ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

Menikah, Kenapa Takut?



Apabila telah tiba masaku
Untuk segera mengakhiri lajangku
Dengan segenap kemampuan Allah berikan
Insya Allah janjiku segera kutunaikan

Tapi bila kuraba dalam hati
Datang seruntun pertanyaan silih berganti
Adakah semua kulakukan terlalu dini
Berdegup jantung di dada kendalikan diri
(Hasrat Hatiku – Suara Persaudaraan)


Seperti biasa, habis Subuh adalah waktu yang tepat untuk menulis atau online sambil membuka situs-situs apik yang dengannya diri ini bisa meraup hikmah. Seperti pagi ini, hmm... pagi yang istimewa untuk ketiga sahabatku (Umi dan Suryo, Heru dan Nia, serta Bambang dan Zahro). Ya, pagi ini mereka akan melangsungkan pernikahan. So, statusku pagi ini berisi ucapan selamat kepada ketiga mempelai.


Akhirnya aku membuka situw www.dakwatuna.com dan menemukan artikel tulisan DR. Amir Faishol Fath. Aku pernah satu forum bersama beliau saat Tahrib Ramadhan tahun ini di masjid Bank Indonesia. Beliau memberikan tausyah di malam ini. Sip, akhirnya aku baca artikel itu dan aku share di sini.
Sambil mendengarkan nasyid ini..


Saat dua hati berjanji
Tuk arungi hidup di jalan-Nya
Allah kan berkahi mereka
Kala dalam doa kala dalam asa

Menjadilah mentari bening pagi
Terangi bumi terangi hati
Menjadilah keheningan malam
Kala berjuta insan larut dalam doa

Selamat datang kawan
Di duniamu yang baru
Kudoakan semoga bahagia
(Ketika Dua Hari Menyatu – Seismic)

***


Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?


Hidup, bagaimanapun adalah sebuah risiko. Mati pun risiko. Yang tidak ada risikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.


Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.


Menikah itu FitrahAllah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)


Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sistem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.


Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.

Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa manusia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.

Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.
Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.


Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.
Perhatikan bagaimana akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”


Menikah Itu IbadahDalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)


Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.


Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.


Pernikahan dan Penghasilan


Namun pernikahan begitu indah kudengar
Membuatku ingin segera melaksanakan
Namun bila kulihat aral melintang pukang
Hatiku selalu maju mundur dibuatnya
(Hasrat Hatiku – Suara Persaudaraan)

Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?


Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Al-Quran.


Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatnya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.


Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.


Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezeki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezeki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.


Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).
Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)
Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.


Persoalannya sekarang, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.


Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.


Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.


Pernikahan dan Menuntut IlmuSeorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.


Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.


Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu.


Di dalam Al-Quran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.
Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.


Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.


Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.


Kesimpulan


Akhirnya aku segera tersadar
Hanya pada Allah lah tempat aku bersandar
Yang akan menguatkan hatiku yang terkapar
Insya Allah azzamku akan terwujud lancar
(Hasrat Hatiku – Suara Persaudaraan)


Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.


Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.
Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.

When two people get marry
To take the life together on the way
Allah shall give them one more bless
When life in love and try
When life in love and pray

Just be the sunshine in the morning day
Give it shine to the world let everyone to see
Just be the quiteness in the night
When many people cry when many people pray

Welcome to the new world my friends
You both have to face all in love
All I could do just pray
And I do I pray

(Ketika Dua Hari Menyatu – Seismic)


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Indahnya Penantian



Ting... ting... ting...
Ada sepeda... sepedaku roda dua...
Kudapat dari ayah..
Karena rajin bekerja!

Waduw, sepertinya salah lirik nih!
Ulangi!

Ting... ting... ting....

Suara sendok berpadu dengan mangkok menghentikan suara ayam yang tengah merdu berkokok (anggap saja ada ayam yang bertengger di genting kostku pagi itu.)

Wah, abang tukang bubur ayam (selanjutnya disingkat ‘buryam’ ^^v) lewat. Saatnya beli sarapan!

“Bubur, Bang!” teriakku dari beranda lantai 2 saat melihat gerobak dorong buryam itu melintas di depan gerbang kost.

“Ya...” teriak si abang tukang buryam. Pagi-pagi dah teriak-meneriak nih!


Dengan mengenakan kostum batik merah hati (hari itu hari Selasa, hari terakhir di bulan November), aku mengambil mangkok berwarna hijau dari rak piring. Mangkok ini adalah bonus dari pembelian sebungkus detergen. Maklum, sebagai anak kost salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga –seperti alat makan gitu lah- salah satunya dengan membeli detergen yang berbonus mangkok. Hehe ^^v. Aplikasi dari hukum ekonomi!

Secara bergantian kaki kanan dan kiri menuruni anak tangga (kalau turun dari tangga jangan kedua kaki bersamaan ya, lhah... niru-niru gaya vampir dunk! ^^v). Sampai di lantai 1 lanjut membuka pintu yang sekarang formasi kuncinya sudah dimodifikasi sedemikian rupa oleh bapak kost setelah tragedi pembobolan kemarin. Ah, si maling itu masih membuat aku senewen saja kalau pulang malam. Semoga dia tidak berkenan lagi datang ke kostku... aamiin..

Keluar dari kost, aku membuka pintu gerbang dengan lebar 1 meter dan tinggi sekitar 1.5 meter yang terpasang manis di depan kostku. Pintu gerbang besi berwarna seperti jeruk impor dari China ini cara membukanya juga tak kalah canggih. Bapak kost memang kreatif pokoknya!

Keluar dari gerbang, aku belok kanan menuju lokasi ‘parkir’ abang buryam tadi. Subhanallah... Coba tebak, apa yang aku lihat???

1. Abang tukang buryam! (jawaban BENAR)
2. Gerobak dorong buryam! (jawaban BENAR)
3. Ayam bertengger di genteng rumah! (jawaban SALAH... hehe, ngaco aja!)
4. ....

Jawabannya adalah gabungan dari nomor 1 dan 2 ditambah koran! Nah lho, maksudnya waktu itu aku melihat ‘abang tukang buryam’ (jawaban noomor 1) sedang menghadap ‘gerobak dorong buryam’ (jawaban nomor 2) sambil membaca koran. Luar biasa, bukan? Menurutku sih, tak hanya luar biasa tapi SANGAT LUAR BIASA! Pagi itu abang tukang buryam mengajariku memaknai “INDAHNYA PENANTIAN”. Yup, dia menanti kedatanganku (halah...) –eits, lebih tepatnya kedatangan mangkokku untuk diisi buryam dan kedatangan uang 2000-ku sebagai rezekinya pagi ini- dengan membaca koran. Sebuah pelajaran yang sangat berharga buatku pagi ini.



