ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

Antara 'Aisyah r.a., Kartini, dan Aisya Avicenna


‘AISYAH R.A.
‘Aisyah adalah putri pertama dari pasangan Abu Bakar ash-Shiddiq Abdullah bin Abu Quhafah dan Ummu Ruman binti Amir. Rasul menikahi ‘Aisyah pada usia enam tahun setelah Siti Khadijah wafat. Dan ‘Aisyah baru tinggal satu atap dengan Rasul di usianya yang menginjak sembilan tahun.

‘Aisyah adalah sosok wanita yang berwibawa dan cantik. Karenanya Rasul memberi julukan ‘Humaira (yang kemerah-merahan pipinya)’. ‘Aisyah juga dikenal sebagai wanita yang cerdas dan pandai sehingga menjadikannya termasuk al-mukatsirin (orang yang terbanyak meriwayatkan hadis). Meski tidak dikaruniai keturunan dari ‘Aisyah, Rasulullah SAW sangat mencintainya. Tahu kenapa? ‘Aisyah r.a. pernah berkata tentang dirinya sendiri, “Saya telah dianugerahi sembilan perkara yang tidak pernah diberikan kepada siapa pun setelah Maryan binti Imran:

1. Telah datang Jibril (dalam mimpi Rasulullah saw.) dengan gambarku dan menyuruh beliau untuk menikahiku,
2. Rasulullah saw. menikahiku dalam keadaan perawan dan tidak demikian halnya dengan istri Rasul yang lain,
3. Ketika Rasulullah saw. diambil nyawanya, kepala beliau berada di pangkuanku,
4. Sayalah yang menguburkan Rasulullah saw di rumahku,
5. Ketika wahyu turun kepada Rasulullah saw, saya turut serta menemaninya di biliknya,
6. Saya adalah putri khalifahnya dan teman kepercayaannya,
7. Telah turun permaafan (udzur) buatku dari langit (dalam peristiwa ‘haditsul ifki’),
8. Saya telah diciptakan dalam keadaan baik (suci) untuk mendampingi orang yang baik dan
9. Saya telah dijanjikan pengampunan dan rezeki yang mulia.”

Beliau adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran, putri dari seorang laki-laki yang suka kebenaran, ibunda kaum mukmin, istri pemimpin seluruh manusia, istri Nabi yang paling dicintai, sekaligus putri dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr bin ‘Ash Radhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab: ”Aisyah.” ‘Amr bertanya lagi: “Kalau laki-­laki?” Rasul menjawab: “Ayahnya.”

‘Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik atau strategi perang.

Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil beliau sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa beliau diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas­-fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai sastra­nya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.

Pernikahan Rasulullah SAW dengannya merupakan perintah langsung dari Allah‘Azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari ‘Aisyah ra dia berkata: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ‘Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari berturut-turut (sebelum aku menikahimu). Ada malaikat yang datang kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain sutera. Malaikat itu berkata: ‘Ini adalah istrimu’. Aku pun lalu membuka kain yang menutupi wajahmu. Ketika ternyata wanita tersebut adalah engkau (’Aisyah), aku lalu berkata: ‘Jika mimpi ini benar dari Allah, kelak pasti akan menjadi kenyataan.”’

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah dan Saudah pada waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung hidup serumah dengan ‘Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan ‘Aisyah. ‘Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di komplek Masjid Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering; alas duduknya berupa tikar; sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana itulah ‘Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan dalam sejarah.

Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin bahagia sese­orang yang berpaling dari fitrahnya.

Dalam kehidupan berumah tangga, ‘Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia sepanjang masa. Beliau adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yarig ditemui ketika menjalankan tugas agama.

‘Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan minum air putih.

Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang melimpah, ‘Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu beliau sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata: “Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski­pun satu dirham saja untuk berbuka puasa!” beliau menjawab: “Seandainya engkau katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.”

‘Aisyah adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemis­kinan dan tidak dilalaikan oleh kekayaan. Beliau selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya.

