ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

Peran Muslimah itu Strategis dan Kontributif


Oleh: Almarhumah Ustadzah Yoyoh Yusroh

Peran sahabiyyah di zaman Rasulullah Saw. sangat banyak dan beragam. Sementara sekarang ada pemikiran yang mengerucutkan peran muslimah itu menjadi dua poin ekstrim ibu bekerja dan ibu rumahtangga. Bagaimana sebenarnya? Peran muslimah, sesungguhnya bukan sekedar pelengkap, pemanis, atau sekedar peran di belakang layar. Dari siroh (sejarah) kita belajar bahwa mereka juga menjalankan peran-peran strategis. 
Dalam perencanaan penempatan pasukan, misalnya, muslimah ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan fitrahnya, di belakang. Namun, pada saat-saat genting, Rasul tidak melarang muslimah untuk mengambil peran-peran penting, bahkan meski itu mengambil tempatnya para sahabat. Contoh, Nasibah Al-Mazniyyah, Srikandi Perang Uhud. Di saat genting, Umar, dan bahkan Abu Bakar minggir ketika mendengar kabar Rasulullah telah mati. Mereka tidak punya semangat lagi untuk berjihad, karena mereka pikir, siapa lagi yang mau dibela? Saat itu Rasul pingsan. Saat tersadar, ia tidak melihat kehadiran orang lain kecuali Nasibah. Kemudian Rasulullah mempersilakannya meminta kepadanya, ''Ya Nasibah, salmi, salmi/mintalah , mintalah''. Kemudian Nasibah meminta ''Ya Allah jadikanlah aku sebagai temannya di surga''. Rasullah langsung memohon kepada Allah '' Ya Allah jadikanlah Nasibah ini menjadi temanku di surga,'' 

Nasibah berperan langsung, bahkan dalam perang fisik. Tadinya ia memegang dua pedang. Tapi, setelah ia kehilangan sebelah tangannya, ia memberikan salah satu pedangnya kepada anaknya. 

Dalam peperangan itu, Nasibah kehilangan suami, anak, dan sebagian anggota badannya. Dalam kondisi genting seperti itu, Rasulullah tidak mengatakan ''Nasibah, ngapain kamu di sini?'' Tidak. Jadi, meski sebelumnya ia berada di deretan pasukan belakang, saat itu Nasibah berperan sebagai pendamping rasul karena tidak ada yang melakukannya. 

Bagaimana kerjasama yang dibangun oleh para sahabiyat sehingga mereka mampu menjalankan peranan yang beraneka ragam? 

Pada masa itu, muslimah itu adalah obyek sekaligus subyek. Seperti yang dikatakan Rasulullah an-nisaai saqoo iqurrijal, wanita itu saudara kandungnya laki-laki. Namanya saudara kandung, ya harus tolong menolong. 

Bentuk realisasi tolong-menolongnya bagaimana? 

Ada penjelasan dalam buku alakhwatul mu'minah, karangan Munir Gadhban. Saat Ja'far Aththoyyar meninggal, para muslimah menjalankan aksi untuk meringankan beban keluarganya, terutama istrinya, Asma’ binti Umais. Tidak ada aktivitas masak saat itu di rumah Asma karena para sahabiyat telah memasakannya di rumah mereka masing-masing. 

Aplikasinya zaman sekarang, kita harus saling membantu saat akhwat yang lain membutuhkan kita. Sebagaimana kita mengetahui bahwa suksesnya dakwahnya rasul sangat didukung oleh kerjasama para sahabiyat. Bila suami-suami para sahabiyat lain sedang berjihad, mereka saling tolong-menolong. Padahal perginya para sahabat itu bukan cuma berbilang hari, tapi berbilang bulan. Dan hal itu kan tidak mudah. Saat suami tidak ada di rumah, para sahabiyat kan harus menjalankan peran ibu sekaligus ayah, yang antara lain adalah sebagai penyangga ekonomi. 

Lalu, bagaimana kaitannya dengan muslimah sekarang yang menjalani peran profesionalnya? 

Peran profesional muslimah adalah peran kontributif. Peran utamanya adalah di rumah. Ketika dia ke luar rumah dan menjalankan peran sesuai dengan kapasitasnya secara jujur, sesungguhnya ia tengah ikut bersama kaum pria untuk membangun bangsa ini. Meski demikian perlu diingat, bahwa kalau mau dilihat secara jumlah atau prosentasenya, sebenarnya wanita yang dikaruniai peran kontributif itu jumlahnya lebih kecil daripada ‘wanita rata-rata’. 