Penantian adalah suatu ujian
Tetapkanlahku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan
(Penantian – Dans)
Bagi sebagian orang, menanti (menunggu) adalah pekerjaan yang membosankan. Apalagi kalau yang ditunggu adalah sesuatu yang tidak pasti. Misalnya, kita sudah berjanji dengan seorang teman untuk bertemu pada waktu yang sudah ditentukan. Pada waktu yang telah disepakati tersebut kita pun datang sesuai kesepakatan. Setelah beberapa saat berada di sana, teman kita itu tidak muncul-muncul. Satu jam berlalu, tapi tidak ada tanda kenampakan batang hidungnya. Lantas kita pun mencoba kontak melalui ponselnya. Ternyata hanya bunyi tu-la-lit yang terdengar lantaran ponselnya sedang tidak diaktifkan. Apa yang kita rasakan kemudian?? Sebel?? Bosan??? Atau mungkin khawatir jangan-jangan teman kita itu lupa akan janjinya?

Menurutku, buku adalah salah satu langkah preventif untuk mengurangi kesia-kesiaan waktu penantian. Ilmu bertambah, hati terjaga dari suudzon, mulut bebas dari gerutuan, dan kalau ada camilan bisa sekaligus sebagai upaya peningkatan gizi dan berat badan… ^^v

Sabarkanlahku menanti wujudnya mimpi
Tuluskan kusambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkah-Mu
Tibalah izin-Mu atas harapan ini
(Gubahan “Penantian” – Dans)


Dalam kehidupan kita sehari-hari, sebenarnya hidup kita penuh dengan masa penantian. Sebut saja, menanti hasil ujian masuk sekolah/perguruan tinggi, menanti hasil lamaran pekerjaan, menanti hasil tes CPNS (^^…pengalaman pribadi), menanti naskah diterima penerbit (buat para penulis nih), menanti jodoh (jodoh sih sebenarnya bukan dinanti, lha wong sudah ada dalam ketetapan-Nya… tinggal merangkai momentum yang tepat saja untuk bertemu…), dan menanti terwujudnya impian yang lainnya.

Namun, penantian bukanlah sebuah upaya pasif. Penantian merupakan suatu masa yang hadir setelah proses usaha. Penantian adalah tawakkal yang dikedepankan setelah proses ikhtiar. Secara bahasa Matematika (ciee…), PENANTIAN ada “jika dan hanya jika” telah dilakukan ikhtiar (usaha yang optimal). Ada mimpi, namun mesti ada aksi. Menanti tanpa didahului dengan usaha bukanlah sebuah penantian, namun hanya khayalan yang menggantung di jemuran.. eh, di awang-awang!

Rabbi….teguhkanlahku di penantian ini
Berikanlah cahaya terang-Mu selalu
Rabbi…..doa dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata padamu
(Penantian – Dans)


Ya, setelah usaha dijalankan, yang bisa dilakukan kemudian adalah bijak menanti hasil yang akan didapat. Setelah peluh dan keringat terkucur, penat dan lelah merangsek tubuh, tiada yang indah selain “BERSERAH”. Masa penantian tidak boleh menjadi masa yang kosong melompong. Alangkah baiknya bila kita mewarnainya dengan aktivitas-aktivitas yang bernilai. Bisa pula pada masa itu kita merancang beberapa rencana alternatif dengan mengukur probabilitas-probabilitas (statistiknya keluar nih…) yang terjadi semisal pada akhirnya patokan hasil yang kita inginkan belum tercapai. Dalam kamus hidup kita, tulislah bahwa “tidak ada waktu kosong” karena “apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.” (Q.S. Al Insyirah : 7)


Man proposes, God disposes. Manusia hanya bisa berusaha, sedang hasil mutlak urusan Allah semata yang menentukan. Tapi, satu hal yang perlu diingat bahwa yang dinilai oleh Allah bukanlah seberapa besar hasil yang kita peroleh, namun lebih pada seberapa optimal kita menjalani proses. SEPAKAT???

Mematok target dari apa yang kita usahakan adalah sebuah keharusan, namun menerima hasil yang kita peroleh secara ikhlas dan arif juga tidak kalah pentingnya, karena “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Atau “Bila kamu tidak menyukainya, (maka bersabarlah) karena bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”[hayo… firmanNya di surat dan ayat berapa??? Buka Al Qur’annya ya… ^^]

So, ketika realita yang kita hadapi tidak seperti yang kita idealkan atau kita targetkan, kita harus bisa menerima keadaan itu sewajarnya. Karena bisa jadi Allah sedang menyimpan hikmah berlebih di baliknya yang baru bisa terungkap di kemudian hari.

Rabbi... ridhoilah penantianku ini
Hadirkanlah ketentraman di dalam hari
Rabbi….hanyalah pada-Mu lah doaku ini
Duhai tempat mengadu segala rasa diri
(Penantian – Dans)

Ketika pada saatnya impian kita menjadi nyata, jangan menjadi lupa diri ataupun takabur, sebab semua itu terjadi karena kehendak Allah Swt. BERSYUKURLAH!!!! Sebab penantianmu telah sampai pada ujungnya. Penantianmu telah tiba pada batas waktunya yang indah.

RedZone, 02122010
Untuk sebentuk impian… pada sebuah pilihan… dalam indahnya penantian…
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

DESEMBER


Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur hanya tertuju pada Allah SWT atas limpahan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih berada dalam naungan indahnya iman dan islam. Sholawat dan salam senantiasa tercurahlimpahkan kepada teladan agung kita, sosok mulia sepanjang masa, Rasulullah SAW yang senantiasa kita nanti syafa’atnya di yaumul akhir kelak.“[DE]ngan [SE]mangat [M]erangkai karya, terus [BE]rjuang [R]aih cita dan cinta-Nya” menjadi tema saya di bulan Desember ini. Sebentar, biar tambah ‘menghentak’ nulisnya sambil mendengarkan “Sang Pemimpi”-nya Gigi.
Sambut hari baru di depanmu Sang pemimpi siap tuk melangkah Raih tanganku jika kau ragu Bila terjatuh ku 'kan menjaga Kita telah berjanji bersama Taklukkan dunia ini Menghadapi segala tantangan Bersama.. (mengejar mimpi-mimpi) Berteriaklah hai sang pemimpi Kita tak 'kan berhenti di sini Kita telah berjanji bersama Taklukkan dunia ini Menghadapi segala tantangan Bersama.. (mengejar mimpi-mimpi) Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa Hargailah orang-orang yang menyayangimu Dan slalu ada setia di sisimu Siapapun jangan kau pernah sakiti Dalam pencarian jati dirimu Dan semua yang kau impikan Tegarlah sang pemimpi

INILAH AKHIR UNTUK AWAL YANG INDAH!!!

Akhir??? Awal???