Beliau adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru para shahabat dan sebagai rujukan untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-Zuhri berkata: “Seandainya ilmu semua wanita disatu­kan, lalu dibandingkan dengan ilmu ‘Aisyah, tentulah ilmu ‘‘Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka.”

Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku bertanya kepadanya: ‘Wahai bibi, dari manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?’ ‘Aisyah menjawab: ‘Aku sakit, lalu aku diobati dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga aku mengetahui dan meng­hafalnya. “‘

Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, ‘‘\Aisyah juga memiliki kekurangan, yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk istri NabiSholallahu ‘alaihi wasallam yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun demikian, perasaan cemburu yang ada pada ‘Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi, sehingga tidak sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri NabiSholallahu ‘alaihi wasallam yang lain.

Di antara kejadian paling menggelisahkan yang pernah menimpa ‘Aisyah adalah tuduhan keji yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita bohong) yang dituduhkan kepadanya, padahal diri ‘Aisyah sangat jauh dengan apa yang dituduhkan itu. Akhirnya, turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.

Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji Wada’ dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling kepada istri-istrinya sebagaimana biasa. Pada saat membagi jatah giliran kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya: “Di mana saya besok? Di mana saya lusa?” Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin segera sampai pada hari giliran ‘Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: “Ya Rasulullah, kami rela memberikan jatah giliran, kami kepada ‘Aisyah.

Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana ‘Aisyah dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela ‘Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. ‘Aisyah berkata: “Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah.” Tak lama kemudian Rasul pun wafat di atas pangkuan ‘Aisyah.

‘Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, ‘Abdur Rahman bin Abu Bakar (saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam melihat siwak tersebut, sehingga aku mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya, sehingga belum pernah aku melihat cara ber­siwak beliau sebaik itu. Setelah itu beliau bermaksud memberi­kannya kembali kepadaku, namun tangan beliau lemas. Aku pun mendo’akan beliau dengan do’a yang biasa diucapkan Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit. Akan tetapi, saat itu beliau tidak membaca do’a tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas, lalu membaca do’a: ‘Arrofiiqol a’laa (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga bersama mereka yang derajatnya paling tinggi: para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan shalihin). Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di kamar ‘Aisyah. tepat di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah, ‘Aisyah banyak menghabiskan waktunya untuk memberikan ta’lim. baik kepada kaum laki-laki maupun wanita (di rumahnya) dan banyak berperan serta dalam mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. ‘Aisyah wafat pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.

KARTINI

Raden Ajeng Kartini, Dipingit sejak usia 12 tahun untuk disiapkan menikah, tentu bukanlah hal yang menyenangkan. RA Kartini, adalah salah satu dari wanita Indonesia pada zamannya yang terpaksa menerima tradisi pingitan pada masa itu. Jejak Kartini untuk lepas dari kungkungan tradisi patriarki, perlu rasanya untuk kita selami kembali.

Lahir di Jepara pada 21 April 1879, Kartini berhadapan pada budaya yang tidak memberikan kesempatan memperoleh pendidikan dan perlakuan setara dengan laki-laki. Cita-cita Kartini untuk meraih pendidikan Sekolah Guru di negeri Belanda melalui beasiswa yang telah diperolehnya, kandas oleh larangan orangtua yang malahan menikahkan Kartini dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat.

Sejak masih gadis, Kartini telah merealisasikan keinginannya untuk memajukan pendidikan kaum wanita, dengan mendirikan sekolah cuma-cuma khusus wanita di kota kelahirannya, Jepara. Setelah menikah, Kartini juga mendirikan sekolah di Rembang. Hal tersebut menginspirasi wanita-wanita lainnya dengan mendirikan "Sekolah Kartini" di beberapa kota yaitu Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

RA Kartini wafat pada usia 25 tahun, pada tanggal 17 September 1904 ketika melahirkan putra pertamanya. Gaung perjuangan Kartini lebih menggema sepeninggalnya, di antaranya didukung oleh kumpulan surat Kartini yang dikumpulkan dalam sebuah buku dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku yang diterbitkan pada tahun 1911 tersebut memuat 87 buah surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya. Atas upaya Direktur Dinas Pendidikan dan Kebudayaan: Mr JH Abendanon menerbitkan surat-surat Kartini, hingga kini citra dan cita-cita Kartini kita kenal dan kenang.