Ketika seorang muslimah memiliki potensi dan kesempatan untuk menjalani peran publik, maka ia harus menjalaninya dengan baik. Ia harus didukung oleh keluarganya, juga oleh masyarakat (negara). Keluarga harus merelakan waktu dan tenaga muslimah ini tidak hanya untuk keluarga, tapi juga untuk menjalankan amanah profesi. Muslimah itu juga harus menjalaninya profesinya secara amanah, sejujur-jujurnya. Caranya adalah dengan mencari cara yang efektif dan efisien untuk berperan optimal. 

Keluarga, tetangga, dan kerabat pun seharusnya mendukung dengan cara bekerjasama. Misalnya, tetangga bisa terlibat dengan pengasuhan anaknya. Bukan mencemooh. 

Pemerintah juga berkewajiban menyediakan Tempat Penitipan Anak (TPA) karena menggunakan tenaga dan pikiran ibu2. Idealnya, setiap instansi itu kan punya. 

Kita memang perlu menciptakan dunia yang ramah bagi muslimah, ramah untuk peran reproduksi wanita. 

Sekarang ini muslimah kita yang menjalankan amanah publik menjadi penuh perasaan bersalah. Tidak ada dukungan dari keluarga, dari tempat bekerja, dari pemerintah. Bahkan, sedihnya sesama muslimah pun tidak bekerjasama, tapi malah mencemooh. Akibatnya, muslimah yang bekerja di luar rumah tidak optimal karena tidak ada daya dukung. 

Bagaimana dengan muslimah yang masih membuat dikotomi peran secara ekstrim? Apa yang dapat dilakukan untuk menjembatani keduanya? 

Muslimah harus jujur melaksanakan potensinya. Ketika dia punya potensi publik, ia harus menjalankan peranan publiknya tanpa mengabaikan peranannya yang utama, sebagai ibu dan istri. Ketika dia tidak memiliki kapasitas publik, maka ia harus berupaya optimal menjalankan peranan utamanya itu. 

Idealnya, keduanya dapat membangun kerjasama nyata. Bukan saling mencemooh, atau merasa diri paling shalihat di antara yang lain.


Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.


OKTOBER


[O]ptimis dan [K]omitmen tuk [T]erus perbaiki diri, [O]ptimalkn ikhtiar dlm [BER]karya, bermanfaat, dan berprestasi...



Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.

Berhati-hatilah dengan MINDSET Kita!

 
Seringnya, setiap kebahagiaan kita sebut berkah dan setiap kesulitan kita sebut cobaan. Cobalah kita berpikir secara terbalik (upside down mindset)!
1.SETIAP KEBAHAGIAAN ADALAH COBAAN
Kebahagiaan mengindikasikan bahwa kita tengah diuji apakah pada saat kita sedang larut dalam kebahagiaan tersebut, kita masih ingat dari mana semua itu berasal. Apakah kita gegas bersyukur atas kebahagiaan yang kita rasakan atau malah kita terlena dalam buaian tawa? Hati-hati lho, kalau kita tidak bersyukur, maka azab Allah sangatlah pedih.
2.SETIAP KESULITAN ADALAH BERKAH
Kok bisa sih menganggap kesulitan sebagai berkah? Ya bisalah! Ketika kita didera kesulitan, sesungguhnya kita adalah orang yang paling beruntung karena Allah telah memilih kita! Allah menganggap kita SIAP untuk melewati kesulitan itu. Allah menganggap kita PANTAS untuk NAIK KELAS, sehingga kita diberiNya ujian. Allah telah melatih dan menggembleng kita untuk menjadi pribadi yang LEBIH TANGGUH dari sebelumnya. Bukankah itu sebuah berkah??? 
Cobalah berpikir demikian. Sehingga pada saat bahagia, kita tidak akan lupa untuk bersyukur dan menyadari bahwa itu semua berasal dari Allah. Pun demikian saat kita berada dalam kesulitan, kita akan tetap bersyukur karena kita menjadi ‘manusia terpilih’ yang tengah mendapat tarbiyah (didikan pendewasaan) dari Allah. Yakinlah, bahwa Allah sudah memberikan garansi dua kali bernama KEMUDAHAN di balik setiap kesulitan yang kita alami (QS. Al-Insyirah : 5-6). Yakinlah, bahwa KEHENDAK Allah datang sesuai dengan KONDISI dan KESIAPAN hambaNya. 
 
Berikut ada kisah tentang dahsyatnya efek MINDSET positif dan negatif! Silakan disimak! (Kisah ini saya modifikasi dari kiriman seorang sahabat via Blackberry Messanger)
Alkisah, di suatu kota hiduplah suami istri dengan kedua anak laki-lakinya. Si sulung berusia 27 tahun, sedang si bungsu berusia 24 tahun. Suatu senja yang temaram, berkumpullah mereka di kamar sang ayah. Sang ayah sedang bersiap bertemu Malaikat Izrail karena sakit keras yang sudah lama ia derita. Sebelum sang ayah menghembuskan nafas terakhir, dia memberi wasiat kepada kedua anaknya. Dengan deru nafas yang kembang kempis, sang ayah menyampaikan wasiatnya.

“Anakku, dua wasiat penting yang ingin Ayah sampaikan kepada kalian. Pegang wasiat ini baik-baik karena wasiat ini akan menggiring kalian dalam mendapatkan kesuksesan hidup. Pertama, jangan pernah menagih piutang kepada siapapun. Kedua, jangan sampai teriknya mentari mengenai tubuhmu secara langsung.”
Kedua anak laki-laki itu pun bingung dengan wasiat sang ayah. Akhirnya sang ayah pergi untuk selama-lamanya.
Waktu pun terus berlalu. Tak terasa sepuluh tahun sudah kakak-beradik itu ditinggal pergi sang ayah. 
Suatu hari, sang ibu menengok anak bungsunya. Ternyata kondisi anaknya tersebut sangat memprihatinkan. Sang ibu pun bertanya, “Wahai anak bungsuku, mengapa kondisi bisnismu demikian?”
Si bungsu menjawab, “Saya mengikuti wasiat ayah, Bu! Saya dilarang menagih piutang ke siapapun. Akhirnya saya biarkan saja sehingga banyak piutang yang tidak segera dibayar dan lama-lama habislah modal saya. Wasiat yang kedua ayah melarang saya terkena terik mentari secara langsung. Saya hanya punya sepeda motor, itulah sebabnya kalau pergi dan pulang kantor saya selalu naik taksi.”
Kemudian sang ibu menengok anak sulungnya. Keadaan si sulung jauh berbeda dengan adiknya. Bisnisnya sukses besar. Sang ibu pun bertanya, “Wahai anakku, bagaimana hidupmu sedemikian beruntung dan penuuh keberlimpahan?”

“Alhamdulillah, terima kasih atas kunjungannya ibu. Saya melakukan wasiat almarhum ayah. Wasiat yang pertama saya dilarang menagih piutang kepada siapapun. Maka dari itu saya tidak pernah memberikan utang kepada siapapun sehingga modal saya tetap utuh. Pesan kedua saya dilarang terkena terik mentari secara langsung, maka dengan motor yang saya punya, saya selalu berangkat sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam, sehingga para pelanggan tahu bahwa toko saya buka lebih pagi dan tutup lebih sore.”

Apa hikmah yang bisa kita ambil dari kisah di atas?
Si Sulung dan Si Bungsu menerima pesan yang sama, namun sudut pandang atau mindset merekalah yang berbeda. Mereka menafsirkan wasiat sang ayah dengan definisi yang berbeda, melakukan cara yang berbeda, sehingga mendapatkan hasil yang berbeda pula. Berhati-hatilah dengan mindset kita! Mindset positif memberi hasil yang ajaib dan menakjubkan. Akan banyak hal-hal positif lainnya sebagai implikasi (dampak) dari mindset positif tersebut. Sebaliknya, mindset negatif akan memberikan hasil yang negatif juga..
So, senantiasalah berpikir positif baik pada ALLAH, pada KONDISI DI SEKITAR kita, PADA ORANG LAIN, dan pada DIRI KITA SENDIRI!!! Dan temukan KEAJAIBAN-KEAJAIBAN atas pikiran positif kita itu!

Salam Dahsyat,
Aisya Avicenna

Inspirasi Dahsyat dari Pak Hatta Rajasa dan Pak Amien Rais


Berikut ini sedikit resume yang sempat saya dokumentasikan saat mengikuti Inspirasi Ramadhan di Masjid Salman ITB pada 7 Ramadhan 1432 H. 
Beberapa point yang disampaikan Pak Hatta Rajasa antara lain :
1.Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Oleh karena itu, kita harus bisa menjadi bangsa yang unggul dan harus bisa memberikan warna bagi kehidupan dunia. 
-Jadilah manusia unggul. Jangan asal-asalan. Jadilah manusia yang selalu memberi yang terbaik. Jadilah manusia yang terbaik.
-Good is not good enough, must be the best!

-Semua bisa dilakukan dengan idealisme, spirit menjadi manusia berkarakter, berintegritas, berakhlak mulia, dan bermanfaat buat diri sendiri dan orang lain.
-Kalau ingin sukses, miliki idealisme
-Pragmatisme penting untuk menjalankan idealisme (energi positif)
-Kalau tidak, kita hanya akan mengejar yang kita inginkan, bisa terjebak pada sikap oportunis.
2.Siap selalu berkompetisi dalam kebaikan
-Bangsa yang bisa survive adalah bangsa yang bisa berkompetisi
-Pada tahun 2025, kita setting bangsa ini menjadi bangsa yang maju
3.Selalu mendekatkan diri pada Allah
-Selain itu juga dengan melatih kepekaan sosial

Di sela-sela sharing ini, ada yel-yelnya yang membuat kami makin semangat.
-MC : “SIAPA KITA?”
-Audience : “INDONESIA!”
-MC : "INDONESIA!!!” 
-Audience : “SIAP-SIAP... KITA PASTI BISA!”

Beberapa point yang disampaikan Pak Amien Rais antara lain :
Al-Qur’an memberi banyak pemisalan yang menggambarkan keadaan bangsa kita. Saat ini bangsa kita masih menjadi bangsa yang terkungkung, terpasung, terbudakkan. Kita belum merdeka secara ekonomi, diplomasi, kedaulatan yang utuh. Tangan-tangan asing tengah menjajah bangsa kita.
Pesan : 
-Jadilah manusia yang mandiri
-Pegang teguh Al-Qur’an, jadikan sumber inspirasi, kompas dan hidayah
Pak Amien Rais hanya menyampaikan beberapa patah kata saja, sebentar sekali! Kemudian beliau melanjutkan dengan memimpin doa bersama. 

Pada malam hari ini, Bp Hatta Rajasa berkesempatan memberikan kultum sebelum shalat tarawih di Masjid Salman ITB. Beberapa point yang beliau sampaikan antara lain :
-Senantiasalah mengeluarkan energi positif, berpikir positif, berprasangka baik pada apapun
-Rasulullah Saw adalah sosok reformis sejati, pembawa perubahan pada peradaban
-Seharusnya kita melakukan instrospeksi, membuat karya besar, membuat perbaikan-perbaikan.
-Syahru Jihad = menyelesaikan permasalahan keumatan, permasalahan masyarakat, bangsa dan negara
-Saat ini kita ingin melakukan akselerasi dan inovasi untuk memajukan Indonesia hingga negeri ini memiliki kemampuan yang tinggi dan SDM-nya bisa berdiri di rumah sendiri.
-Oleh karena itu, butuh konsen, strategi atau master plan
-Modalnya??
1.Jumlah penduduk yang besar
2.SDM yang luar biasa
3.Letak geografis
4.Negara demokrasi
5.Modal yang cukup untuk menjadi G20
-Kendala : IPTEK dan inovasi kita masih rendah
-Solusi : 
1.Butuh anak-anak muda yang tangguh! 
2.Ubahlah mindset kita. Ingat, good is not good enough!
3.Pilar IPTEK dan SDM dimasukkan yakni dengan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru dalam 6 (enam) koridor Indonesia 
4.Membangun kawasan-kawasan khusus (kluster-kluster ekonomi)
5.Semua kekayaan alam harus diolah dulu di dalam negeri
6.Membangun konektivitas dengan berbagai pihak (Locally connected, locally integrated)
7.Jadilah teknokrat yang profesional
8.Jadilah insan-insan yang berpikir positif dalam membangun bangsa

Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan September 2011 di blog sebelumnya.


SEPTEMBER


[SE]mangat [P]erbaiki diri dengan [TE]rus berkarya tuk jadi [M]uslimah yang [BER]daya, berprestasi, dan bermanfaat, Insya Allah!

Semangat SEPTEMBER!

~semoga Allah senantiasa meridhoi dan melimpahkan kemudahan serta keberkahan.. aamiin...

Salam SMART & VISIONER!
Aisya Avicenna

Tulisan ini diposting pada bulan September 2011 di blog sebelumnya.