ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

AMANAH


Diclaimer: Cerpen ini saya ikutkan dalam lomba Ramadan Menulis (Ramen) yang diselenggarakan oleh Masjid Al-Arqam BPS RI tahun 2023 dan berhasil meraih juara 2. Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata.

 AMANAH

Arfan keluar membawa gunting, “Kutujah gek kau!” [1] teriaknya ke arah Rian dengan penuh amarah.

Rian terkejut dan berlari ke halaman rumah.

“Kak, jangan cak itu lah[2]. Ini bulan puasa. Istighfar!” Rian berteriak pada Arfan.

Doni, kakak Arfan dengan sigap menahan adiknya yang sedang emosi.

Kejadian itu bermula ketika Rian hendak mengambil sofa milik ibunya yang diperbaiki di tempat Arfan. Sayangnya, Arfan tidak amanah hingga lebih dari 3 bulan dari hari yang dijanjikan, kursi itu belum kunjung selesai dan diantar. Bukannya mengakui kesalahan, Arfan justru marah saat ditagih janji oleh Rian.

Akhirnya Rian pulang dengan tangan kosong.

Saat melintas di tepi Sungai Lematang, tiba-tiba ada orang yang menghadang mobilnya, “Nak, banjir! Di sana ada banjir!” kata seorang bapak pada Rian.

Rian mencari tempat aman untuk memarkir mobil, lalu dia menuju lokasi yang ditunjuk bapak tadi. Ternyata benar, Sungai Lematang meluap. Banjir bandang menerjang pemukiman di bantaran sungai. Sebagai seorang relawan di sebuah organisasi kemanusiaan, Rian dengan sigap segera turun tangan memberi bantuan.

“Tolong! Tolong!” terdengar teriakan dari sebuah rumah.

Rian segera menghampiri rumah yang hampir hanyut itu. Ternyata di dalamnya ada Bu Rosida, seorang ibu yang kakinya lumpuh sehingga tak kuasa untuk menyelamatkan diri dari hantaman banjir. Dengan sigap Rian membopong Bu Rosida menuju tempat yang aman. Telat sebentar saja, Bu Rosida bisa hanyut terbawa arus deras seperti rumahnya yang kini tak bersisa.

“Terima kasih ya, Nak!” kata Bu Rosida sesaat setelah meneguk segelas air mineral yang disodorkan Rian.

“Ibu! Bagaimana kondisi ibu?” tanya seorang pemuda yang tiba-tiba menghambur ke arah Bu Rosida.

“Alhamdulillah, ibu selamat, Nak! Tapi rumah kita hanyut terbawa banjir,” kata Bu Rosida sambil tak kuasa menahan air mata. Beliau masih sangat syok atas kejadian yang baru saja menimpanya.

“Tadi Ibu diselamatkan oleh kakak ini,” kata Bu Rosida sambil menunjuk Rian.

Saat menoleh ke arah Rian, pemuda itu kaget. Ternyata dia adalah sosok yang sore tadi hampir dia tusuk dengan gunting.

“Kak, maafkan aku. Maafkan! Terima kasih kakak sudah menyelamatkan ibuku,” kata Arfan terbata-bata pada Rian.

Arfan menyadari kesalahannya. Rian pun merangkulnya, lalu berkata, “Alhamdulillah, Allah menyelamatkan ibumu. Allah masih memberimu amanah untuk menjaganya dan semoga kamu lebih amanah dalam pekerjaanmu juga.”

Kalimat Rian begitu mengena di hati Arfan, dia pun beristighfar.

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal ayat 27).



[1] “Kutusuk nanti, kau!”

[2] Jangan seperti itu, lah!




0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di blog ini ^___^. Mohon maaf komentarnya dimoderasi ya. Insya Allah komentar yang bukan spam akan dimunculkan. IG/Twitter : @aisyaavicenna