amanah publik menjadi penuh perasaan bersalah. Tidak ada dukungan dari keluarga, dari tempat bekerja, dari pemerintah. Bahkan, sedihnya sesama muslimah pun tidak bekerjasama, tapi malah mencemooh. Akibatnya, muslimah yang bekerja di luar rumah tidak optimal karena tidak ada daya dukung. 

Bagaimana dengan muslimah yang masih membuat dikotomi peran secara ekstrim? Apa yang dapat dilakukan untuk menjembatani keduanya? 

Muslimah harus jujur melaksanakan potensinya. Ketika dia punya potensi publik, ia harus menjalankan peranan publiknya tanpa mengabaikan peranannya yang utama, sebagai ibu dan istri. Ketika dia tidak memiliki kapasitas publik, maka ia harus berupaya optimal menjalankan peranan utamanya itu. 

Idealnya, keduanya dapat membangun kerjasama nyata. Bukan saling mencemooh, atau merasa diri paling shalihat di antara yang lain.


Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.


Cahaya Kartini untuk Para Muslimah

Sumber : http://www.olarv.com


"Eh, besok kantor lo wajib pakai kebaya nggak?"
"Iya nih, tapi gue males ah. Apaan, nggak ada esensinya."
Itulah sepintas obrolan dua orang muslimah yang tertangkap di telinga saya saat sedang menunggu kereta sore tadi (20/4). Posisi bersebelahan membuat obrolan mereka terdengar.
Hmm, di kantor saya pun ada edaran untuk mengenakan kebaya di Hari Kartini dengan tujuan untuk  menggalakkan budaya nasional dan meningkatkan pemakaian pakaian dalam negeri. Yap, tujuan yang sangat bagus.

Lain cerita, beberapa ibu-ibu di kantor yang anaknya sudah sekolah baik TK sampai SMA tengah diributkan dengan acara "Kartinian" di sekolah anaknya. Anak-anak diharuskan memakai pakaian adat atau aneka kostum dalam rangka peringatan Hari Kartini tersebut. Orang tua kelabakan, tapi ya gimana lagi, sekali dalam setahun ini kok!
Nah, apakah harus 'selalu demikian' acapkali tanggal 21 April datang? Sebenarnya apa sih esensi dari hari Kartini?

Sejatinya Kartini adalah seorang yang benar-benar merindukan pemahaman mendalam akan agama yang dianutnya yaitu Islam. Kartini memendam kegalauan luar biasa saat mempelajari Islam.  Ketika Kartini masih belia, beliau belajar membaca Alquran, meski sayangnya tidak memahami apa yang  dibacanya. Kartini sangat ingin mengerti isi kandungan Alquran. Namun,  waktu itu Alquran tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun, termasuk bahasa Jawa sekalipun.  Bahkan Guru ngaji Kartini memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Al-Qur’an lalu disuruh keluar ruangan. Sampai akhirnya Kartini tidak mau lagi membaca Al-Qur’an. Menurutnya, mempelajari Alquran tanpa memahami artinya adalah sesuatu yang tidak berguna.

Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, Kartini menulis; “Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca. Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya. Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?”

Kartini melanjutkan curhatnya dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Nyonya Abendanon, “Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya. Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.”

Kegalauan Kartini menemukan jawabnya tatkala beliau bertemu dengan Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar (Kyai Sholeh Darat) saat mengikuti pengajian di rumah pamannya yang menjadi Bupati di Demak. Saat itu Kyai Sholeh Darat mengajarkan tafsir surat Al-Fatihah. Kartini terkagum-kagum dengan uraian yang disampaikan Kyai Sholeh Darat karena selama ini beliau gelap akan makna ayat-ayat suci Alquran yang diajarkan gurunya meski sejatinya Kartini adalah sosok muslimah yang cerdas dan kritis.

Berikut percakapan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat: “Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?”, Kartini membuka dialog dengan pertanyaan yang menohok.

Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.  

“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.

Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Alquran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Alquran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Pada saat itu pemerintah Belanda memang melarang keras para Kyai menerjemahkan Alquran dalam Bahasa Jawa karena dikhawatirkan akan membangkitkan jiwa pemberontakan penduduk pada para penjajah. Akhirnya Kyai Sholeh berkeputusan untuk menerjemahkan Alquran dengan menggunakan bahasa Jawa dan huruf arab pegon (gundul) yang tidak dikuasai Belanda. Terjemahan ini baru sampai Surat Ibrahim karena Kyai Sholeh meninggal. Kitab tafsir dan terjemahan Alquran ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah  dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang. Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan: “Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya.  Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari  ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya,  sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa  yang saya pahami.”