1. Desember 2010 : bulan terakhir dalam kalender Masehi tahun 2010, tak lama lagi tahun 2010 akan menghampiri. Sebuah awal yang indah!
2. 6 Desember 2010 : akhir bulan Dzulhijjah 1430 H, tanggal 7 Desember 2010 adalah tahun baru 1 Muharram 1431 H… emm, sebuah awal yang indah!
3. Desember 2010 akan menjadi akhir masa CPNS, insya Allah Januari 2011 sudah diangkat menjadi PNS, Alhamdulillah, sebuah awal yang indah!
4. Insya Allah, 2010 akan menjadi akhir dari tema “Merangkai Karya” dan mulai 1 Januari 2011 adalah saatnya menggunakan tema besar “Membangun Kisah Penuh Makna”. Sebuah awal yang indah!
5. Selain itu semua... saat kita tidur, itulah akhir dari kisah kita hari ini… Saat mata kita kembali terbuka (bangun), itulah sebuah awal yang indah buat kita! Karena Allah masih memberi kita kesempatan untuk berbuat yang TERBAIK!!! Semua tergantung pada kita, MAMPU memanfaatkan kesempatan itu dengan BAIK atau tidak!

It depends on YOURSELF!!!

THIS IS MY DESEMBER!!!

D=Dare to DREAM!!! E=Enlighting Your Mind S=Spirit will never end! E=Encourage your self to do the best! M=Make your family proud of you!! B=Be INSPIRING others! E=End to begin more exciting! R=Remember Allah always give THE BEST!



Sedikit berkisah (boleh ya?? Boleh lah…lha wong yang mau nulis saya! ^^)… Ini bukan kisah nyata tapi bisa jadi kisah nyata kalau memang ada yang mengalaminya… (bukan bermaksud menyinggung lho! Ni lagi berimajinasi…)

Ada seorang penulis pemula yang mendapat WARNING dari ‘gurunya’ (seorang penulis proffesional yang sudah menulis 270-an buku, sepertinya ini memang bermaksud menyinggung seseorang.. peace, kanjeng!) bahwa ia hanya memiliki kesempatan dua minggu lagi untuk merampungkan naskahnya. Sebenarnya penulis pemula tersebut telah memiliki outline tulisan yang cukup bagus dan menurut sang guru layak untuk dibuat buku. Umumnya, membutuhkan waktu cukup lama bagi seorang penulis pemula untuk merampungkan naskah itu. Namun, penulis pemula tadi memasang target dua minggu untuk menuntaskannya. Dan singkat cerita (gak harus nunggu ceritanya dua minggu ya… ^^), ‘calon bukunya’ selesai juga akhirnya! Bahkan melebihi target yang telah dipatoknya. Hanya sekitar satu minggu ia merampungkannya. MANTAP kan???

HOW COULD IT BE??? Bagaimana bisa??? Setelah mewawancarainya (tentunya self interview, lha wong yang buat cerita yang nulis ini :D), ternyata penulis pemula tersebut mempunyai sebuah rahasia. What’s THE SECRET??? Ia tidak terpojokkan dengan batas waktu pengumpulan naskahnya. Ia kemudian membuat gambaran besar di kepalanya. Betapa bahagianya ia saat telah menyelesaikan naskahnya nanti. Orang tua akan bahagia, ‘sang guru’ akan bangga atas keberhasilan ‘anak didik’nya, dan tentunya dirinya akan sangat lega karena akhirnya ia bisa menulis dan menerbitkan buku. Visualisasi gambar tersebut terus ia perbesar dalam alam pikirannya. Sehingga apapun yang merintanginya, entah cibiran atau cemoohan, tak lagi digubrisnya. CUEK IS THE BEST! Pikirannya hanya tertuju pada gambar besar di kepalanya. Pada impian yang hendak ia capai (Barangkali inilah yang disebut oleh om Stephen R.Covey sebagai MEMULAI DARI AKHIR!!! Makasih om atas inspirasinya!!! :D)

Emm..ibarat seorang yang naik gunung (langsung ingat saat “muda” dulu… suka naik gunung… ^^). Bila pikirannya hanya terfokus pada jalan yang ia lalui, yang penuh semak belukar, maka ia pun akan cepat letih dan bosan. Bahkan bisa jadi niatannya untuk menggapai puncak yang awalnya meletup malah meredup! Beda halnya bila pikirannya tertuju pada udara segar, sapaan sang mentari, pemandangan yang indah, dan kepuasan tiada tara saat ia mencapai puncak. Letih dan bosan tak akan mempengaruhinya. Lantaran tujuan telah mampu mengesampingkan berbagai tantangan di sepanjang jalan.

Jangan membayangkan bahwa kita AKAN MERAIH tujuan dan impian itu. Bayangkan bahwa kita TELAH MERAIH tujuan dan impian tersebut. Bayangkan segala kebahagiaan dan kesenangan yang akan kita dapat. Dan kita pun AKAN MENDAPATKANNYA!!!!!!!

Sesungguhnya, jalan mencapai puncak itu berat, tetapi tetap bertahan di puncak jauuuuhh lebih berat, So.. tetep SEMANGADH 37x!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Simbol mendasar dari perubahan adalah bergerak, berilmu tanpa bergerak adalah sia-sia, namun bergerak tanpa rencana adalah ironis. Semoga Allah memudahkan kita untuk menjadi pribadi yang cerdas dalam menempatkan diri. Aamiin...

Perubahan dimulai oleh orang-orang yang cerdas...Dilaksanakan oleh orang-orang yang ikhlas...Dan dimenangkan oleh orang-orang yang pemberani...

”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S.Ar Ra’du : 11)

” .... dan jangan kamu berputus asa dari rahmat ALLAH. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat ALLAH, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf : 87)

”Sesungguhnya aku bergantung pada persangkaan hamba-Ku dan Aku akan selalu bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka aku akan mengingatnya dalam diriKu. Kalau Hamba-Ku mendekat sejengkal, Ku sambut ia sehasta. Kalau ia mendekat sehasta, Ku sambut ia sedepa. Kalau Hamba-Ku datang pada-Ku berjalan, maka Ku sambut ia dengan berlari...” (H.R. Imam Bukhari, At-Tirmidzi)

Impian dan cita-cita itu begitu penting. Jangan sekali-kali merasa malu dengan apa yang kita impikan! Sehingga terburu-buru menganggap impian itu tidak mungkin terjangkau dan kemudian menilainya sebagai sesuatu yang tidak mungkin lagi bahkan mengada-ada. Sikap seperti itu sungguh SALAH!!! Sebaliknya, kita harus bisa mengolah impian-impian itu secara cerdas sampai menjadi sebuah wujud yang berkualitas. Menggapai bintang di langit menjadi tugas hidup. Dengan bintang di tangan, kita akan bisa memberikan TERANG bagi lingkungan sekitar kita dan sekaligus sebagai wujud ibadah kita kepada Allah SWT.