Pemikiran progresif Kartini yang tertuang dalam kumpulan suratnya, menggambarkan kebebasan berpikir Kartini yang tidak terkungkung oleh keadaan. Meskipun dalam kehidupan nyata Kartini mengalami dan menyaksikan ketidakadilan bagi kaum perempuan, dengan guratan pena Kartini terus menyuarakan semangat pembaruan bagi wanita Indonesia.

Meskipun hanya dapat meraih pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar, kecerdasan Kartini tampak melebihi wanita pada saat itu. Dengan kritis Kartini menuliskan ketertinggalan kaum wanita Indonesia dibandingkan wanita dari bangsa lain terutama dari Eropa. Wanita Indonesia belum memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk meraih pendidikan. Bahkan untuk memilih pasangan hiduppun, wanita Indonesia tidak dapat melakukannya pada saat itu.

”Selalu ia suka membaca, tapi kini kecintaannya pada pustaka telah menjadi candu. Segera setelah pekerjaan yang ditugaskan kepadanya selesai, tangannya pun menggapai buku, atau koran.” (Sebuah surat Kartini sebagaimana dikutip Pramoedya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja, 2000: 52). Surat yang ditulis Kartini itu menyiratkan makna bahwa Kartini merupakan sosok perempuan yang pada zamannya sedemikian haus pengetahuan. Ketika Kartini dipingit dan diasingkan dari kehidupan luar, yang berarti tidak diperbolehkan masuk dalam kehidupan publik seperti bersekolah, maka yang dilakukannya adalah mencari informasi secara mandiri. Media menjadi "guru" terbaik baginya karena mengajarkan berbagai pengetahuan. Kekuatan media massa sebagai salah satu penggerak modernisasi mendorong terciptanya kematangan idealismenya.

Menurut Rob Nieuwenhuys dalam buku Oost Indische Spiegel yang diterjemahkan Dick Hartoko (1986) dia adalah seorang puteri Jawa yang lincah, sangat perasa, cerdas, berani dan sadar diri. Mungkin terlalu sadar diri, sehingga ia tak merasa bahagia dalam zaman dan kalangannya. Dalam surat Kartini kepada salah satu sahabat penanya, Stella, Kartini mengatakan “Saya dimanjakan Romo dengan buku-buku. Saat ini, membaca dan menulis merupakan segala-galanya bagi saya. Tanpa kedua kegiatan itu, saya mungkin sudah mati,” Jadi meskipun dilarang bersekolah tinggi, ayah Kartini rajin membelikan buku-buku berbahasa Belanda, yang dimanfaatkan oleh Kartini untuk memperkaya wawasan dan menjelajah dunia melalui membaca dan menulis.

Di antara buku berbahasa Belanda yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner: Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata).

Selain membaca surat kabar Semarang (De Locomotief) yang diasuh Brooshoof, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan majalah wanita Belanda: De Hollandsche Lelie.

Kegemaran membaca dan menulis Kartini ternyata akhirnya menjadi penyambung sejarah antar generasi wanita Indonesia pada jamannya hingga saat ini. Meskipun tidak berjuang melawan penjajahan atas kaumnya dengan mengangkat senjata, namun perjuangan Kartini sangat berarti bagi kemajuan Indonesia.

Raden Ajeng Kartini, satu dari beberapa wanita yang bergelar pahlawan Indonesia, adalah cermin sejarah gelora perjuangan wanita Indonesia di masanya. Masa kini, setiap kita adalah Kartini Indonesia, setiap kita adalah pejuang Indonesia.
IKUTI JEJAK KARTINI… MEMBACA DAN MENULISLAH‼! Maka kau akan ubah DUNIA‼!