Dalam surat Kartini tanggal 27 Oktober 1902 kepada Nyonya Abendanon, beliau menulis, “Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban. Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.”

Dalam suratnya kepada Nyonya Van Kol tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis “Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.”

Dalam surat Kartini kepada Nyonya Abendanon tanggal 1 Agustus 1903, beliau menulis “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.”

Saat mempelajari Islam lewat Alquran terjemah berbahasa Jawa itu, Kartini jatuh cinta dengan surat Al Baqarah ayat 257 yang artinya “Allah SWT menegaskan: Allah pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir pemimpinnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya ke kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.” Kartini kagum dengan kalimat “Minazh Zhulumaati ilan Nuur” (dari gelap kepada cahaya). Kartini merasakan perubahan pada dirinya dari pemikiran yang masih tak beraturan menjadi pemikiran yang cerah.

Dalam surat-suratnya sebelum meninggal, Kartini banyak mengulang kalimat “Door Duisternis Tot Licht” dalam surat-suratnya sehingga Tuan Abendanon mengumpulkan surat-surat Kartini dan menjadikan kalimat tersebut sebagai judul bukunya. Setelah Kartini wafat, kata “Door Duisternis Tot Licht” diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” seperti yang kita kenal sampai sekarang, padahal sejatinya itu berasal dari ayat Alquran yang mengandung semangat seruan Islam yang mampu membawa manusia dari kegelapan (kejahiliyahan) menuju tempat yang bercahaya (hidayah dan petunjuk Allah).

Beberapa inspirasi yang bisa kita jadikan evaluasi diri dalam momentum hari Kartini ini antara lain:
1. Sejauh mana kita, sebagai muslimah, dalam mengenal Islam sebagai agama dan mengamalkan ajarannya sesuai syariat. 

2.    Bagaimana kita, sebagai muslimah, berinteraksi dengan Alquran selaku pedoman hidup kita. Apakah kita sudah membaca dengan rutin, memahami, hingga mengamalkan maknanya dalam kehidupan sehari-hari???  

(Khususnya untuk anggota Komunitas One Day One Juz, semoga istiqomah tak hanya sekadar menuntaskan 1 (satu) juz per hari, tapi harus dibarengi juga dengan semangat memahami dan mengamalkan maknanya.) 

3.  Bagaimana kita, sebagai muslimah, senantiasa memperkaya diri dengan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan. Karena kita adalah madrasah pertama bagi anak-anak kita, para generasi penerus peradaban. 

4. Apa usaha kita, sebagai muslimah, untuk senantiasa istiqomah dalam kebaikan, berusaha untuk meninggalkan kejahiliyahan kita dan hijrah menjadi pribadi yang lebih baik.

Semoga cahaya inspirasi dari Kartini selalu berpendar mengiringi kita, muslimah yang terus bercita menjadi mar'atus shalihah :)
Selamat (memuhasabahi makna) Hari Kartini!

Jakarta, 21 April 2016
Aisya Avicenna

Shalihah

Sebelum sakinah, mawaddah, warrahmah, yang penting saya sholihah dan istiqomah dulu...yang lebih penting lagi semuanya didasarkan pada mardhotillah selalu.. ^^v

MERTUA DAN MENANTU (REVIEW "ISLAM ITU INDAH")


I
stri yang baik adalah istri yang taat pada suaminya. Suami yang baik adalah suami yang taat pada orang tuanya. Seorang istri harus membantu suaminya untuk selalu taat pada orang tuanya. 

Menantu agar tidak digalaki mertua harus bisa menjadi sahabat yang baik, menjalin hubungan yang baik, jadi pendengar yang baik, dan beretika pada mertua, karena suatu saat kita juga akan menjadi tua seperti mereka. 


Sebagai menantu, jangan pernah menyakiti mertua karena mertua adalah orang tua kita juga. Demikian juga sebaliknya. Sebagai mertua, jangan pernah menyakiti menantu karena menantu sama halnya dengan anak sendiri. 