Layang-layang dimainkan dengan kepala tegak dan bukan dengan menunduk. Layang-layang diterbangkan, bukan dengan wajah ke arah bawah, tapi dengan menatap ke angkasa. Begitupun kita di dalam hidup. Layang-layang adalah tanda agar kita selalu percaya bahwa OPTIMISME dimulai dengan membangun HARAPAN, bukan dengan BERSEDIH.

Jangan pernah sekalipun menyerah guna mewujudkan impian itu! Jangan sampai muncul pertanyaan di benak kita yang bisa melunturkan semangat kita ”Apakah aku bisa menjadi apa yang aku inginkan?” Tetapi sebaliknya, bersikaplah tegas dan bertekad.........

”AKU HARUS BISA MENJADI APA YANG AKU INGINKAN”



TUJUH KUNCI SUPER AGAR IMPIAN tak hanya SEKEDAR MIMPI!!!
1.Selalu berpikir : “AKU BISA!!!” 2.Tidak pernah berpikir : “AKU GAGAL 3.Punya prinsip : “AKU BERANI" 4.Ubah diri jadi : “AKU KREATIF” 5.Apa yang ada dalam pikiranku : “INILAH AKU” 6.Ubah kekalahan jadi : “INI KEMENANGANKU” 7.Tak sekedar dibayangkan tapi : “AKU LAKUKAN”

KUNCI SUKSES ALA “SUPERTWIN” = IMPIAN BESAR + PUNYA STRATEGI + BERANI MELANGKAH!!!!!

Di akhir untuk awal yang indah ini, kembali saya merenungkan motto hidup saya,

BE MY SELF : ETIKA! BE SMART & VISIONER!!!
ETIKA, SMART, dan VISIONER ini ada kepanjangannya.... hmm, check it out...

E = Encourage urself to do d bez! T = Time always go on… I = Is urself usefull 4 another??? K = Keep istiqomah n bliv that.. A = Allah always give d bez 4 us!!

Solutif… Magnetis… Aktif… Ruhiyah oke… Tangguh!!!

Visi mantap. Inspiratif. Semangat. Ikhlas berjuang. Optimis. Nothing to lose. Excellent. Responsible



Inilah akhir, untuk awal yang indah...
Redzone, 1 Desember 2010_05.00
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Ikan Bandeng


Ikan bandeng. Siapa yang tak suka? Dagingnya memang lezat, sayangnya bandeng memiliki tulang dan duri yang susah dipisahkan dari dagingnya. Tersimpan manis dalam ingatan, saat ibu bersusah payah memisahkan tulang dan duri satu per satu dari ikan bandeng saat menyuapi saya waktu kecil dulu. Betapa sangat berhati-hati agar tidak ada satu ruas duri pun yang masuk ke dalam mulut mungil saya. Semoga Allah memberkahi kasih sayang ibu... aamiin...

Salah satu cara mengatasi masalah tulang dan duri itu adalah dengan mengolah bandeng menjadi bandeng presto.Bandeng diolah dengan pressure cooker, alat masak yang bekerja dengan memberikan tekanan tinggi. Tekanan ini telah diatur sedemikian rupa, sehingga tulang dan duri bandeng tersebut menjadi lunak, tetapi dagingnya sendiri tidak rusak.

Hampir mirip dengan ikan bandeng, ada juga “tulang dan duri” dalam diri kita yang membuat hidup kita terkadang tidak menyenangkan. Entah itu bagi diri kita sendiri, orang lain, bahkan Sang Pemilik kita. Mungkin “tulang dan duri” itu berupa kesombongan, kekerasan hati, egois, pola pikir yang keliru, tingkah yang tidak beretika, dan lain sebagainya.

Maka, kerap kali Allah Swt harus mengatasinya dengan “memasukkan” kita untuk sementara waktu ke dalam pressure cooker, yakni situasi hidup yang membuat kita tertekan atau stress. Tentu Allah Swt mengaturnya dalam tekanan yang sesuai dan tidak melebihi kemampuan kita untuk menanggungnya. Tekanan itu akan cukup kuat untuk “melunakkan duri dan tulang” atau membentuk kita, tetapi tidak sampai membuat kita hancur.

Oleh karena itu, apabila saat ini kita dihadapkan pada situasi yang “tertekan”, misal : batas pengumpulan skripsi yang makin dekat, deadline pembayaran hutang, deadline naskah (bagi penulis nih!), isi dompet menipis padahal kebutuhan hidup semakin banyak, dll maka janganlah menyerah! Gunakan kesempatan ini untuk merenung dan mencari apa yang Dia inginkan untuk kita ubah. Jalani semua ini dengan kesabaran dan ketekunan.

Semoga dengan ‘tekanan’ itu, akan mengubah pribadi kita menjadi lebih baik...



Backsong : “Cermin Tak Pernah Berdusta” (Star Five)

Cermin yang biasa kupandangi di setiap hari
Sekali lagi membiaskan bayangan diri
Wajah ini hati ini tempat sgala rasa bermula
Kan indahkah akhir sgala kita
Apakah diriku ini kan bercahaya bersinar di syurga-Mu menatap penuh rindu
Ataukah diriku ini kan hangus legam terbakar dalam nyala di neraka membara
Sungguh berbeda yang nampak dan yang tersembunyi
Hanya kepalsuan menipu topeng belakajiwa ini tubuh ini hati yang merajai diri
Tlah bersalah hamba-Mu melangkah
Cermin tak pernah berdusta yang indah topeng semata
Ya Allah aku malu tlah tertipu
Ampuni hamba sebelum akhir waktu Kemanakah diriku ini berakhir di surga atau di neraka-Mu
Aku takkan mampu
Ampuni hamba sebelum akhir waktu
Selamatkan aku...
Kemanakah diriku... Diriku ini berakhir...
Amin Ya Rabbal 'alamiin...


Saat DEADLINE mendera,
30 November 2010_05:40

Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya 

Ada yang Istimewa di HUT KORPRI ke-39


Senin, 29 November 2010. Selamat HUT KORPRI ke-39, hari ini aku jadi salah satu anggota paduan suara Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Bagaimana kisahku???
Pagi ini berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya. Hmm, pakai seragam KORPRI pula? Ada apa gerangan? Yup, hari ini adalah HUT KORPRI ke-39. Untuk kedua kalinya aku memakai seragam ini. Pukul 06.30 berangkat. Waw, ternyata arus lalu lintas cukup padat merayap. macet. Mungkin banyak yang mau upacara kali ya.

Sampai kantor jam 7 lebih. Terlihat di lapangan, rekan-rekan sudah bersiap. Kali ini aku berkesempatan menjadi anggota regu paduan suara bersama-sama rekan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Wah, ternyata yang akhirnya menjadi dirigen adalah Bu Ika (mantan kepala seksiku waktu di subdit 1 dulu). Upacara dimulai. Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Pak Mahendra Siregar (Wakil Menteri Perdagangan) karena Bu Menteri (Mari Elka Pangestu) sedang tidak ada di Indonesia.

Kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat meski panas begitu menyengat. Setelah pembacaan sambutan Presiden SBY yang dibacakan Pak Mahendra, kami menyanyikan Mars Korpri.

MARS KORPRI

Satukan irama langkahmu
Bersatu tekad menuju ke depan
Berjuang bahu-membahu
Memberikan tenaga tak segan

Membangun negara yang jaya
Membina bangsa besar sejahtera
Mamakai akal dan daya
Membimbing membangun mengemban

Berdasar Pancasila
Dan Undang-Undang Dasar Empat Lima
Serta dipadukan oleh haluan negara
Kita maju terus

Di bawah Panji Korpri
kita mengabdi tanpa pamrih
Di dalam naungan Tuhan Yang Maha Kuasa
Korpri maju terus

Setelah menyanyikan mars itu, beberapa peserta upacara bersorak gembira, dan seulas senyum Pak Wamen mengembang. Saat penutupan upacara, Pak Wamen sempat memberikan apresiasi pada regu paduan suara dan setelah upacara selesai beliau bersama rombongan pejabat eselon 1 berjalan menuju tempat kami dan meminta kami menyanyikan Mars Korpri sekali lagi. Waw, anggota paduan suara tidak menyangka akan hal ini. Padahal kami hanya latihan dua hari. Kalau aku hanya ikut sekali karena pas hari Kamisnya ada workshop.

Kami pun menyanyi kembali dengan penuh semangat. Sebelum turun dari panggung, kami sempat berfoto bersama. Selanjutnya, kami semua diajak sarapan bersama Pak Wamen di kantin kemendag. So awesome!

TAMBAHAN dari www.depdag.go.id

Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar, hari ini (29/11) di lingkungan Kementerian Perdagangan memimpin Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke 39. Tema pada peringatan HUT KORPRI kali ini adalah: Dengan Netralitas dan Profesionalitas KORPRI Mendukung Reformasi Birokrasi dalam Rangka Optimalisasi Pelayanan Publik.

Dihadapan para Pejabat Eselon I, II dan karyawan/wati yang menghadiri upacara, Wakil Mendag membacakan sambutan tertulis Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Penasehat Nasional KORPRI, mengemukan 5 (lima) pesan :
Pertama
Tuntaskan pelaksanaan reformasi birokrasi, melaksanakan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good Governance) di semua lini.
Kedua
Tingkatkan kerjasama produktif dengan semua pemangku kepentingan pembangunan. Jajaran birokrasi yang siap merespon berbagai tantangan pembangunan secara konstruktif. Ciptakan terobosan dan inovasi dalam memberikan layanan public terbaik bagi masyarakat. Ketiga
Bekerja lebih keras dan cerdas, sebagai abdi Negara, abdi masyarakat dan abdi pemerintah. Pedomani sumpah jabatan dan Panca Prasetya KORPRI.
Keempat
KORPRI dapat tampil sebagai organisasi profesi yang ikut meningkatkan daya saing bangsa melalui pelayanan birokrasi dan pelayanan public yang berkualitas.
Kelima
Mengedepankan semangat kebersamaan untuk bangsa dan negara. Melanjutkan pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pada kesempatan tersebut Wakil Mendag dan pejabat Eselon I, II dan panitian HUT KORPRI, menyaksikan lebih dekat penampilan Paduan Suara Karyawan/wati Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, yang turut mengisi upacara


Aisya Avicenna 


Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya

Tamu Tak Diundang



Senin, 29 November 2010. Sekitar pukul 00.30 alhamdulillah aku terbangun. Segera bangkit dan mengambil wudhu di kamar mandi lantai 1. Sebelum turun ke lantai 1 sempat berpapasan dengan Bu Hanum (ibu salah satu teman penghuni kos kami). Beliau baru selesai mandi. Hiks, aku kalah bangun duluan dari beliau. Biasanya sehabis mandi beliau sholat tahajud. Beliau sekarang memang kos bersama anaknya karena habis terkena stroke dan memang hanya anak perempuan satu-satunya lah yang bisa merawat (kisah ini sudah pernah saya ceritakan). Lanjut, saat turun ke lantai 1, memang merasa ada ‘sesuatu yang tidak biasa’. Tapi saya enyahkan ‘rasa aneh’ itu.

Setelah wudhu, kembali lagi ke Redzone (kamarku yang terletak di lantai 2). Lanjut sholat tahajud. Saat tengah khusyuk dalam doa, Gemini-ku bergetar. Biasanya kalau bergetar ada 5 pertanda :
1.SMS
2.Telepon
3.BBM
4.YM
5.Notifikasi FB

Aku selesaikan doaku. Kemudian bergeser meraih si Gemini. Sebuah SMS dari salah seorang teman kos. Nurul. Aku buka SMS-nya.

“Bangun! Kayaknya ada maling dibwh, nunggu sepi, Dy udah nyabut kunci bwh kyknya. Ayo kita serbu.”

Aku balas SMS-nya, “Hah? Nyerbunya gimana?”

“Dia lg dbwh jemuran nunggu sepi. Km siap-siap pakai jilbab trus ntar ke bwah kalau sudah aku kasih isyarat.” Balasan SMS Nurul membuatku semakin waspada.

Astaghfirullah. Langsung deg-degan juga. Tegang. Aku langsung memandang sekeliling kamar. Senjata apa ya yang bisa dipakai? Aha, kemoceng! satu-satunya ‘senjata’ yang cukup representatif untuk sekedar dipakai memukul sang maling. Hehe...

“Emang tahumu gimana ciri-ciri kalau itu maling? Waduw, ni yang dah bangun sapa ja ya?” SMS-ku lagi.

Nurul membalas, “Ada suara kresek-kresek. Kuncinya dah kecabut. Aku pikir Nizar. Soale kemarin Nizar pulang malam juga. Ni yang bangun kita berdua saja tik. Km bisa lihat dari atas gak? Tapi hati-hati buka pintunya!”

Nizar itu anaknya bapak Kos yang masih SMA. Hmm, aku memutuskan untuk mengaji saja sambil menunggu isyarat dari Nurul. Alhamdulillah, sudah masuk Q.S. Ar-Rad. Sampai juga di ayatnya yang ke-28. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram.” Subhanallah, serasa Allah mengingatkanku langsung lewat ayat ini. Dan memang menjadi tenang setelah mengaji. Sebenarnya, aku ingin keluar dan melihat kondisi di bawah. Tapi, kalau aku keluar. Pintuku mendecitnya cukup keras, bisa kabur duluan tuh si maling!

Selang berapa lama, tidak ada SMS lagi dari Nurul. Aku telepon dia. Tulalit. Sepertinya tidak ada sinyal di lantai 1. Aku coba lagi. Tersambung! Diangkat Nurul. Aku bertanya bagaimana kondisi di bawah. Kami telepon-teleponan sambil berbisik-bisik! Lucu kalau diingat lagi ^^v.