***
SEMANGAT KARTINI… SEMANGAT KITA!!!
Ibu kita Kartini pendekar Bangsa
Pendekar kaumnya..untuk merdeka..
Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia..
Sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia..
Kartini adalah icon pembebasan perempuan di negeri ini. Hari lahirnya, 21 April, diperingati sebagai hari Nasional, hari Kartini. Seiring berjalannya waktu, hari yang notabene sarat akan makna perjuangan seorang wanita tersebut berubah menjadi sebuah rutinitas peringatan tanpa esensi. Tak jarang kita temui di berbagai tempat, saat moment hari Kartini ini diselenggarakan lomba-lomba pamer kecantikan ala Kartini (fashion show) yang malah mengarah pada nuansa glamour. Seperti itukah peringatan hari Kartini sebenarnya? Makna emansipasi yang diperjuangkan Kartini pada eranya dahulu beranjak berubah makna dan aplikasinya di masa sekarang.

Peringatan hari Kartini hendaknya menjadi moment pengingat akan semangat Kartini pada masa itu yang semestinya menjadi pemacu semangat kita, sebagai generasi penerusnya di masa sekarang. Kartini memiliki semangat spiritual yang tinggi. Terbukti akan kekritisan beliau dalam menggali fakta dalam agama dan kitab suci karena saat itu beliau mengalami kesulitan dalam mendalami agama maupun kitab suci. Perempuan Indonesia saat ini hendaknya mempunyai semangat spiritualitas yang tinggi, mau menggali dan belajar tentang agama. Agama adalah sumber inspirasi dalam hidup yang menjadikan manusia (laki-laki dan perempuan) menjadi lebih cerdas, berenergi, dan visioner!!!

Kartini semestinya menjadi inspirasi bagi kaum perempuan di negeri ini untuk memilikikepekaan sosial terhadap persoalan-persoalan di sekitarnya. Kartini dulu tergerak hatinya untuk memperbaiki masyarakatnya, terutama perempuan. Kartini berusaha dengan sekuat tenaga menjunjung martabat perempuan terkhusus di bidang pendidikan. Kartini hanya ingin perempuan memiliki akses belajar dan pendidikan. Sebab dari perbaikan pendidikan dan munculnya semangat belajar itulah para perempuan memiliki modal sebagai istri dan ibu yang akan mendidik anak-anak dan keluarganya menuju martabat yang lebih baik. Kartini memberikan semangat pembelajar yang luar biasa. Semangat untuk mencari informasi, mengakses jaringan, bertanya, membaca, menulis, dll

Realita saat ini, banyak perempuan Indonesia yang memiliki perangai yang berbeda jauh dari spirit perjuangan Kartini. Kemerosotan moral, globalisasi media, dan informasi turut andil dalam melunturkan pola pikir dan sikap mereka. Hendaknya kita sebagai penerus perjuangan Kartini memiliki semangat seperti semangat Kartini. Kitalah agent of change!!! Kitalah unsur pengubah masyarakat, bangsa, dan Negara kita! Semuanya dimulai diri kita sendiri… Ayo, Kartini masa kini.. Jangan pernah terlena… Jangan sampai terpedaya oleh suatu hal yang menyilaukan mata… Milikilah semangat Kartini.. BE A VISIONER WOMAN!!! Di tangan kita jualah tergenggam arah bangsa.. HIDUP WANITA INDONESIA…

AISYA AVICENNA
Seorang muslimah bernama asli Etika Suryandari ini tanggal 2 februari 1987, 23 tahun silam. Alhamdulillah terlahir kembar. Aisya Avicenna adalah nama pena yang terinspirasi dari bunda ‘‘Aisyah ra.. Cukup sekian saja ya perkenalannya… (sudah banyak yang kenal kan ya… :D). Kalau dibandingkan dengan bunda ‘Aisyah ra dan R.A. Kartini, Aisya Avicenna ini masih jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhh sekali…. Yaaa, masih harus banyak belajar dan terus berproses untuk menjadi seperti mereka, untuk bisa menjadi “MUSLIMAH PENGOBAR INSPIRASI”. Sebagai seorang muslimah yang hidup di zaman sekarang, tentunya banyak hal berbeda yang terjadi pada “dunia”nya saat ini. Dunia kemuslimahan.

Seorang muslimah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam dan pengaruh yang begitu besar di dalam kehidupan setiap muslim. Dialah sekolah pertama di dalam membangun masyarakat yang shalih jika ia berjalan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan betapa pentingnya peran kaum wanita, sebagai ibu, sebagai istri, sebagai saudara, dan sebagai anak. Mereka juga mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan Sunnah Rasulullah SAW berfungsi menjelaskannya secara detail.

Cermin Seorang Muslimah
Pentingnya peran seorang muslimah itu tampak di dalam beban tanggung jawab yang harus diembannya dan perjuangan berat yang harus ia pikul yang pada sebagiannya melebihi beban tanggung jawab yang dipikul kaum pria. Maka dari itu, di antara kewajiban terpenting kita adalah berterima kasih kepada ibu kita, berbakti kepadanya, dan mempergaulinya dengan baik. Dalam hal ini beliau harus lebih diutamakan dari pada ayah. Allah SWT berfirman:“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada Ku-lah kamu kembali” (Q.S. Luqman: 14), juga firmannya:“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (Q.S. Al-Ahqaf: 15). Pernah diriwayatkan ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: “Ya Rasulullah, siapa manusia yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik?” Jawab Nabi, “Ibumu” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawab beliau, “Ibumu”, Ia bertanya lagi, “Lalu siapa lagi ?” Beliau jawab “Ayahmu”. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari).

Kedudukan seorang istri dan pengaruhnya terhadap jiwa laki-laki juga telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang”(Q.S. Ar-Rum: 21). Ibnu Katsir seorang ahli sejarah dan tafsir, di dalam menjelaskan tafsirnya tentang “mawadah wa rahmah” mengatakan : Mawaddah adalah rasa cinta danRahmah adalah rasa kasih sayang, karena sesungguhnya seorang laki-laki hidup bersama istrinya adalah karena cinta kepadanya atau karena kasih dan sayang kepadanya agar mendapat anak keturunan darinya.

Sesungguhnya kalau kita mau mencermati, telah ada pelajaran yang sangat berharga dari seorang wanita mulia, Khadijah Radhiyallahu ‘anha, beliau mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentramkan rasa takut yang dialami Rasulullah SAW ketika Jibril turun kepadanya dengan membawa wahyu di goa Hira’ untuk pertama kalinya. Rasulullah SAW datang kepada Khadijah dalam keadaan seluruh persendiannya gemetar, seraya bersabda:“Selimuti aku! Selimuti aku! Sungguh aku mengkhawatirkan diriku” Maka Khadijah berkata: “Tidak. Demi Allah, Allah tidak akan membuatmu menjadi hina sama sekali, karena engkau selalu menjalin hubungan silaturahmi, menanggung beban, memberikan bantuan kepada orang yang tak punya, memuliakan tamu dan memberikan pertolongan kepada orang yang berada di pihak yang benar” (Muttafaq ‘Alaih). Kita juga tidak lupa peran ‘‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha dimana para tokoh sahabat Nabi banyak mengambil hadits-hadits dari beliau, dan begitu pula kaum wanita banyak belajar kepadanya tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan mereka. Tidak diragukan lagi bahwa ibu kita pun, mempunyai peran yang sangat besar dan pengaruh yang sangat dalam bagi diri kita, mulai dari ketika beliau bertaruh nyawa untuk melahirkan kita, susahnya ketika beliau mengasuh kita, hingga peran beliau di dalam memberikan dorongan kepada kita untuk giat belajar dalam menuntut ilmu. Semoga Allah melipatgandakan pahalanya dan memberinya balasan yang terbaik atas jasanya kepada kita.

Beda Zaman, Beda Peran
Muslimah di setiap zaman memiliki kekhasannya masing-masing. Semakin lama peran muslimah semakin mengalami peningkatan yang signifikan. Muslimah saat zaman ‘Aisya ra, ataupun zaman R.A Kartini tentunya berbeda dengan zaman sekarang.
Zaman sekarang, peran muslimah tidak hanya diidentikkan dengan pekerjaan rumah tangga. Mereka dapat mengaktualisasikan dirinya dengan kegiatan di luar rumah. Meskipun muslimah memiliki peranan yang berbeda-beda dalam masyarakat, akhirnya semuanya itu bermuara pada satu titik yaitu sebagai pendidik bagi generasi unggul dan muslimah pula yang berperan penting membimbing anak-anaknya menjadi generasi rabbani, yaitu generasi yang beriman, mencintai Allah, mengasihi sesama muslim. Selain menjadi ibu rumah tangga, pilihan yang dapat dipilih adalah menjadi wanita karier bekerja di luar rumah. Namun, perlu diingat dalam Islam tanggung jawab mencari nafkah tidaklah dibebankan kepada istri, melainkan menjadi kewajiban suami dan bila istri ikut membantu dalam mencari nafkah maka hal itu menjadi pahala sedekah bagi seorang istri. Meskipun sebagai wanita karier yang bekerja di luar rumah, pada saat berada di rumah ia harus berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Muslimah harus seimbang dalam berperan di ranah domestik (rumah tangga) maupun ranah publik(masyarakat).

Saatnya Memaksimalkan Potensi
Muslimah memiliki sifat lemah lembut namun itu tidak berarti sebagai makhluk yang lemah, di balik kelembutannya tersimpan kekuatan dan potensi terpendam yang belum dimaksimalkan. Muslimah, bukanlah makhluk lemah yang tidak mampu berbuat apapun. Tak layak pula ia dimasukkan ke golongan kelas bawah yang bisa diperlakukan semena-mena. Lebih dari itu, ia adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT dengan keistimewaan dan karakteristik tersendiri, yang dipandang sejajar dengan kaum Adam oleh Allah SWT. Maka simaklah janji-Nya, ”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. An Nahl :97).
Dikaitkan dengan kondisi sekarang ini, potensi muslimah untuk mengambil peranan di masyarakat sangat besar. Sudah saatnya muslimah untuk bangkit dan proaktif mengambil peranan di masyarakat. Menjadi muslimah sholihah yang produktif yang memberikan manfaat bagi lingkungan. Setiap muslimah tentunya memiliki potensinya masing-masing yang dapat ditularkan kepada masyarakat sekitar tanpa melihat status sosial ataupun profesinya.
Muslimah dengan potensi yang tersimpan dapat membangun masyarakat menuju perubahan. Melalui peran-peran yang produktif dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat. Banyak cara yang dapat dilakukan muslimah untuk menggali potensi. Pertama, kenali diri dengan mengetahui kelebihan dan potensi yang dimiliki. Dengan demikian muslimah dapat memaksimalkan kelebihan yang dipunyai sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Kedua, bersegeralah untuk proaktif. Proaktif dalam diri setiap orang haruslah selalu ada. Muslimah harus peduli dengan kondisi lingkungannya. Dengan proaktif terhadap lingkungan, muslimah dapat mengadakan perubahan bagi masyarakat. Proaktif berarti memberikan kontribusi nyata dengan karya nyata kepada lingkungan.

Wanitalah tumpu pendidikan. Jika wanita cerdas baik secara pikiran maupun perasaan maka peradaban dunia yang lebih baik akan terbentuk. Anak yang baik selalu lahir dari ibu yang baik pula. Dan anak-anak, yang kelak besar dan dewasa, inilah yang akan mengisi dunia, membangun dan mengisi peradaban. Pendek kata, peradaban yang baik dimulai dari pendidikan wanita yang baik sebagai calon ibu maupun sebagai ibu.
Akhirnya, apalagi yang kita tunggu wahai muslimah? Ladang pahala ada di depan mata. Jadikan diri kita sebagai muslimah dambaan umat. Insya Allah, suatu saat nanti pintu surga akan terbuka lebar untuk kita. Amiin.
Jadilah wanita muslimah yang tinggi kedudukannya, jauh dari semua urusan yang rendah, dan terpelihara dari segala sesuatu yang memperdaya rasa malu. Bicara adalah berdzikir; penalaran adalah pelajaran; dan diam adalah berpikir‼!
***
MUSLIMAH ITU…
fitrahmu lembut tercipta,
halus kulitmu, manis tuturmu,
tulus hatimu,
setulus rasa membisik jiwa,
sehangat cinta, sejernih kasih
manjamu.. lembutmu…
bukan jadi lemahmu!
Muslimah itu ...
bisa seteguh Khadijah, yang suci hatinya,
tabah dan tenang sikapnya, teman sejati Rasulullah,
pengobat duka dan laranya ...
Muslimah itu ...
bisa secerdas ‘‘Aisyah,
kaya ilmu, kaya amal
Muslimah itu ...
bisa setegar Hafsah, teguh pendiriannya,
penyimpan mushaf pertama kalamullah ...
Muslimah itu ...
bisa setabah Maryam,
meski dicaci meski dikeji, itu hanya cerca manusia,
namun sucinya Allah memuji ...
Muslimah itu ...
bisa seanggun Fatimah, meniti hidup seadanya,
puteri Rasulullah ... kesayangan ayahanda,
cahaya penerang segenap rumahnya,
ummi tersayang cucu Baginda ...
Muslimah itu ...
bisa setangguh ‘Asma,
dengan dua tangan tegar melindungi dien-Nya,
meski akhirnya bermandi darah,
menyahut panggilan Allah
Muslimah itu ...
perlu ada yang membela,
agar terdidik jiwanya,
agar ia terpelihara ... dengan cinta Rabbnya,
dengan rindu RasulNya ... dengan yakin DienNya,
dengan teguh aqidahnya,
dengan utuh cinta yang utama,
pada Allah dan RasulNya,
dalam ketaatan penuh setia .
pemelihara dirinya, agama, keluarga & ummatnya ...
Muslimah itu ...
perlu kasih sayang,
perlu pengertian,
tanpa jemu dan tanpa bosan,
Muslimah itu ...
muslimah akhir zaman,
era hidup pedih tak terperi
dirinya terancam
dunia memperdaya ...
karena muslimah itu,
yang hidup di zaman ini ...
perlu teguh kakinya,
mantap iman mengunci jiwanya,
dari lemah dan kalah
dari gundah dan salah
dalam perjalanan mengenali Tuhannya,
dalam perjuangan menggapai cintaNya,
Muslimah itu ...
anugerah istimewa kepada dunia!
sebagai pejuang ummat ...
muslimah yang sholehah ... kelak jadi ibu,
membentuk generasi Rabbani
Muslimah itu ...
moga akan pulang,
dalam cinta, dalam sayang,
Ar-Rahman melindungi, merahmati dan meridhai,
perjalanan muslimah itu ...
menuju cintaNya yang abadi‼!
***
Aisya Avicenna
Jakarta, 21 April 2010_02.00
Sumber : Tulisan ini adalah kombinasi (dengan beberapa perubahan) dari artikel-artikel yang dulu pernah saya tulis semasa masih berstatus mahasiswa...
1. “Semangat Kartini, Semangat Kita” (pernah dimuat di Buletin BEM UNS tahun 2009)
2. “Antara Media dan Wanita” (artikel yang dibuat waktu jadi wakil BEM FMIPA UNS dalam diskusi dengan BEM FMIPA UNNES, saat itu masih jadi Menteri Departemen Infokom tahun 2008)
3. “Saatnya Memaksimalkan Potensi, untuk Menjadi Muslimah Dambaan Umat” (artikel ini menjadi juara 1 dalam Lomba Menulis Artikel Dept. Kemuslimahan SKI FMIPA UNS tahun 2009)
4. “Ikutilah Jejak Kartini... Menulis dan Membacalah!” (Artikel ini pernah dimuat di mading BEM FMIPA UNS... maklum waktu itu jadi Menteri Dept.Infokom yang mengurusi mading... ^^)

(Tulisan ini diposting pada bulan April 2010 di blog sebelumnya)
Aisya Avicenna

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di blog ini ^___^. Mohon maaf komentarnya dimoderasi ya. Insya Allah komentar yang bukan spam akan dimunculkan. IG/Twitter : @aisyaavicenna