Kalau ada mertua yang dzalim kepada menantu perempuannya, sikap seorang suami adalah : Suami harus berada di tengah-tengah. Jangan terlalu berpihak kepada istri juga jangan terlalu berpihak pada ibu. Cari akar permasalahannya dan temukan solusi terbaik. Pada dasarnya tidak ada mertua yang berniat dzalim pada menantu hanya saja terkadang mertua merasa "memiliki saingan" atas kehadiran menantunya. Hal itu terjadi jika tidak didukung sikap menantu yang kooperatif pada mertua. 


Seperti halnya jodoh, mertua kita pun sudah ditentukan Allah. Menantu kita juga demikian. Mertua adalah orang tua pasangan hidup kita, sedangkan menantu adalah pasangan dari anak kita. Oleh karena itu, mertua dan menantu harus bisa berperan sebagai partner yang juga saling melengkapi.
Mari meraih pahala...
Mari meraih keikhlasan..
Mari meraih keridhaan Allah...
Lewat ibadah dalam rumah kita...


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim : 6)


Dari uraian singkat yang sempat aku catat saat ustadz Maulana memaparkan materi tentang "Mertua dan Menantu" dalam "Islam itu Indah" kemarin, aku teringat sebuah kisah yang pernah kubaca. Kisah ispiratif tentang mertua dan menantu karya Andrie Wongso. Berikut kisahnya. 


Dikisahkan, seorang wanita baru menikah dengan pria yang dicintai dan tinggal serumah dengan ibu mertuanya. Tidak lama setelah mereka berumah tangga, sangat terasa banyak ketidakcocokan di antara menantu dan sang mertua. Hampir setiap hari terdengar kritikan dan omelan dariibu mertua. Percekcokan pun seringkali terjadi. Apalagi sang suami tidak mampu berbuat banyak atas sikap ibunya.Saat sang menantu merasa tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dia pun akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu demi melampiaskan sakit hati dan kebenciannya.

  Pergilah si menantu menemui teman baik ayahnya, seorang penjual obat ramuan tradisional. Wanita itu menceritakan kisah sedih dan sakit hatinya dan memohon agar dapat diberikan bubuk beracun untuk membunuh ibu mertuanya.Setelah berpikir sejenak, dengan senyumnya yang bijak, si paman menyatakan kesanggupannya untuk membantu, tetapi dengan syarat yang harus dipatuhi si menantu. Sambil memberi sekantong bubuk ramuan yang dibuatnya, sang paman berpesan, "Nak, untuk menyingkirkan mertuamu, jangan memberi racun yang bereaksi cepat, agar orang-orang tidak akan curiga. Karena itu, saya memberimu ramuan yang secara perlahan akan meracuni ibu mertuamu. 
Setiap hari campurkan sedikit ramuan ini ke dalam masakan kesukaan ibu mertuamu dari hasil masakanmu sendiri. 

Kamu harus bersikap baik, menghormati,dan tidak berdebat dengannya. Perlakukan dia layaknya sebagai ibumu sendiri, agar saat ibu mertuamu meninggal nanti, orang lain tidak akan menaruh curiga kepada kamu."Dengan perasaan lega dan senang, diturutinya semua petunjuk sang paman penjual obat. Dilayaninya sang ibu mertua dengan sangat baik dan penuh perhatian! Setiap hari, ia menyuguhkan aneka makanan kesukaan si ibu mertua.Tidak terasa, empat bulan telah berlalu dan terjadilah perubahan yang sangat besar. Dari hari ke hari, melihat sang menantu yang bersikap penuh perhatian kepadanya, ibu mertua pun merasa tersentuh. Ia berbalik mulai menyayangi si menantu bahkan memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Dia juga memberitahu teman-teman dan kenalannya bahwa menantunya adalah seorang penuh kasih dan menyayanginya. 

Menyadari perubahan positif ini, sang menantu cepat-cepat datang lagi menemui sang paman penjual obat, "Tolong berikan kepada saya obat pencegah racun pembunuh ibu mertua saya. Setelah saya patuhi nasihat paman, ibu mertua saya berubah sangat baik dan menyayangi saya seperti anaknya sendiri. Tolong paman, saya tidak ingin dia meninggal karena racun yang telah saya berikan".Sang paman tersenyum puas dan berkata "Anakku, kamu tidak perlu khawatir. Bubuk yang saya berikan dulu bukanlah racun, tetapi ramuan untuk meningkatkan kesehatan. Racun yang sebenarnya ada di dalam pikiran dan sikapmu terhadap ibu mertua. Sekarang semua racun itu telah punah oleh kasih dan perhatian yang kamu berikan padanya."