Nurul SMS lagi, “Ngantuk. Dia sedang gelisah menunggu sepi, lha sibuk menarik kursi.”

Aku balas, “Jangan tidur dulu! Emangnya ada kursi deket jemuran to? Ayo kita timpuk saja!”

Sudah jam 2 lebih. Selesai mengaji, aku menatap netbookku. Mulai menulis. Tiba-tiba, Krek! Seperti ada yang membuka pintu bawah. Dan memang benar. Maling itu mencoba masuk! Nurul berteriak memanggil namaku. Aku langsung berdiri, dan berlari menuju lantai 1 masih dengan mengenakan mukena merah hatiku. Halah.. merah! ^^v. Aku lupa membawa kemoceng yang sejatinya sudah aku persiapkan sebagai senjata. Waduh...

Sampai di bawah, Nurul sudah berdiri di depan pintu. Maling berhasil kabur membawa kunci pintu kos kami. Kata Nurul, si maling adalah seorang laki-laki jangkung dan kurus yang mengenakan jaket dan celana jeans tiga perempat. Dia berhasil melompat pagar pintu kos kami. Mmm, sepertinya harus ekstra hati-hati nih! Pasalnya, dia sudah berhasil mengatahui cara membuka pintu kos yang begitu rumit. Padahal pak kos sudah memasang gerendel pintu yang cukup canggih untuk bisa membuka pintu itu dan hanya anak-anak kos saja yang tahu.
***
Ya Allah, tiada tempat berharap selain kepada-Mu. Penuhilah seluruh harapan kami dengan Kau bimbing kami ke jalan-Mu yang lurus, dengan Kau tuntun kami istiqomah dalam ketaatan dan terjatuh dari kemaksiatn, agar kami bisa meraih limpahan rahmat dan kasih sayang-Mu untuk akhirnya kami bisa berlabuh damai dalam rengkuhan ridho-Mu.. Aamiin..
Jakarta, 29 November 2010
Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya

Menulis Yuk di TKIT Fitrah Lebah


Sabtu, 27 November 2010 tim Menulis Yuk menggelar acara "Workshop Penulisan" bersama adik-adik kelas 1 SD sampai SMP di TKIT Fitrah Lebah, Bekasi.
Berikut ceritanya.

Pagi itu, sekitar pukul 06.30, Mbak Iecha SMS aku menanyakan apakah aku jadi ikut ke Bekasi atau tidak. Aku jawab kalau aku jadi ikut. Dia SMS lagi, kalau dia akan menungguku di halte Busway Gelanggang Remaja. Kami memang janjian ketemuan di UKI jam 07.30. Pukul 07.00 aku dah bertemu Mbak Iecha yang mengenakan kaos berwarna kuning. Setelah itu, kami berdua naik busway menuju halte UKI. Di sana sudah menanti Mbak Suri dengan baju pink-nya. Ternyata Mbak Suri sudah menunggu kami di halte angkot yang terletak di depan UKI. Kami bertiga bertemu.


Selang berapa saat kemudian, Mbak Ovy datang. Sudah jam 07.45. Wedew, Mbak Ria dan Mbak Rurie telat nih! Saat sedang asyik ngobrol sambil baca bukunya Kang Arul “A Complete Guide for Writerpreneurship”, mbak Ria datang dengan hebohnya. Dia naik ojek. Pakai acara uangnya kegedean dan akhirnya pinjam uang Mbak Ovy dulu. Tumben hari ini Mbak Ria pakai baju biru. Biasanya PINK terus! Beuh... hihi, dasar mbakku yang satu ini! Selanjutnya, tinggal menunggu Mbak Rurie yang masih dalam perjalanan.

Mbak Rurie akhirnya datang juga dengan tampang merasa bersalah karena terlambat. Tapi kita tidak akan marah kok! :) . Kemudian kami naik angkot kecil jurusan bekasi. Dalam perjalanan, aku dan Mbak Suri berdiskusi tentang banyak hal, salah satu hasil diskusi kami sudah saya tulis dalam “Menunggu di Sayup Rindu”. Sesekali kami tertawa melihat polah tingkah Mbak Ria yang super heboh. Dasar!!!

Sampai di daerah... mmm, aku lupa namanya. Kami turun! Awalnya mau ketemuan sama Mbak Ayu, tapi ternyata dia belum sampai. Akhirnya Mbak Ayu kami tinggal biar dia menyusul saja. Kami naik angkot 2 B. Sampai di pintu Gerbang Perumahan Villa Nusa Indah, kami turun. Setelah itu berjalan kaki menuju TKIT Fitrah Lebah.

Sampai di pintu gerbang, langsung disambut pengelolanya dan kami dipersilakan masuk. Di dalam, anak-anak sudah berkumpul. Kang Arul juga sudah datang. Acara “workshop penulisan” pun dimulai. Kang Arul mengawali workshop dengan memperkenalkan dirinya dan para pasukannya (kami, -red). Setelah itu, Kang Arul menggelar games kecil yang membuat adik-adik makin semangat. Pelatihan pun dimulai. Hmm, Kang Arul memang keren deh dalam berbagi ilmu soal kepenulisan. Sebenarnya, bukan adik-adik dari SD sampai SMP itu saja yang belajar menulis pagi ini, tapi aku juga belajar teknik menulis yang luar biasa dari Kang Arul.
Adik-adik mendapat tugas dari Kang Arul. Tugas menulis tentunya! Mereka dibagi menjadi 3 kelompok.
Kelompok 1, terdiri dari kelas 1 sampai 3 SD, dipegang oleh : aku, Mbak Suri, dan Mbak Ovy.
Kelompok 2, terdiri dari kelas 4 dan 5 SD, dipegang oleh : Mbak Rurie dan Mbak Ayu.
Kelompok 3, terdiri dari kelas 6 dan 7 (SMP), dipegang oleh : Mbak Iecha dan Mbak Ria.
Kami bertugas membimbing adik-adik dalam menulis. Wah, seru banget deh!!!! Aku jadi akrab dengan beberapa adik dan sempat bertukar alamat FB. Hehe, kecil-kecil punya FB!

Acara ini selesai pukul 12.00. Setelah acara selesai, kami foto bersama. Selanjutnya adik-adik bermain di depan “Rumah Pensil Publishing” (yang dulunya memang TKIT Fitrah Lebah). Aku dan Mbak Suri sempat diskusi tentang Rumah Pensil Publishing dengan salah satu pengelolanya. Kang Arul masih asyik ngobrol dengan ibu-ibu yang anaknya ikut acara tadi.
Pukul 12.00 lebih Kang Arul undur diri. Makasih ya Kang atas kesempatannya.

Aku dan mbak-mbakku masih menikmati snack, makan siang, dan sholat Zuhur dulu di Rumah Pensil Publishing. Setelah itu, kami menuju rumah Mbak Ayu untuk rapat membahas calon buku yang tengah kami tulis. Chayo buat tim MENULIS YUK!!!


Aisya Avicenna

NB : Kang Arul adalah nama panggilan dari Rully Nasrullah, penulis 200-an buku (lebih malah) dengan beragam nama pena, salah satunya "ARUL KHAN". Beliau adalah seorang "WRITER COACH" yang luar biasa keren! Saat ini beliau juga sebagai CEO MENULIS YUK KOMUNIKATA. Menjadi salah satu 'anak buah'-nya merupakan sesuatu yang luar biasa bagiku yang memang tengah belajar menjadi seorang "WRITERPRENEUR" 




Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya

INSYA ALLAH, KHAIR...



Menuliskan kisah ini membuat saya mengenang masa itu. Jumat, jam 11 siang di dekat mushola lantai 2 Gedung B FMIPA UNS, bersama adik-adik yang sangat bersemangat mengenal Islam lebih dekat. Kisah ini adalah salah satu kisah yang pernah saya sampaikan dalam sebuah pertemuan di Jumat itu...

Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas. Ia mempunyai seorang penasihat yang bijaksana. Suatu ketika sang raja bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Ia pun bercerita kepada penasihatnya. “Wahai penasihat, aku bingung dengan diriku ini. Aku telah menjadi raja, tapi mengapa aku merasa hidupku ini tidak enak, aku merasa sepi”. Maka dengan senyum dan bijak sang penasihat menjawab “Wahai raja, lebih baik kau menikah, insya Allah khoir, insya Allah kau tidak merasa sepi”.

Maka sang raja menuruti apa kata penasihat. Akhirnya sang raja menikah. Benar saja, sang raja merasa sangat bahagia, ia tidak merasa sepi lagi. Namun sang raja merasa ada yang kurang, ia belum mempunyai anak. Setelah berbincang dengan penasihat, penasihat menganjurkan untuk memiliki anak. “Insya Allah khair,” kata penasehat. Maka akhirnya sang raja memilih untuk memiliki anak. Hingga akhirnya ia mempunyai seorang anak laki- laki.

Seiring berjalannya waktu sang anak pun tumbuh besar. Hingga akhirnya ia mulai memasuki bangku sekolah. Pada saat itu sang raja kembali bingung, anaknya akan disekolahkan di mana. Maka ia kembali berbicara pada penasihatnya. “Wahai penasihat bagaimana menurutmu, sekolah mana yang pantas untuk anakku ini?” tanya sang raja. Maka dengan bijaksna penasihat berkata “Sekolahkan saja anak raja ke negeri seberang, Insya Allah khair, itu lebih baik”. Maka dengan berat hati sang raja menyekolahkan anaknya ke negeri seberang.

Dengan perginya anaknya, maka sang raja merasa kesepian. Pada suatu malam ia mengupas buah apel. Namun apa gerangan, tangannya terkena pisau hingga mau putus. Sang raja merasa hatinya resah, ia menganggap itu pertanda kalau sedang terjadi sesuatu yang tidak baik pada anaknya. Maka ia kembali bicara pada penasihatnya. “Wahai penasihat, menurutmu apa yang sedang terjadi, aku merasa tidak enak, ini tanganku teriris pisau dan mau patah,” kata sang raja. Maka dengan muka senyum penasihat berkata ”Insya Allah khair”. Mendengar jawaban penasihat raja merasa jengkel karena dari dulu setiap dimintai pendapat penasihat menjawabnya “Insya Allah khair” terus. Sang raja marah dan akhirnya menjebloskan penasihat tersebut ke dalam penjara.


Sang raja mengangkat penasihat baru. Setelah itu mereka langsung berburu di hutan. Sang raja memang suka berburu. Dengan membawa segenap pasukan dan penasihatnya, raja berangkat berburu di hutan. Di tengah jalan, raja melihat seekor rusa. Dengan menunggangi kuda sang raja dan penasihat barunya mengejar rusa tersebut. Namun, tidak dengan para pengawalnya. Mereka kelelahan mengejar sang raja, karena mereka harus berlari. Hingga tanpa disadari tinggal sang raja dan penasihat yang mengejar buruannya.


Akhirnya sang raja mendapatkan posisi yang tepat untuk memanah rusa tersebut. Tanpa disadari, ternyata mereka berdua telah dikepung oleh kaum kanibal yang menghuni hutan tersebut. Di saat yang bersamaan, kaum kanibal tersebut sedang mencari manusia untuk upacara adat. Tanpa bisa berbuat apa-apa maka raja dan penasihat baru itu dibawa. Dengan posisi seperti akan disate maka penasihat baru tersebut dipanggang, hingga akhirnya ia meninggal dunia. Saat giliran sang raja yang akan dipanggang, ada seorang dari kaum kanibal melihat bahwa ada bagian tubuh yang rusak dari sang raja, yaitu jari tangannya hampir putus. Mereka juga tidak enak kalau mau memberi sesajen pada leluhurnya dengan barang yang cacat. Maka sang raja tidak jadi dipanggang dan akhirnya dilepaskan.


Dengan perasaan takut maka rajapun kembali ke istana. Sang raja langsung menemui penasihatnya yang tengah dipenjara.”Wahai penasihat ternyata kau benar, kalau jariku ini tidak terluka, maka aku bisa dipanggang oleh kaum kanibal di hutan tersebut,” kata sang raja sambil minta maaf. Dengan tersenyum sang penasihat berkata ”Saya juga berterima kasih pada Paduka Raja, karena telah menjebloskan saya ke penjara. Karena kalau tidak dipenjara, mungkin saya juga sudah dipanggang oleh kaum kanibal tersebut”.


Selamat mengambil pelajaran dari kisah ini...


Everytime you feel like you cannot go on
You feel so lost
That your so alone
All you is see is night
And darkness all around
You feel so helpless

You can`t see which way to go
Don`t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Everytime you can make one more mistake
You feel you can`t repent
And that its way too late
You`re so confused, wrong decisions you have made
Haunt your mind and your heart is full of shame
Don`t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Insya Allah
Insya Allah you`ll find your way
Turn to Allah
He`s never far away
Put your trust in Him
Raise your hands and pray
Ya Allah
Guide my steps don`t let me go astray
You`re the only one that showed me the way,
Showed me the way
Insya Allah
Insya Allah we`ll find the way
(Insya Allah-Maher Zain)

Saat Jakarta tengah batuk, 28 November 2010_14.24
Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya

Menunggu di Sayup Rindu



burungpun bernyanyi
melepas sgala rindu
yang terendam malu
di balik qolbu

anginpun menari
mencari arti
apakah ini fitrah
ataukah hiasan nafsu

di dalam sepi ia selalu hadir
di dalam sendiri ia selalu menyindir
kadang meronta bersama air mata
seolah tak kuasa menahan duka

biarlah semua mengalir
berikanlah kepada ikhtiar dan sabar
untuk mengejar...