********
Subhanallah, kisah yang keren ya! Buat mertuaku kelak di manapun berada... Semoga Allah senantiasa memberi penjagaan terbaik... hmm... Semoga kita bisa menjadi partner yang kompak. Aamiin... Insya Allah aku akan berusaha menjadi menantu yang baik... ^^v
Jakarta, 26 Mei 2011
Aisya Avicenna

Catatan Aisya [29] : Cara Ibu Menyuruh Anak


Ada seorang ibu yang berprinsip dalam hal 'menyuruh anak'
- saat menyuruh pertama kali, berarti ia menyampaiken pesan 'minta tolong'
- jika mengulang 1x, brarti ia termasuk ibu yang cerewet
- jika mengulang 2x, berarti ia termasuk ibu yang bawel..
Karena ia tidak mau jadi ibu yang cerewet/bawel, maka ia tidak pernah mengulang ketika minta tolong, jika 1x meminta tolong tapi tidak ditanggapi, maka ia kerjakan sendiri, tidak marah dengan kata-kata, meski muka nampak agak masam.. Alhasil, anak-anaknya selalu bersegera dengan perintah pertama ibunya..

Copas dari notenya mbak Aniska :)


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Catatan Aisya [24] : Luruskan Niat Sebelum, Saat , dan Setelah Menikah


Niat memang memiliki posisi sangat istimewa dalam ajaran Islam. Kali ini, kita membicarakan niat terkait dengan salah satu tahapan kehidupan yang selalu menyenangkan untuk dilewati oleh setiap orang, yaitu pernikahan. Apa yang ditulis di bawah ini cukup menjadi afirmasi positif sebagai upaya untuk meluruskan niat kita baik sebelum, saat, maupun setelah menikah.
1. Saya menikah dengan niat untuk menjalankan perintah Allah dan mencari ridho-Nya.
2. Saya menikah dengan niat untuk menjalankan sunnah Rasulullah SAW.
3. Saya menikah dengan niat untuk menjaga mata dari pandangan yang haram.
4. Saya menikah dengan niat untuk mendapatkan keturunan yang dapat memperbanyak jumlah umat Islam.
5. Saya menikah dengan niat untuk meraih kecintaan Allah dengan berusaha mendapatkan keturunan yang bisa melanjutkan generasi umat manusia.
6. Saya menikah dengan niat untuk meraih kecintaan Nabi Muhammad SAW demi memperbanyak umatnya yang berkualitas hingga kelak di hari kiamat Rasulullah SAW bangga dengan hal tersebut. Dalam hadits disebutkan, "Menikahlah dan perbanyaklah keturunan! Sebab aku akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat lain kelak di hari kiamat."
7. Saya menikah dengan niat untuk menjaga kehormatan suami dan memenuhi kebutuhannya, serta berniat untuk mampu mengelola nafkah dan mengurus anak-anak.
8. Saya menikah dengan niat untuk menjaga diri dari setan, menghilangkan kerinduan dan kecenderungan syahwat yang negatif, menjaga kemaluan dari perbuatan hina, menjaga pandangan, dan mengusir rasa was-was.
9. Saya menikah dengan niat untuk menyenangkan dan membahagiakan diri dengan cara duduk bersama pasangan atau memandang serta yang lainnya, agar bisa bertambah giat dan lebih tenang dalam beribadah.
10. Saya menikah dengan niat untuk mengurangi kesibukan hati dalam mengatur rumah, mengerjakan pekerjaan dapur, menyapu dan membersihkan perabotan, serta mendapatkan kemudahan hidup.
11. Saya menikah dengan niat untuk melatih diri dalam hal bertanggung jawab sebagai seorang istri, berusaha memenuhi kebutuhan suami, sabar dalam menjalani kehidupan rumah tangga, berusaha memperbaiki akhlaq anak-anak, membimbing anak-anak kepada kebaikan dan menjadikan mereka generasi Qur'ani.
12. Saya menikah dengan niat untuk memperoleh keberkahan dari do'a yang dipanjatkan seorang anak shalih setelah saya wafat kelak, sekaligus berharap pertolongan dan syafa'at dari anak-anak tersebut jika mereka meninggal ketika masih kecil.
13. Saya menikah dengan niat seperti yang telah diniatkan oleh para hamba Allah yang shalih dan para ulama yang mengamalkan ilmunya.
14. Saya menikah dengan niat pada semua niat tersebut dan niat lainnya dari semua yang saya curahkan, saya ucapkan, dan saya kerjakan, dalam urusan pernikahan ini, karena Allah.

Silakan ditambahkan sendiri ya!! ^^v

Yaa Allah, berikan taufiq kepadaku seperti halnya Engkau memberi taufiq kepada mereka, dan tolonglah aku seperti halnya Engkau telah menolong mereka.
Semoga ALLAH memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua..Amiin..

Khususnya bagi yang berniat untuk menikah, saran saya : SEGERA PRINT TULISAN INI, TEMPEL DI DINDING KAMAR! UCAPKANLAH BERKALI-KALI DAN TERUS AZZAMKAN DALAM HATI! Semoga bisa membantu untuk menjaga kelurusan niat tersebut.


Jakarta, 240411
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Catatan Aisya [21] : Kartini Pengingat Mati


Mengapa saya menggunakan kata “Kartini” pada judul catatan ini? Alasan pertama karena Kartini itu wanita luar biasa dan kali ini saya akan menceritakan seorang wanita luar biasa yang cukup berpengaruh bagi saya. Alasan kedua karena catatan ini merupakan Catatan Aisya edisi ke-21 yang saya tulis tanggal 21 April 2011 bertepatan dengan peringatan hari Kartini. Hmm… ya begitulah!
***

Bila Izrail datang memanggil
Jasad terbujur di pembaringan
Seluruh tubuh akan menggigil
Seluruh badan kan kedinginan


Lagu itu lagi! Ya, setiap kali si ibu itu beraksi, lagu tersebut yang dinyanyikan. Hanya bermodal suara, tanpa alat musik yang melatarinya, ibu itu membawakan setiap lagu yang dinyanyikannya. Lagu di ataslah yang sering dinyanyikan sebelum lagu lainnya. Ibu berjilbab yang berprofesi sebagai pengamen itu sudah puluhan kali “manggung” di Kopaja 502 yang aku tumpangi. Hampir setiap “pentas”, beliau membawakan lagu itu. Benar-benar mengingatkan diri ini, harapannya pesan yang tersurat dan tersirat dalam lagu yang ia bawakan juga sampai ke penumpang yang lain. Kadang merinding juga saat ibu itu menyanyikannya.

Sayang, pagi tadi saya hanya melihat ibu itu di pinggir jalan. Awalnya si ibu akan naik Kopaja 502 yang saya tumpangi. Tapi, jarak beliau dan berhentinya Kopaja terlalu jauh dan lagi penumpangnya juga membludak. Akhirnya beliau tidak jadi naik Kopaja 502 tersebut. Ada rasa kecewa juga, karena pagi ini saya tidak mendengarkan lagu pengingat mati itu.

Ibu itu biasa beraksi di sepanjang jalan dari kawasan Kampung Melayu sampai Matraman. Ah, saya bertekad suatu saat ingin menemui ibu itu. Saya penasaran dengan latar belakang kehidupannya. Mungkin saya pun akan bertanya mengapa lagu pengingat mati itu yang terus ia nyanyikan. Semoga ada kesempatan.

Berbicara tentang kematian, banyak sarana yang bisa mengingatkan kita pada kematian. Coba tanyakan pada diri kita, seberapa banyak kita mengingat mati dalam hidup kita. Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Jika kenyataannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat mati di tengah kesibukan dan semua urusan duniawi kita, maka segeralah ubah hal tersebut. Kita tidak pernah tahu kapan kematian mendatangi kita. Mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem untuk menghindari perbuatan dosa. Mengingat mati juga merupakan satu cara yang sangat efektif untuk mengendalikan hawa nafsu. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)

Ya Allah yang Maha Menghidupkan dan yang Maha Mematikan, wafatkanlah kami dalam keadaan husnul khatimah. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keadaan suul khatimah.

Semoga Allah Swt menutup akhir hayat kita dengan husnul khatimah dan menerima semua amal shalih kita. Aamiin Yaa Rabb…

"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati..."(QS.Ali Imran:185).
Jakarta, 210411_13:06
Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Catatan Aisya [18] : Menikah Tanpa Pacaran? Why Not?!


Tanggal 18 April 2011? Hari ini, kan? Apa istimewanya hari ini? Semoga kita bisa menemukan keistimewaannya, bahkan kalau perlu sudah membuat rencana luar biasa untuk membuat hari ini istimewa. Saya pun menulis catatan Aisya edisi ke-18 ini karena ada sesuatu yang sangat istimewa. Sebenarnya bukan tertuju pada saya. Tapi pada dua orang yang istimewa bagi saya. Dua orang yang memang baru saya kenal, tapi kebersamaan dengan mereka membuat saya mengenal mereka lebih dari hitungan waktu yang terhitung sejak awal perkenalan kami. Halah! Hemmm, tulisan ini bahkan sudah saya rencanakan jauh-jauh hari. Benar-benar mengistimewakan tanggal 18 April!

Mari kita mulai. Sebut saja lakon dalam kisah ini bernama Uni dan Akang. Sengaja di awal tulisan ini saya menyamarkan nama keduanya. Saya harap pembaca tidak tergesa melihat gambar yang saya pajang di akhir tulisan ini. Gambar tersebut memang buru-buru saya scan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor. Langsung dari buku yang bulan lalu saya baca. Buku itulah yang menjadi referensi utama saya dalam catatan kali ini. Sejak menamatkan buku itu, tergerak pulalah keinginan saya untuk menulis ulang kisahnya pada hari ini, 18 April. Simak ya kisahnya.

Ketika usia Uni memasuki angka 25, masalah pernikahan menjadi topik paling seru yang diangkat orang tuanya. Peringkatnya paling tinggi katanya! Nah, saat usianya mendekati angka 30, topik tersebut semakin melejit ratingnya. Luar biasa! Orang tua Uni seakan tak bosan membicarakannya.

“Kamu mikir umur tidak? Teman-teman sekolahmu dulu sudah pada menikah semua? Sudah pada punya anak!”

Ah, banyak pertanyaan lain dilontarkan pada Uni yang pada intinya berisi tuntutan keras agar Uni segera menikah. Namun, entah mengapa Uni masih saja merasa gamang untuk memenuhi harapan orang tua. Uni tetap menikmati aktivitasnya dalam kesendirian yang mungkin bagi wanita lain cukup menggerahkan.

Di mata Uni, pernikahan merupakan gerbang menuju berbagai persoalan hidup yang lebih rumit dan komplit, bukan sebuah jalan pintas untuk lepas dari status lajang, bukan pula pelarian untuk bebas dari tuntutan orang tua.

Meskipun begitu, Uni juga membenarkan bahwa menghadapi sepuluh persoalan berdua dengan pasangan terasa lebih ringan daripada menghadapi satu persoalan sendirian. Di sini Uni percaya bahwa ikatan pernikahan memiliki kekuatan luar biasa untuk melewati setiap persoalan hidup. Itu pun jika bisa sabar dan ikhlas menjalaninya


“Bu, saya ingin memenuhi keinginan Ibu”. Itulah kalimat yang Uni ucapkan dengan sangat perlahan di hadapan Ibunya saat itu.

“Saya sudah menjatuhkan pilihan, Bu. Insya Allah sekarang saya yakin untuk melangkah!”. Begitu Uni menutup penuturannya saat itu. Yakin, memang hanya itulah yang Uni butuhkan untuk melangkah, terlebih untuk urusan sepenting ini.

Ya, pada akhirnya Allah mempertemukan Uni dengan seseorang yang membuatnya yakin untuk melangkah. Pertemuan yang tak direncanakan itu terjadi September 2003, di acara rutin FLP DKI Jakarta. Pertemuan kedua terjadi di bukan Oktober pada acara yang sama. Namun, sejauh itu mereka sama sekali tidak pernah ngobrol apa-apa. Bertegur sapa pun nyaris hanya sekedar basa-basi singkat. Maklum, Uni sepertinya orang top di FLP DKI Jakarta, jadi agak jaim sedikit sama anak baru. Hehe.. Akang memang anggota baru di FLP DKI Jakarta saat itu.

Pertemuan ketiga saat Temu Sastra Jakarta di TIM. Namun, tetap saja Uni dan Akang tidak berinteraksi banyak. Bahkan saat itu belum ada tanda-tanda bahwa mereka berjodoh. Pertemuan keempat terjadi Januari 2004, saat mereka dan teman-teman FLP DKI Jakarta menjadi instruktur penulisan cerpen di Galeri Cipta TIM. Hari itu Akang mendapat musibah. Tasnya hilang di masjid TIM, lengkap dengan segala isinya, termasuk HP, kunci motor, dsb. Duh, kasihannya...

Bukannya tidak solider, tapi hobi bercandanya sering kambuh. Uni pun nyeletuk, “Tas, dompet, atau HP yang hilang bisa dibeli lagi, tapi kalau Uni yang hilang? Mau dicari ke mana lagi?”

Deg! Ternyata omongan Uni yang bermaksud menghibur itu berdampak lain. Akang melongo abiz, padahal yang lain malah tertawa menanggapi gurauan Uni. Nah, pesan Uni.. buat teman-teman, hati-hati kalau bercanda, bisa-bisa ada yang naksir eh tersinggung maksudnya! Pertemuan selanjutnya tetap biasa saja. Nah, lantas kapan dong mereka membicarakan pernikahan? Beginilah Uni membeberkan rahasianya.

Mereka sempat conference dan chatting bareng dengan anak-anak FLP DKI Jakarta. Nah, di dunia cyber inilah baru muncul keberanian Akang untuk bicara serius. Itu pun setelah dimediatori oleh seorang teman.

“Apa syarat yang harus saya penuhi untuk melamar?” Begitu kira-kira Akang bertanya.
“BT,” jawab Uni singkat.
“Apa itu BT?”
“Berani dan Tulus. Berani meminta saya kepada ibu dan tulus menerima saya apa adanya.”

Wow! Pesan Uni yang kedua buat teman-teman yang masih lajang, jangan kebanyakan mikir dan menduga-duga. Lebih baik langsung tanya, biar kalau ditolak cepat ketahuannya. Hehehe...

Mengapa Uni bisa begitu yakin? Dalam hal ini Uni berani mengatakan bahwa itulah rahasia Allah, sebuah teka-teki yang kadang sulit menemukan jawabannya. Melihat misteriusnya masalah jodoh, Uni juga membenarkan orang-orang yang mengatakan bahwa jodoh tak perlu dicari-cari. Jika sudah tiba waktunya, ia akan datang sendiri. Karena banyak juga bukti gagalnya seseorang menemukan jodoh, padahal ia sudah berusaha kian kemari dengan berbagai cara dan usaha.

Nah, kembali pada pertanyaan tadi. Sebenarnya ketika Akang menyatakan niatnya pada Uni untuk melamar, Uni sama sekali tidak merasa bahwa Akang adalah orang asing. Uni malah seperti sudah lama mengenal Akang meskipun mereka baru bertemu dan jarang berkomunikasi.

Uni memang sempat berpikir, mungkin inilah yang disebut jodoh. Ketika segala kekurangan dan perbedaan terasa wajar adanya, ketika sisi-sisi kehidupan yang satu menjadi pengisi dan pelengkap bagi yang lain, dan ketika hal-hal terburuk –yang telah, sedang dan akan terjadi sekalipun- bisa menjadi sarana untuk lebih mendewasakan diri. Intinya adalah keikhlasan dalam menjalani apa yang sudah digariskan-Nya. Karena itu pula yang membuat kita ikhlas menerima pasangan kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Akhirnya pada tanggal 8 Februari 2004, Akang datang melamar Uni. Pertemuan dua keluarga yang berjalan lancar dan akrab. Pada pertemuan tersebut langsung ditentukan kapan akad nikah akan dilaksanakan. Menurut ajaran Islam, jarak antara lamaran dan nikah kan tidak terlalu lama karena khawatir akan menimbulkan fitnah. Maka disepakatilah akad nikah akan dilaksanakan setelah pemilu pertama di bulan April. Pada awalnya keluarga sudah setuju kalau acaranya hanya akad nikah saja, tanpa pesta. Akan tetapi, ternyata ibu Uni diam-diam menyimpan keinginan untuk membuat pesta di kampung. Uni pun akhirnya setuju meski dengan berat hati ketika akhirnya pesta itu dirayakan di Jakarta pada tanggal 18 April 2004. Kerabat dan kenalan yang tinggal di Jabodetabek saja yang hadir. Sementara teman-teman mereka yang jumlahnya begitu banyak malah sama sekali tidak hadir? Mengapa? Karena tidak diundang ternyata! Hehehe...

Kenapa tidak diundang? Berikut rahasianya...

Sebenarnya diam-diam Uni punya rencana lain, yakni pesta yang khas dengan dunia penulis. Akan tetapi, rencana untuk membuat pesta kejutan itu malah berantakan di tengah jalan karena kabar tentang penikahan Uni terlanjur bocor duluan. Teman-teman yang sudah tahu tentang pernikahan itu langsung heboh. Sangat bisa dimaklumi jika kemudian berbagai pertanyaan menghinggapi benak mereka. Semangat Uni pun surut drastis untuk menggelar pesta kejutan buat teman-teman.

Alhasil, Uni dan Akang hanya membuat pengumuman resmi di acara rutin FLP DKI Jakarta beberapa hari setelah menikah. Seperti yang sudah diperkirakan, mereka jelas terkejut dan nyaris tak percaya. Ekspresi mereka pun bermacam-macam. Ada yang marah, ngamuk, terkejut, kecewa, gembira, dsb. Maklum, di FLP DKI Jakarta memang belum ada yang tahu soal itu kecuali dua orang teman yang memang sengaja diundang pada hari “H” untuk dijadikan saksi, sekaligus pelampiasan amukan teman-teman. Hehehe...

Sebenarnya Uni pernah memposting sebuah puisi dalam milis FLP DKI Jakarta yangberjudul Upacara Khidmat. Namun, teman-teman mungkin tidak menduga jika puisi itu bukan sembarang puisi, melainkan sebuah isyarat terselubung yang tak terbaca oleh mereka.

Menuju Upacara Khidmat

Tak ada barisan para punggawa
Tak ada arak-arakan kereta kencana
Tak ada janur dan panji berjela-jela
Tak ada tabuhan genderang atau tiupan terompet yang menggema
Tak ada lenggokan gemulai dan senandung merdu para penari dan penyanyi wanita
Sungguh tak ada!
Karena ini adalah upacara khidmat yang digelar oleh kalangan istana, khusus untuk dua mempelai yang akan mewarisi Kerajaan Kesejatian
Jadi..
Jangan berharap bisa melihat deretan tamu yang datang menjura
Jangan berharap melihat hidangan mewah yang melimpah ruah
Jangan berharap!
Karena yang akan kau temukan hanyalah taburan bunga shion di skeliling halaman istana, yang disemaikan oleh tangan-tangan pada dayang yang penuh zikir.
Hanya itu!

***

Hmm, mungkin kisah di atas akan membuka kembali ruang kenangan bagi teman-teman FLP DKI Jakarta. Masa lalu yang indah, berkesan, dan penuh makna khususnya bagi pihak-pihak yang menjadi tokoh utama dalam kisah ini. Kisah di atas saya dapatkan dari buku “How to Get Married : Sebuah Panduan Meraih Jodoh Tanpa Pacaran” (DAR!Mizan, 2005) yang ditulis beberapa penulis ternama seperti : Yus R. Ismail, Afifah Afra, Robi’ah Al-Adawiyah, Dadan Ramadhan, M.Fauzil Adhim, Tasaro, Salman Iskandar, O. Solihin, Iwan Januar, Teguh Iman Prasetyo, Aswi, dan tentunya Novia Syahidah.


Hmm… kepada Kang Arul dan Uni Via... Barakallah...Semoga senantiasa menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah sampai akhir nanti. Bahagia dunia akhirat lah.. Maaf ya, kisahnya saya tulis ulang. Semoga berkenan. Salah sendiri kisahnya bagus! Hehe.. Semoga kisah di atas menjadi pembelajaran berharga buat kami semua, khususnya bagi diri ini yang juga memiliki keinginan besar untuk menikah tanpa pacaran...


Buat Uni Via dan Kang ARul, makasih ya saya sudah dipertemukan dengan ONGOL-ONGOL!!!! ^^v


Jakarta, 18 April 2011

Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.