sabarlah menunggu
janji ALLAh kan pasti
hadir tuk mdatang
menjemput hatimu

sabarlah menanti
usahlah ragu
kekasihkan datang sesuai
dengan iman di hati
bila di dunia ia tiada
moga di syurga ia telah menanti
bila di dunia ia tiada
moga di syurga ia telah menunggu

-Maidany-

***

Jodoh tak usah terlalu dirisaukan, tiba waktunya ia akan menjemput, namun perlu juga membuka lorong-lorongnya agar jemputan mudah sampai dan tidak terhalang

Ketika kita pasrah dan tawakal kepada Allah, dalam menanti jodoh yang terbaik menurut sang Maha Pencipta, baiknya kita singkirkan segala permintaan tentang jodoh yang tepat menurut kita (kriteria idealis kita). Saat jodoh masih belum datang juga, bisa jadi penyebabnya karena tidak ada 'keharmonisan' saat berdoa. Ternyata ketika mulut kita meminta, hati tidak seiring dan sejalan dengan apa yang kita ucapkan. Oleh karena itu, kita harus berusaha sekuat tenaga menyelaraskan ucapan dan lintasan hati kita.

Ketika kita pasrah dan tawakal kepada Allah, dalam menerima jodoh yang terbaik menurut sang Maha Penentu Takdir, Insya Allah Dia akan memberikan lebih daripada yang kita kira. Ketika kita tidak lagi menuntut banyak kriteria, Allah mungkin justru akan memberikan kriteria yang sering kita minta di setiap doa-doa dalam mengharap jodoh kita.

Ketika kita pasrah dan tawakal kepada Allah, jika suatu saat nanti kita siap menerima seseorang sebagai pendamping hidup, kita sangat yakin kepada sang Maha Pengampun, kita akan jauh lebih baik dan lebih cantik/tampan di surga nanti. Dialah jalan bagi kita untuk menuju surga Allah. Ya Allah, kumpulkanlah kami dalam surgamu kelak. Amin.

Ketika kita mampu pasrah dan tawakal kepada Allah, dalam segala hal, maka yakinlah, sang Maha Mendengar segala doa, akan mengabulkan doa-doa kita.


~Hasil diskusi dengan seorang sahabat saat perjalanan Jakarta-Bekasi~

Aku, yang masih terus mencoba pasrah dan tawakal
Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya
 

Bareng Dong!


by : Fariecha The Explorer (penulis "Don't Touch Me")

Nulis keroyokan emang enak. Apalagi buat kita-kita yang "napasnya" belum kuat untuk nyelesain satu buku sendiri. Mungkin, kalau nulis fiksi (cerpen or novel), bikin sendiri lebih enak, karena lebih personal. Sedangkan, klo non fiksi, bikin rame-rame enak n ngebantu banget.

Bayangin, dari 5-8 bab yang harus dikerjain, kita paling kebagian satu atau dua bab. Selebihnya dikerjain sama temen-temen yang lain. Jelek-jeleknya, kita dapet jatah setengah buku. Itu juga udah jauh mendingan dibanding harus nulis sendirian dari ujung ampe ujung.

Terus, nulis barengan juga bisa saling menyemangati. Kalo ada temen yang belum selesai, yang lain bisa support. Kalo ada temen yang belum dapet data, yang lain bantu nyariin. Dari mulai bikin konsep sampe finishing, semuanya diselesaikan rame-rame.

Itu yang aku alamin sama temen-temen Band aku. Awalnya, aku yang cuma akrab sama Mba Dala. Begitu dapet instruksi untuk bikin non fiksi keroyokan, aku n Mba Dala nyusun pasukan. Tapi, berkali-kali band ini ganti personel. Banyak yang nggak konsisten untuk ngerjain. Alesannya bermacem-macem. Sampe, pada akhirnya, Mba Era dilibatin. Waktu itu, aku bener-bener nggak deket ama Mba Era. And, di waktu yang sangat mepet, Mba Astri n Mba Anisa (yang waktu itu baru diinagurasi) ikutan join.

Apakah kami udah akrab semua pas awal bikin tulisan? Nggak! Samasekali nggak akrab dan nggak deket. Sekali lagi, aku cuma akrab sama Mba Dala. Hingga, penerbit minta kami ngerevisi total naskah. Inagurasi angkatan 7 di Situ Gintung, itu pertama kalinya kami ketemu untuk ngomongin konsep dan bagi-bagi tugas.

Itu juga nggak langsung beres. Karakter dan latar belakang personel band yang beda-beda bikin gaya penyampaian lain-lain semua. Saat itu, kami harus ngerevisi sesuai dengan instruksi penerbit. Nggak cuma sekali. Buku Muslimah Nggak Gitu, Deh akhirnya terbit juga setelah ngerjain dua taun dan empat kali ngerevisi.

Lanjut ke buku-buku berikutnya, satu band itu nggak pernah kumplit ngumpul semua pas bahas konsep. Tapi, ngerevisi sampe empat kali bikin kami udah ngerasa deket dan saling percaya. Bikin konsep biasanya berempat. Baru, hasil rapat dikomunikasiin dengan semua personel, dan masing-masing milih bab.

Yup. Kuncinya nulis bareng itu komunikasi. Komunikasi tentang apa pun. Khususnya tentang buku yang lagi dikerjain. Nggak mungkin tulisan bisa dikerjain kalo nggak pernah ngomongin konsep bareng. Nggak mungkin juga bisa jadi buku kalo masih mengedepankan ego masing-masing. Semua buat kepentingan bersama, buat kebaikan bersama, n buat keberhasilan bersama.

Nulis satu buku berdua tapi nggak pernah bahas konsep? Waduh... Kayak lagunya Armada: mau dibawa ke mana? Mau dibawa ke mana itu tulisan? Kita enak-enakan nulis jatah kita sendiri sementara temen masih kebingungan. Kita dengan pedenya ngumpulin naskah kita sendiri, sementara temen kita tulisannya masih babak belur dan kita cuek? Halo....!!!

Nulis keroyokan satu buku dan satu tema butuh kesabaran ekstra, Butuh usaha supaya buku itu nggak ketauan kayak ditulis rame-rame. Mungkin nggak hasil tulisan kita bisa kayak gitu kalo kita nggak peduli sama temen kita? Kalo kita nggak pernah bahas konsep sama partner? Kalo kita jalan sendiri aja dengan keyakinan kalo kita udah baik dan benar? Tugas kita bukan ngerombak punya temen. Tapi, tugas kita adalah ngasih tau temen dan diskusi bareng, supaya bisa maju sama-sama. Emangnya kita tega ngeliat temen kita masih terpuruk pas kita udah maju?



Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya