
Tertuliskan puisi di bawah ini untuk para aktivis Islam di manapun
berada. Jangan pernah meninggalkan perjuangan di jalan Allah. Betapa
seluruh hajat hidup seharusnya bertumpu pada kepentingan perjuangan di
jalan Allah termasuk menikah, berkeluarga, bersuami isteri. Inilah tren
pernikahan yang seharusnya kita pertahankan. Wallahu a’lam
Buat manusia istimewa dalam hidup ini… dan juga isteri-isteri pejuang… serta bakal isteri seorang pejuang
Isteriku….
Apabila kusentuh telapak tanganmu…
Saat kuusap dan kurasakan guratannya,
Kudapatkan parutan kasar dan semakin kasar….
Dan ketika kupandangi wajahmu….
Terpancar sinar bahagia dan ketenangan walaupun kutahu…
Redup matamu menyimpan satu rintihan yang memberat….
Ketika kutersentak dari pembaringan di kala fajar kadzib menyingsing…
Aku terpana dengan munajatmu yang syahdu.
Isteriku…
Tatkala teman-temanmu tengah bersantai, happy fun….
Di keramaian dunia ciptaan mereka…
Engkau bahagia mengorbankan seluruh detik-detikmu….
Hanya untuk Islam dan keagungan muslimin…
Tatkala lengan-lengan mereka dibaluti…
Pelbagai hiasan yang indah…
Leher-leher mereka memberat dilingkari dengan kilauan emas berlian…
Pakaian-pakaian anggun bak puteri kayangan…
Wajah mereka dibaluri pelbagai warna dan jenama…
Kau umpama ladang ummah…
Kau menginfaqkan seluruh jiwa dan raga demi kebangkitan Islam…
Kau tak pernah bersungut-sungut, mengeluh, meminta-minta maupun
mengadu domba…
Tatkala mereka berlomba-lomba mengejar pangkat dan nama…
Kau sibuk menjulang nama dengan pengaduanmu di sisi yang Esa…
Isteriku….
Bukan aku tidak mampu membelikan benda dan hiasan-hiasan tersebut… Tetapi isteriku…
Aku masih ingat tatkala aku menyuntingmu untuk kujadikan isteri dan penghuni kamar hatiku….
Kau melafazkan satu tuntutan, “Saya siap mendampingi perjuangan ini
bersama akhi tetapi dengan syarat…” Sambil tersenyum kau menghela nafas
dalam-dalam….Aku termangu sendirian… Syarat apakah itu? Bungalow kah?
Hamparan tanah berhektar-hektar kah? Mobil mewahkah? Intan berliankah?
Pakaian sutera yang high class? Perabot mahal dari Itali kah?… Atau
honeymoon di Paris ?..
Lama kau mengumpulkan kekuatan untuk sekedar berkata…
Akhirnya…
Arghhh… Permintaanmu itu…
Pasti ditertawakan oleh kerabat dan teman-teman kita…
Aku tergugu, haru dan bangga…
Dengan penuh keyakinan kau berkata..
“Akhi , Mampukah akhi menjadikan saya sebagai isteri yang
kedua ?….
Mampukah akhi menjadikan Islam sebagai isteri pertama yang lebih memerlukan perhatian?…
Mampukah akhi meletakkan kepentingan Islam melebihi segala-galanya termasuk urusan-urusan dunia?…
Mampukah akhi menjual diri semata-mata karena Islam?..
Mampukah akhi berkorban meninggalkan kelezatan dunia?…
Mampukah akhi menjadikan Islam laksana bara api….
Akhi perlu menggenggamnya agar bara itu terus menyala…
Mampukah akhi menjadi lilin yang rela membakar diri untuk Islam..
Bukannya seperti lampu pijar yang bisa di’on’kan bila perlu dan
di’off’kan bila tidak….
Mampukah akhi mendengar hinaan yang bakal dilontarkan kepada anda karena perjuangan anda….
Dan…mampukah akhi menjadikan saya isteri seorang pejuang yang tidak dimanja dengan fatamorgana dunia?…
Aduh! Banyaknya syarat-syarat itu isteriku…
Namun aku menerima syarat-syarat tersebut karena aku tahu..
Jiwamu kosong dari syurga dunia…
Karena aku tahu kau mampu mengubah dunia ini dengan iman dan akhlakmu..
Bukannya kau yang diubah oleh dunia…
Isteriku..
Akhirnya jadilah engkau penolong setiaku sebagai nakhoda mengemudi bahtera kehidupan kita…
Susah senang kita tempuh bersama…
Aku terharu dengan segala kebaikanmu…
Kau jaga akhlakmu…
Kau pelihara maruahmu selaku muslimah…
Kau tak pernah mengeluh apabila sering ditinggalkan demi tugasku menegakkan Islam ke persada agung….
Kau jua sanggup mengekang mata menungguku sambil memberikan aku suatu
senyuman terindah di ambang pintu tatkala aku pulang lewat malam…. Malah
kau seringkali meniupkan semangat untuk aku terus tsabat di pentas
perjuangan ini….
Kau tabur bunga-bunga jihad walaupun kita masih jauh dengan keharuman kemenangan…
Isteriku..
Tangkasnya engkau selaku isteri…
Biarpun kau jua sibuk bersama mengorbankan tenaga dalam perjuanganku ini..
Kau jaga relasi kita dengan indahnya…
Kau siraminya dengan wangian cinta dan kasih sayang….
Kau tak pernah menjadikan kesibukanmu itu untuk kau lari dari amanahmu
meskipun jadualmu padat dengan agenda-agenda bersama masyarakat dan kaum
sejenismu….
Cekalnya engkau mendidik anak-anak…
Kau kenalkan mereka dengan Allah, Rasul saw, para sahabat yang mulia serta para
pejuang Islam…
Kau titipkan semangat mereka sebagai generasi pelapis jundullah…
Kau asuh mereka hidup dengan Al Quran…
Malah kau temani mereka mengulangkaji pelajaran dikala menjelang imtihan…
Isteriku…
Barangkali inilah pelajaran dari ustadzah Zainab Al Ghazali…
Tangan yang mengayun buaian dapat mengguncang dunia…
Kau beri didikan dua generasi sekaligus, generasi kini dan generasi kan datang
Suamimu dan anak-anakmu dengan MAHABBAH
Andai ibunda Khadijah Al Kubra masih ada..
Pasti beliau tersenyum bangga karena masih ada srikandi Islam…
SEPERTIMU…WAHAI ISTERIKU…
sumber : anonim
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
Sayapku masih sebelah..
sering oleng saatku menempuh perjalanan..
masih kerap kelelahan padahal belum sampai tujuan..
maka dari itu, bersamamu kutemukan kekuatan &
semangat untuk merangkai kata hingga titik terakhir..
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
[M]erangkai [A]ksi, [R]aih prestasi dgn [E]nergi dahsyat dan semangat [T]otalitas!
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
 |
OMG di toko buku Jogja |
Yang dibutuhkan hanyalah soal waktu
by Kang Arul on Sunday, February 27, 2011 at 6:11pm
Yogya masih basah oleh bekas hujan tadi pagi saat saya menyerumptut teh
pahit hangat; sebuah rutinitas yang harus saya lakukan di pagi hari,
dimanapun; tapi waktu itu udah siang banget, saya ketiduran paginya...
setelah selama dua pekan ini tidur saya hanya antara 2 atau 4 jam saja.
Saya cek gadget saya, memastikan bahwa tidak ada satupun agenda hari ini
yang sempat terlewat. Oh, ternyata ada satu hal janji yang saya
tunaikan di akhir pekan ini, yakni menyantap mpek-mpek di depan
Ambarukmo Plaza... :)
Tapi, sebelum melakukan itu semua, sekitar pukul sembilan saya sudah
berada di lobi hotel ternama di Yogyakarta, deket ke bandara AdiSucipto.
Di sana ada acara penutupan sebuah partai besar. Saya tidak ingin
menyia-nyiakan kesempatan langka ini; berbekal laptop plus kamera saya
pun meluncur ditemani tiga orang teman jurnalis muda. Tujuan saya cuma
satu: memotret sosok petinggi partai, siapa tahu foto ini nantinya bisa
digunakan untuk salah satu laporan jurnalistik saya.
Selepas itu, saya meluncur ke UGM. Hari ini--selain makan mpek-mpkek
itu-- saya punya janji dengan promotor doktoral saya di gedung lengkung.
Ok, kita lewati hal akademis itu, yang penting saya ingin menulis
sebuah kutipan menarik dari sang dosen,"Saya ingin membimbing mahasiswa
yang nantinya akan jadi orang besar dan mengalahkan gurunya. Dulu, saya
belajar dari Gertz (antrpologis Jawa.red), saya baca semua bukunya dan
sekarang saya banngga karena saya bisa lebih pintar dari guru-guru saya.
Memang bisa dibilang terlalu kuno, tapi itulah yang saya inginkan
dengan Anda."
Hmm... nice quotes di hari itu.
Sepanjang perjalanan menuju tempat mpek-mpek, saya selalu berpikir bahwa
sang dosen pembimbing itu sepertinya sedang menyiapkan saya untuk
menjadi "seseorang". Menyiapkan saya untuk bisa memaknai semua hasil
belajar dengan semaksimal mungkin. Menyiapkan saya menjadi orang yang
berbeda sebelum dan sesudah belajar di kampus biru itu nantinya. Tentu
untuk melakukan itu perlu proses, dan proses itu tidaklah mudah dan
gampang. Buktinya proposal saya setahun baru bisa menghasilkan kata
"oke" darinya, walau proposal itu tebalnya hanya 27 halaman.
Proses itulah yang saya perhatikan juga saat saya makan mpek-mpek. Wah,
jangan tanyakan bagaimana lezatnya makanan khas yang satu ini. Saya
hanya mengajak Anda membayangkan di piring saya ada mpek-mpek kapal
selam, lenjer, dan kulit; 3 in 1 plus segelas es sirop . Saya melihat
bahwa tempat ini adalah cabang ketiga yang dibuka oleh merk tersebut;
salah satunya berada di sebelah kiri gerbang UGM. Maaf, saya tidak bisa
menyebutkan merk mpek-mpeknya karena alasan keamanan.. huahahahha
Membuat tiga cabang memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Uang yang
banyak belum tentu bisa membuat cabang-cabang usaha dan sukses. Banyak
contoh yang bisa saya berikan untuk mewakili bahwa uang bukanlah penentu
satu-satunya dalam berusaha. Yang saya tahu, keberhasilan panganan ini
terletak pada kualitas or rasa or taste... dan saya yakin untuk
menciptakan itu semua dibutuhkan waktu yang cukup matang.
Kemudian, menjelang sore dan masih menyantap mpek-mpek... lampu merah
gadget saya berkedip. Saya buka... ternyata di sana ada sebuah status FB
dari seorang
info buku terbaru:“OMG!TERNYATA AKU TERLAHIR SUKSES” karya Rulli
Nasrullah (kang arul)&12 Tim Suksesnya (asqa, ayu, bunga,deasy,dina,
*Etika*,iecha,kely,rizka,selvi,suri,ummu=>anak2 nonfiksi FLP
JAKARTA).InsyaAllah bs dbeli dGRAMEDIA ato toko bku lainny dgn hrga
27rb!
~cocok utk MUSLIMAH YG INGIN SUKSES! Ikhwan jg blh bli dink~
saya cek fotonya.. ow ternyata betul, buku OMG! Ternyata Aku Terlahir
Sukses sudah ada di pasaran. Saya cukup terkejut, karena terakhir kabar
yang sampai adalah buku itu akan terbit dan saya sendiri belum pegang
buku itu. Makanya agenda keesokan harinya (Minggu, 27/2) sengaja saya
mencari buku tersebut di toko buku samping UIN Jogya. Ketemu! Saya
tersenyum dan bangga sekali...
Buku ini adalah sebuah jawaban dari proses panjang 12 orang anggota FLP
Jakarta yang berada di grup non-fiksi. Orang-orang yang saya ingat betul
pertama kali saya bimbing di suatu pagi sambil menikmati mie rebus di
sebuah kampus; kemudian berlanjut di rumah dengan kondisi mereka selalu
menagih kolak, ongol-ongol, atau order makanan lainnya. Untuk yang satu
ini saya harus bilang makasih istriku tercinta...
Sejak dahulu bertemu dengan mereka, saya punya harapan yang besar,
sebesar harapan dosen pembimbing saya itu; saya ingin mereka menjadi
penulis yang bisa mengalahkan guru mereka, menghasilkan karya yang luar
biasa, dan tentu saja menjadikan kemampuan menulis untuk berjuang
menyebarkan ilmu.
Saya juga ingin mereka untuk tidak menyerah... karena jika sekalipun
menyerah, percayalah akan sulit untuk menemukan kembali gairah menulis.
Saya juga ingin mereka menyadari bahwa seorang guru atau pembimbing
bukan orang yang bisa menjadikan mereka penulis, namun diri mereka
sendirilah yang menjadi. Merekalah yang bisa menentukan apakah
mewujudkan cita-cita jadi penulis atau sekadar punya keinginan semata.
Mereka jugalah yang akan belajar dari setiap kesusahan demi kesusahan
menyusun sebuah naskah sehingga menjadi buku yang bisa dibaca ratusan,
ribuan, bahkan jutaan pembaca... dan saya percaya buku yang mereka
hasilkan itu bisa membawa mereka masuk syurga. Amin.
Tetapi seperti pengalaman saya menyelesaikan S3, pengalaman dosen
pembimbing saya, pengalaman penjual mpek-mpek yang sudah punya tiga
cabang itu, dan pengalaman 12 orang luar biasa yang menulis buku
tersebut.... bahwa semuanya adalah proses menjadi dan dibutuhkan waktu
untuk mewujudkan itu semua. Tidak instan atau tiba-tiba seperti mengusap
lampu yang langsung keluar jin dengan tiga permintaannya.
Nikmati proses itu, walau kita harus dimarahi, disindir, bahkan dicibir.
Geluti proses itu meski dengan keterbatasan laptop, komputer pc, modem,
buku, dan waktu luang. Pandai-pandailah menjalani proses itu di tengah
kesibukan pekerjaan, tanggung jawab pendidikan, maupun tugas-tugas yang
menumpuk. Hargai proses itu sebagaimana kita menghargai sisa hari yang
diberikan oleh Allah kepada kita untuk hidup.
Karena... semua akan ada waktunya
Bisa satu bulan, bisa satu-dua tahun, atau bahkan bertahun-tahun...
Saya merasa plong... karena satu tugas lagi sudah selesai...dan ini baru
satu langkah bagi mereka untuk menapaki ribuan langkah selanjutnya yang
masih panjang itu. "Dik, percayalah kalian jauh lebih bisa, jauh lebih
hebat, jauh lebih pandai dibandingkan perasaan yang selama ini kalian
yakini.
Sekarang, bagi saya... tinggal saya mencari orang-orang baru untuk
menemani mereka menjalani proses tersebut. Andakah salah satunya? Atau
kalian masih mau menjalani proses itu bersama lagi?
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
 |
Babe dan Ibuk tercinta |
Sedamai alam raya menghijau luas membentang
Seindah lukisan Tuhan yang tak pernah lelah memuji keagunganNya
Itulah kerinduan... dambaan setiap insan...
Peduli dan hidup damai, tentram dan harmoni
Ayah ibu kami anakmu...
Belahan jiwamu...
Kamii permata hidupmu sebagai cahaya mata
Mahligai rumah tangga bahagia
Lahir dari jiwa
Tak lepas ujian dan cobaan Tuhan
Ia akan terpancar karena taat dan sifat taqwa
Rasa kasih dan sayang, juga tanggung jawab
Itulah rumah tangga yang mendapat rahmat dan berkah Allah
Rumahku surgaku
***
Tak kuasa butiran bening air mata ini menetes tatkala mendengar nasyid
di atas dan menuliskan rangkaian kata di pagi yang sunyi ini. Teringat
kisah 30 tahun yang lalu, bahkan sebelumnya, yang tertutur dari dua
orang yang sangat saya cintai sepenuh hati. Babe dan Ibuk. Babe adalah
panggilan sayang kami pada Bapak. Ya, 27 Februari 1981. Tepat 30 tahun
yang lalu, terikrarlah janji suci dari Babe yang sepenuh hati ingin
menjadikan Ibuk sebagai pendamping hidupnya.
Ada kisah menarik sebelum akad nikah terikrarkan. Babe, waktu itu
berusia 27 tahun sedang Ibuk 21 tahun. Suatu hari (November 1981) Ibuk
yang memang hobi menjahit, meminjam buku kepada Bu Wiwik (rekan kerja
Babe di Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri). Waktu itu Babe juga sedang
silaturahim ke rumah Bu Wiwik karena rumah tinggal Babe (Babe tinggal
bersama pamannya –kami sebut Mbah Sul-). Akhirnya Bu Wiwik minta tolong
Babe untuk mengambil bibit MAWAR ke rumah Ibuk. Ibuk mengira Babe sudah
punya anak karena waktu itu Babe membawa 3 orang anak kecil (padahal
anaknya Mbak Sul).
Bu Wiwik dan Mbah Sul sepakat menjadi ‘comblang’ untuk Babe dan Ibuk. Bu
Wiwik menceritakan pada ibuk kalau Babe masih bujang, Ibuk mau nggak?
Ibuk belum langsung menjawab iya karena waktu itu banyak pemuda yang
juga tertarik dan ingin melamar Ibuk. Ibuk hanya bertekad, siapa yang
melamar duluan dan ibuk merasa cocok, pemuda itu yang akan Ibuk terima.
Ibuk banyak mendengar kisah hidup Babe dari Bu Wiwik.
Mbah Sul juga melancarkan aksinya. Babe ditanya, sudah punya pacar
belum? Babe jawab belum. Mbah Sul pun menceritakan tentang Ibuk. Dari
Mbah Sul, Babe tahu kalau Ibuk suka ayam panggang yang dijual di dekat
toko Sanur (toko kue di Wonogiri). Dengan berbekal uang saku Rp 2000,-
dari Mbah Sul, Babe membeli ayam panggang seharga Rp 1750,- sisa Rp
250,- buat beli tahu kupat. Hujan gerimis mengguyur kota Wonogiri kala
itu. Suasana di sekitar rumah masih buruk, jembatan belum ada, juga
belum ada listrik. Tapi hari itu, 13 Desember sore, Babe datang ke rumah
Ibuk dan langsung nembak, “Kamu saya jadikan istri mau nggak?” Ibuk
kaget. Akhirnya menjawab bersedia.
Babe pulang ke rumah Mbah Sul. Babe ditanya Mbah Sul, “Berhasil, nggak?”
Babe menjawab berhasil, tinggal urusan orang tua. Mbah Sul
menepuk-nepuk pundak Babe, “SATRIYO TENAN KOWE LE” (Kamu benar-benar
kesatria). Selang satu minggu, proses lamaran pun berlangsung dan
akhirnya tanggal 27 Februari 1981, resmilah Babe dan Ibuk menjadi suami
istri. So sweet banget ya kisahnya! TANPA PACARAN dan hal-hal aneh
lainnya. Mungkin kisah beliau inilah yang membuat saya juga tidak mau
pacaran dengan alasan apapun. Toh, ada ikatan yang lebih mulia dan cara
yang lebih afdhol dibanding pacaran. So, kalau mau tanya pengalaman
pacaran kepada saya, Anda salah orang! Hehe...
Keluarga sakinah, mawaddah, warahmah... Itulah dambaan setiap orang yang
berumah tangga. Saya yakini, dalam keluarga kecil saya ini, ketiga
impian itu insya Allah sudah tercapai. KYDEN = Kadri Yati Dhody Etika
Norma. Ada ketenangan dan kenyamanan saat berada di tengah-tengah
keluarga ini. Setiap hal dibicarakan dengan sangat demokratis, tidak ada
arogansi dan berlebihan dari orang tua pada anak. Ada cinta yang
tercurah berlimpah-limpah. Babe yang sangat humoris dan bijak dipadukan
dengan sifat sabar dan lembut dari Ibuk membuat kami, ketiga anak
beliau, merasakan banyak hal yang luar biasa. Malahan, sikap supel
keduanya membuat para tetangga (dari balita sampai lansia), betah
berlama-lama di rumah kami untuk sekedar berbagi cerita.
Tiga puluh tahun biduk rumah tangga ini sudah dikayuh. Amukan badai
pernah kami rasai bersama. Hembusan angin sepoi sering kami nikmati
bersama. Sebuah anugerah terindah memiliki orang tua seperti mereka dan
bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga ini. Alhamdulillah,
terima kasih ya Allah... Semoga Engkau berkenan mengumpulkan kami di
surga-Mu... Aamiin Yaa Rabb...
***
Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka
Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.......
Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya,
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang
besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku,
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.
Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua penyebab susutnya
dosa-dosa mereka dan bertambahnya pahala
kebaikan mereka dengan perkenan-Mu ya Allah,
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.
Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul
bersama dengan santunan-Mu di tempat
kediaman yang dinaungi kemuliaan-Mu,
ampunan-Mu serta rahmat-Mu...
Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah
yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.
Amin Ya Rabbal Alamin..
***
Saat rindu bertemu sudah terakumulasi...
Jakarta, 27 Februari 2011
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
Alhamdulillah, akhirnya buku ini LAHIR juga...

Judul : OMG! Ternyata Aku Terlahir Sukses!
Tebal : 175 halaman
Penerbit : Citra Risalah
Penulis : Rulli Nasrullah
Tim Penulis : Fariecha, Dina Purnama Sari, Ayu Amanulita, Asqarini
Hasbii, Rizka, Selvi Anggraeni, Ummu Hanifah, Suri Utami, Deasy Lyna
Tsuraya, Etika Aisya Avicenna, Bunga Ramona, Kely Mulyati
Harga : Rp 27.000,00
Muslimah mana sih yang ingin ditimpa kesulitan hidup? Tak seorang pun
yang mau. Tapi apa daya bila kesulitan hidup sudah terlanjur datang
tanpa diundang? Menyesal pun tak ada gunanya. Cucuran air mata tak mampu
mengembalikan kenyataan. Hal ini bisa menyebabkan muslimah sres
berkepanjangan. Tapi, apakah muslimah bergitu menderita ketika ditimpa
kesulitan? Seberapa dalamkah penderitaan itu? Itu tergantung sudut
pandang muslimah dalam menghadapinya. Pada Bab II terdapat quisioner
untuk mengetahui cara pandang muslimah menghadapi masalah.
Daripada sedih berkepanjangan, lebih baik bersiap untuk menyikapinya,
yuk! Bagaimana cara mensikapinya? Mengenal diri sendiri adalah
langkahyang pertama. Tiap muslimah tentu punya karakter yang
berbeda-beda. Bagaimana tipe karakter anda? temukan jawabanya dalam
quisioner di bab III.
Langkah selanjutnya adalah proses penyikapan masalah. Berat atau
tidaknya masalah yang dihadapi sebenarnya tergantung cara kita
menyikapinya, lho! Masalah sepele akan terasa berat bila kita salah
menyikapinya. Bacalah tip-tip praktis bagaimana cara menyikapinya agar
masalah tak lagi menjadi beban hidup, dan akhirnya kita tetap bisa
tersenyum pada dunia.
AYO BURUAN BELI BUKU INI DI GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU KESAYANGAN ANDA!
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
 |
Bunda Nafsiah (foto diambil dari album Kang Taufan E. Prast) |
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Tlh mninggal dunia ibunya Mas Taufan. Tlg kabarin tmen2 yang laen (info by Yusi)"
Sebuah SMS dari Mbak Iecha yang saya terima pukul 19:45:52 tepat saat
saya sampai di kost sepulang dari kantor. Membuat saya kaget dan
terduduk lemas.
***
innalillahi wa inna ilaihi roji‘un. Semoga Allah menerima segala amalan
beliau dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan
keikhlasan. aamiin
***
Pertemuan perdana dengan Bunda saat saya dan beberapa rekan FLP Jakarta
bertandang ke rumah beliau setelah lebaran. Masih teringat jelas, senyum
merekah beliau menyambut kedatangan kami dan bercerita tentang siapa
saja keluarga yang juga hadir saat itu. Pertemuan kedua saat beliau
terbaring sakit di rumah. Setelah acara Studium General FLP Jakarta
angkatan 15, saya dan teman-teman langsung menjenguk beliau. Senyum
tersungging manis saat kami semua mengelilingi beliau yang terbaring.
Beliau begitu bersemangat saat berkisah tentang pengajian yang beliau
rintis. Subhanallah...
Pertemuan ketiga saat saya dan beberapa teman FLP Jakarta menengok
beliau di RS Omni. Saat masuk ruang ICU, saya melihat beliau terbujur
lemah dengan beragam selang dan ventilator. Beliau sempat menatap saya
dan menggenggam erat tangan saya...
Kini, beliau sudah tiada... meskipun begitu, berkesempatan mengenal
beliau adalah salah satu anugerah terindah dari Allah Swt yang diberikan
kepada saya....
***
Membaca postingan dari Mbak Yusi pagi ini, membuat saya menitikkan air mata di Kopaja 502 saat perjalanan ke kantor.
Terimakasih atas nama Taufan E. Prast, Erawati Heru dan Keluarga
by Yusi Rahmaniar on Thursday, February 24, 2011 at 11:39pm
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada keluarga besar FLP
DKI Jakarta, rekan-rekan, dan handai taulan. Ibu Nafsiah, ibunda dari
kang Taufan telah berpulang kepada pemilik kita pada hari kamis pukul
18.31, tepat setelah kami menunaikan shalat maghrib. Ibunda sudah
menjalani hampir tiga bulan proses sakit, 21 hari dalam perawatan
intensif dan akhirnya Allah memintanya untuk Pulang. Ibu menghembuskan
nafas terakhir dengan mudah, hanya sesak beberapa saat saja.
Bulan yang panjang dan penuh perjuangan ini terasa sangat bermakna
dengan kehadiran teman-teman di sisi keluarga, memberikan kekuatan moril
yang tidak mungkin kami beli dengan uang.
Tak berlebihan ketika ada pepatah bilang bahwa sahabat adalah orang yang
ada disamping kita saat suka dan duka.Dan rupanya kita telah lulus
dengan predikat cum laude sebagai sahabat, bahkan keluarga.
Mohon Ibunda dapat dimaafkan segala kesalahannya, didoakan kelapangan jalannya, dimudahkan segala urusannya kelak.
***
COPY PASTE CATATAN KANG TAUFAN TENTANG SANG IBU
Seribu Pesan Tak Cukup (1)
by Taufan E. Prast on Tuesday, February 8, 2011 at 1:47pm
Jangan lelah berbuat baik…
“Emaknya udah susah, anaknya jangan sampe…” kata-katanya meledak bagai
petasan cabe. Meletus begitu saja. Aku yang mendengarnya seperti
tersengat. Walaupun kalimat itu bukan untukku. Tapi ruang makan tak
tersekat dengan sumber suara itu...
Yup, itu suara ibuku.
Dia menasihati Bu Bejo, salah satu orang dekat keluargaku. Pernah
membantu di rumah beberapa waktu lamanya. Kepada ibu, hampir tak ada
rahasia Bu Bejo yang terhijab. Karena tahu persis, ibu mempunyai argumen
sendiri bagaimana ’mendidik’ dan ’membuka’ perspektif berpikir ibu tiga
anak itu.
”Udah, sekolah... suruh sekolah!” lanjut ibu.
Saminem begitu nama asli Bu Bejo, janda dengan tiga anak kecil ketika
suaminya meninggal. Tentu terasa berat hidupnya, dengan kebisaan yang
terbatas. Menjadi pembantu rumah tangga saja. Dan ketika semua orang
hanya selesai perhatiannya sampai liang lahat Pak Bejo ditutup tanah
merah dan ditabur air melati serta bunga. Ibu justru baru memulai...
”Anakmu harus sekolah...” singkat!
”Kamu kerja yang bener...” singkat!
Dan waktu bergerak. Dua kalimat singkat itu adalah penguat bagi Bu Bejo
dan motivasi buat anak-anaknya masih kecil. Sisanya... adalah ladang
amal ibu yang sulit digambarkan. Sebuah tindakan yang tak lagi pakai
kata-kata. Hanya eksekusi demi eksekusi... tanpa lelah, tanpa pamrih.
Dan ketika ibu tergolek di rumah sakit, salah satu anak Bu Bejo sudah
bekerja di rumah sakit tempat ibu di rawat. Di sela-sela pekerjaannya,
dia menengok, memijiti, atau malah menyediakan air hangat untukku yang
menunggu...
Sungguh, ada waktu memetik...
Subhanallah...
***
Seribu Pesan tak Cukup (2)
by Taufan E. Prast on Thursday, February 24, 2011 at 12:35pm
Jangan culas!
Konon setiap kali keluarga besar ibuku berkumpul di waktu kecil dulu,
ibu sering memerhatikan satu persatu tingkah laku keponakannya. Memang
tampaknya sepintas lalu, tapi beliau sebetulnya sedang merekam beberapa
perilaku para keponakannya yang banyak itu ketika bermain denganku.
”Nanti kalau habis main diberesin lagi ya…” pesannya.
Alhasil, setelah puas bermain… tentu dengan koleksi mainanku, mereka
akan meninggalkannya dalam keadaan berantakan. Dan akulah yang akan
membereskannya. Tetap dengan tenang, dan mungkin masih tersisa rasa
senang. Entahlah, apakah elan berbagi waktu itu sudah mulai sublim dalam
diriku... aku tak tahu.
Dan ketika selesai membereskan mainan... sering kali koleksi mainanku
itu tercecer. Kurang komplit, ada bagian yang hilang... Maka aku pun
akan mencarinya sampai ketemu hingga kolong dan tempat tersembunyi
lainnya. Selalu demikian, tidak sekali dua kali. Kadang ketemu, kadang
nggak ketemu...
Sedih? Tentu saya sedih...
Menangis? Beberapa kali saya menangis. Terutama bila mainan itu adalah
mainan kesukaanku. Tentu aku masih kecil waktu itu. Paling menyedihkan
adalah manakala mainan itu bukan saja tidak komplit, tapi hilang...
Hilang itu bisa berarti diambil dengan tenang dan riang gembira. Tapi
mengambilnya diam-diam, tanpa pernah ada kalimat untuk meminta. Bahasa
lainnya adalah mengambil milik orang lain dengan sengaja tanpa seizin
pemiliknya. Masih banyak padanan lain dari perilaku tidak terpuji
seperti ini.
Ibuku memilih membawaku ke toko mainan lagi untuk memilih mainan
sesukaku, atau bila tidak memungkinkan, ibuku akan membawakan mainan
yang sama pada hari berikutnya.
”Biarin aja, nanti kamu dapat penggantinya yang lebih bagus...” kata ibu
setiap kali aku kehilangan mainan atau barang kesukaanku. Nyatanya
memang iya... ”Kamu nggak boleh begitu ya...” ujarnya lagi.
Aku terus mengingat kalimat ini sampai hari ini. Kalimat yang sudah
terucap puluhan tahun silam. Saat ibu masih sehat, segar, dan tak ada
slang ventilator di mulutnya yang mulia itu...
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
Assalamu'alaikum...
Mau gabung dengan FLP Jakarta? Ikuti Pertemuan Pramuda Angkatan ke-15
FLP Jakarta, Insya Allah akan kembali diselenggarakan di Mesjid ARH
Salemba UI, letaknya di Jalan Kramat. Acara akan diselenggarakan pada
Ahad, 27 Februari 2011, Pukul 09.30-13.00 WIB, dengan pemateri : Arul
Khan (Kang Arul) dan topiknya: Menulis Hobi atau Profesi. Kang Arul
adalah penulis profesional dengan lebih dari 270 buku yang sudah
diterbitkan. Jangan lewatkan kesempatan emas ini...
Info lain : Kunjungilah stand FLP Jakarta yang Insya Allah akan turut
memeriahkan Pameran Kompas Gramedia, Istora Senayan, 26-27 Februari
2011.
Wassalamu'alaikum...
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
 |
Mas Iwan yang paling kanan (pakai batik) |
Rabu pagi (23 Februari 2011), ada satu ‘notification’ di FB. Mbak Lia Octavia posting sebuah pesan di FLP Jakarta Group.
Teman-teman, aku baru teleponan sama ayahnya Mas Iwan, katanya Mas
Iwan skrg masih ada di RS Bakti Asih, karang Tengah, Ciledug, ruang
Dahlia kamar no. 4. Sampai saat ini keadaannya masih koma. Mas Iwan udah
diperiksa dan katanya pendarahan otak. Kalau teman2 mau jenguk, jam
besuk siang jam 11-13 & jam 18-20. Menurut ayahnya, Mas Iwan harus
dibawa ke RS lain utk dimasukkan ke ICU, tp keluarga masih
membicarakannya.
Innalillahi.. aku syok…
Datang lagi postingan dari Mbak Yusi Rahmaniar
Allah maha Besar... yang memberi ujian bagi makhluknya agar lebih kuat.
Setelah ibunda Kang Taufan yang dirawat, nenek dari Mbak Dina semalam
berpulang ke pangkuanNya. dan pagi ini, Iwan Setiawan, saudara kita, in
Coma di Rumah Sakit Bakti Asih Cileduk, karena pendarahan di otak.
Allah, sungguh engkau maha penyayang. kami mengikhlaskan yang terbaik menurutMu....
Aku langsung nulis di wall FB mas Iwan,
kakakku FLP Jakarta yang sama-sama dari Wonogiri... agak terkejut
juga mendengar kabar pagi ini... semoga Allah segera memberimu
kesembuhan.... semoga sakit yang tengah dirasa sebagai penggugur dosa...
cepat sembuh ya Mas Iwan...
Siangnya, Kang Tef juga posting di grup
~ Iwan buat saya adalah sahabat yang luar biasa... kabar dari Yusi
tadi pagi terus terang bikin saya shock. Semalam saya masih chatting
sama beliau, menanyakan kabar kesehatan saya dan Era, tentu saja tanya
perkembangan ibu saya... Iwan adalah tempat saya banyak belajar, belajar
kesantunan, kerendahatian, dan kerja keras tanpa banyak bicara... hal
yang sama sekali tidak saya miliki dan belum tuntas saya belajar pada
sosok luar biasa ini. Semoga Allah memberikan yang tebaik untukmu
sahabat, karena kamu orang yang baik... Amin.
Mas Iwan Setiawan, sosok pemuda luar biasa. Awalnya cuma sama-sama tahu
di FB. Kami sama-sama dari Wonogiri dan sama-sama anggota FLP Jakarta.
Baru ketemu langsung waktu acara Studium General Angkatan 15. Meski
baru pertama kali bercakap-cakap langsung kami langsung akrab. Mungkin
karena Mas Iwan orangnya sangat supel. Kami bercakap-cakap pakai bahasa
Wonogiri. Ahh, kalau diingat seru juga ngobrol dengan Mas Iwan waktu
itu. Dia menceritakan aktivitasnya dan bak seorang wartawan, Mas Iwan
juga tanya macem-macem tentang sejarah saya bisa merantau ke Jakarta.
Kabar pagi ini tentang kondisi Mas Iwan membuat
saya kaget. Ahad sore Mas Iwan masih komen di status saya waktu membahas
tentang tembang Asmarandana bareng Mas Gendut Pujiyanto. Malahan
Selasa, Mbak Yusi sampai jam 11 malam masih sempat chatting dengan Mas
Iwan. Menurut kabar dari adiknya, Rabu jam 02.00 dini hari Mas Iwan
ditemukan tidak sadarkan diri di depan computer saat sedang mengerjakan
tugas. Mas Iwan segera dilarikan ke rumah sakit. Setelah di scan,
diketahui bahwa ada pendarahan otak. Mas Iwan koma. Alhamdulillah, siang
harinya ada kabar dari Mbak Yusi kalau Mas Iwan sudah siuman.
Sorenya dapat note dari Pak Arya (Wakil Ketua FLP Jakarta) yang layak untuk dijadikan bahan renungan..
YUK BERDOA UNTUK SAUDARA-SAUDARA KITA
Berbicara tentang doa, ada sebuah kisah menarik. Kisah ini diperoleh
ustadz Bobby Herwibowo. Kejadiannya di daerah Timur Tengah. Seorang
pengusaha muda divonis bahwa usianya tidak akan lama lagi. Menurut
perhitungan dokter, tumor yang diderita pengusaha itu amat berbahaya dan
kemungkinan sembuhnya fifty-fifty. Bila operasi berhasil, dia akan
sembuh. Jika tidak, nyawa yang menjadi taruhannya.
Hal ini membuat si pengusaha muda hilang semangat hidup. Pada suatu
ketika dia pergi bersama supirnya. Dalam perjalanan, dia menemukan
sebuah pemandangan yang begitu menakjubkan.
Mobil di parkir dekat tempat pemotongan hewan. Di tempat sampah, nampak
tulang-tulang yang teronggok. Di sanalah si pengusaha melihat sebuah
pemandangan yang menyentuh. Seorang ibu memilah dan memilih
tulang-tulang. Tulang-tulang yang masih dibalut daging walau hanya
sedikit, dipilihnya. Terkadang dijumputnya daging yang masih menempel di
tulang.
Pengusaha itu begitu tersentuh. Dia mudah sekali memperoleh daging,
kapan saja dia mau, berapa pun banyaknya. Tapi ibu itu…harus berjuang.
Itu pun hanya beberapa helai dan jumput daging yang diperolehnya.
Pengusaha itu pun, dengan tertatih-tatih berjalan. Sakit yang diderita
membuat dirinya tidak segesit sewaktu sehat. Dia menemui pemilik rumah
potong hewan itu. Dia katakan, “Tolong berikan ibu ini daging seminggu
dua kali selama setahun. Biayanya biar saya menanggungnya.”
Mendengar janji ini, si ibu terkejut dengan serta merta dia berdoa.
Panjang sekali doa yang dipanjatkan. Salah satu doanya adalah, “Berilah
kesehatan kepada anak muda ini, ya Allah.”
Doa sudah dilantunkan. Anak muda ini kembali ke mobilnya. Namun dengan
gerakan yang berbeda. Dia pergi menuju ke mobilnya dengan langkah yang
gagah, seperti orang yang tidak sedang sakit.
Hari operasi pengusaha itu pun tiba. Sebelum operasi dilakukan, kondisi
kesehatan si pengusaha diperiksa. Betapa terkejutnya si dokter, si
pengusaha ternyata telah sehat seperti sedia kala.
Memang benar bila ada ungkapan “Kamu tidak tahu dari mulut siapakah doa akan dikabulkan.”
Mendoakan orang lain tidak harus diawali dengan kebaikan seseorang
terhadap kita. Tidak ada ruginya mendoakan orang lain. Karena bisa jadi,
orang yang didoakan akan balas mendoakan kita.
Sekali lagi tidak ada ruginya mendoakan orang lain. Karena Rasulullah
saw bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi
saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat
akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no.
4912)
Kita berdoa untuk orang lain, malaikat akan mendoakan doa yang sama
kepada kita. Bukan sembarangan yang mendoakan kita, malaikat! Doa
malaikat, insya Allah dikabulkan.
Oleh karenanya siapa pun yang mempunyai masalah berdoalah untuk saudara
kita. Bila kita sedang sakit, doakanlah kesembuhan untuk saudara kita
yang sakit. Anda belum bekerja, panjatkanlah doa untuk saudara kita yang
masih menganggur.
Ya Allah…Ya Rabbi…berilah kesembuhan pada saudara-saudara kami yang
sedang sakit saat ini. Berilah rezeki yang halal dan berkah bagi
saudara-saudara kami yang belum bekerja. Berilah jodoh yang shalih dan
shalihah bagi saudara-saudara kami yang belum memperoleh pasangan hidup.
Ya Allah…Ya Rabbi…berilah segala sesuatu yang menjadi keinginan dan
niat baik saudara-saudara kami. Aaamiiin Ya Rabbal ‘Alamin
Informasi terbaru dari Mbak Yusi pagi ini:
Tadi malam saya coba mampir menjenguk mas Iwan. Di Rs Bakti Asih, Cileduk (700 M dari CBD Cileduk).
Ini yang saya baca dari hasil lab dan anamnesa dokter sarafnya mas iwan :
Istilah medis : Terdapat hematoma pada lobus parietal cerebrum dextra = perdarahan yang terjadi pada otak besar sebelah kanan
Artinya : terjadi stroke haemoragik.
Perjalanan penyakitnya : saat sadar dan beraktivitas normal Os mengalami
kesakitan luar biasa di kepala, lalu pingsan. Penurunan kesadaran dan
merasakan lemas pada sisi yang terserang.
Ini terjadi pada mas Iwan, jam dua malam, Rabu lalu. Dari pukul
02.30-14.00 mengalami in comma (koma total), lalu sopporos comma
(bergerak dan bersuara, tapi tidak sadar) sampai saat ini. Dia juga
mengalami “kelupaan” pada sisi kiri tubuhnya, terbukti dengan dia hanya
menggerakan sisi kanannya, kaki kiri dan tangan kiri tidak merespon.
Kemarin sempat merenggut selang infus sampai luka di tangan kiri, dan
sampai sekarang tangan kanannya masih diikat supaya tidak “berontak”.
Sampai saat ini belum bisa dipastikan seberapa berat “kelumpuhan” yang
dialami sisi kiri mas Iwan. Dokter belum bisa memprediksi apakah dia
mampu duduk/berjalan.
Dokter menyarankan beberapa terapi obat yang cukup mahal. Dan sekarang
keluarga mas Iwan agak kebingungan menghadapi ini. Belum lagi kondisi
stroke harus melakukan terapi fisik intensif dalam jangka waktu panjang.
Ditambah dengan kestabilan psikis yang biasanya menjadi masalah utama
pengidap stroke.
Mohon kiranya teman-teman dapat mengumpulkan sedikit dana untuk membantu
kelangsungan pengobatan sahabat kita ini. Bantuan ini sangat dibutuhkan
oleh mas Iwan dan Keluarga.
Boleh dikumpulkan ahad besok atau transfer ke rekening mbak astri/yusi...
BNI kc Rawamangun no. 0200677177 (a.n Yusi Rahmaniar)
Ah, Flp Jakartaku, mungkin kau sedang diuji. Mungkin inilah cara Allah menunjukkan sayangNya padamu…
Ya Rabb, berikan kesembuhan untuk mas Iwan Setiawan yang tiba-tiba pendarahan otak.
Berikan yang terbaik dan berikan kesabaran untuk Ibunda dari Kang Taufan
E. Prast dan Mbak Erawati Heru Wardhani yang sampai saat ini masih
dirawat di ICU RS Omni.
Terima amal ibadah nenek dari saudari kami, Dina Purnama Sari.
Ya Rabb, kuatkanlah kami dengan cinta-Mu...amin
FLP Jakarta adalah keluarga terindahku di kota ini…
Luph u all..
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.

BE SMART &VISIONER! Itu salah satu motto hidup saya.
VISIONER? Hmm, sebuah kata yang menjadi cambuk bagi saya untuk terus
bergerak dengan penuh semangat dalam merangkai kisah penuh makna dalam
hidup saya. Sampai-sampai email saya pun bernama :
akhwat_visioner@yahoo.com. Ada apa di balik kata VISIONER ini? Pagi ini
saya menemukan artikel menarik dari postingan kakak tingkat saya. Semoga
menjadi inspirasi untuk semuanya...
Jika anda seorang ayah, anda menjadi ayah yang visioner apabila
membimbing semua anggota keluarga utuk meniti jalan menuju surga. Anda
atasi segala hambatan yang merintangi perjalanan anggota keluarga anda
menuju surga. Sejak dari dalam rumah, anda ciptakan suasana “rumah kita
adalah surga kita”, hingga akhirnya kelak bisa berkumpul bersama dalam
keindahan surgaNya yang abadi. Anda bekerja mencari nafkah untuk
menumbuhkan sebuah generasi ahli surga yang akan memimpin dunia menuju
pencerahannya. Isteri dan anak-anak anda bukanlah beban, namun mereka
adalah pahala yang Allah titipkan kepada anda agar Ia memberikan surga
kepada anda.
Manusia Visioner
Visi secara sederhana dipahami sebagai ide bersama tentang hasil yang
dinilai dan menjadi motivasi kerja suatu tim. (Michael West, Effective
Teamwork, 1998).
Visi juga dipahami sebagai pernyataan luhur yang hendak dicapai
seseorang atau suatu komunitas dan organisasi. Visi juga dipahami
sebagai pandangan yang jelas tentang apa yang akan dilakukan, untuk apa
melakukan, apa tujuan melakukan suatu perbuatan. Ibarat sebuah pohon,
visi adalah bagian akar pohon, dimana nilai-nilai, motivasi dan
keyakinan terbangun. Bisa juga dikatakan, visi adalah pulau harapan,
dimana “perahu” usaha akan ditambatkan pada pelabuhannya.
Visi amat penting dalam mengarahkan kegiatan pribadi dan organisasi.
Penggambaran lima orang pekerja bangunan yang tengah bekerja membuat
masjid sering menjadi contoh tepat dalam memahami urgensi visi. Ketika
ditanya tentang “Apa yang anda kerjakan di sini,” orang pertama
menjawab, “Seperti yang anda lihat. Saya mencampur berbagai bahan
bangunan”. Orang kedua menjawab, “Saya bekerja mencari uang di sini”.
Orang ketiga menjawab, “Saya menyusun batu bata agar menjadi dinding”.
Orang keempat menjawab, “Saya bekerja membuat sebuah masjid”. Sedangkan
orang kelima menjawab, “Saya tengah membangun peradaban”.
Jawaban orang pertama hingga keempat tersebut tidak ada yang salah,
karena itulah yang memang mereka kerjakan. Akan tetapi, jawaban orang
kelima menandakan sebuah cita rasa ideal yang membuatnya bersemangat
melakukan kerja. Tatkala ia menumpuk batu bata hingga menjadi masjid
yang terbayang adalah sebuah masyarakat pemakmur masjid yang diliputi
oleh keimanan, mereka mengatur kehidupan dengan semangat masjid,
akhirnya terbentuklah peradaban baru yang Islami, bermula dari masjid.
Jika anda pemuda yang akan menikah, pernikahan anda saya sebut visioner
apabila anda mengetahui persis bagaimana anda menikah, untuk apa anda
menikah, pernyataan luhur apa yang melatarbelakangi pernikahan serta
hendak anda capai dalam pernikahan tersebut. Saya tidak tertarik dengan
tema pernikahan dini atau terlambat menikah, karena kapan anda menikah
itu adalah sebuah pilihan. Tidak penting bagi saya menilai anda menikah
pada usia berapa, namun penting bagi saya untuk meyakinkan anda bahwa
anda harus punya visi dalam menjalani pernikahan.
Saya menjalani aktivitas sebagai konsultan pernikahan dan keluarga di
Jogja Family Center lebih dari sepuluh tahun. Dari interaksi saya dengan
sekian banyak masalah pernikahan dan keluarga, saya menemukan ada
pernikahan yang visioner, ada pernikahan yang alamiah, ada pula
pernikahan yang primitif. Jawaban-jawaban atas pertanyaan yang saya
lontarkan kepada suami atau kepada isteri cukup memberi gambaran, apakah
mereka menikah dengan sebuah visi yang jelas, atau sekedar memenuhi
tuntutan biologis dan kelaziman hidup manusia, atau bahkan karena
dipaksa dan terpaksa menikah setelah ada kejadian dan situasi tertentu.
Jika anda seorang pedagang, saya sebut anda pedagang visioner apabila
memiliki gambaran yang jelas tentang peta kegiatan dagang yang akan anda
lalui dan harapan-harapan masa depan yang anda inginkan. Anda berdagang
bukan hanya mengalir mengikuti rutinitas kehidupan sebagai pedagang,
namun memiliki sejumlah kreasi untuk mengembangkan usaha perdagangan
anda karena adanya impian yang akan anda raih pada masa yang akan
datang. Mungkin perdagangan anda masih kecil dan sederhana, namun
harapan anda tidaklah sederhana. Visi menuntun anda melakukan aktivitas
terbaik, visi membakar semangat anda melakukan inovasi dan bertahan
menghadapi persaingan yang semakin berat.
Jika anda pegawai negeri, saya sebut anda PNS visioner apabila anda
tidak hanya rutin bekerja mengikuti ritme “pada umumnya” yang berlaku di
instansi anda. Datang pagi, masuk ruang kerja, mulai melakukan
aktivitas kantor, jam sepuluh pagi ngopi di kantin sambil mengobrol,
atau membaca koran dan mungkin membuka internet, setelah itu makan siang
dan sorenya pulang. Anda merasa puas telah bisa mengerjakan serangkaian
tugas yang menjadi kewajiban dan, merasa gembira bisa mencapai target
yang dibebankan kepada anda. Sebagai PNS anda harus memiliki pandangan
yang jelas tentang masa depan bangsa, sehingga anda memiliki peta yang
jelas tentang reformasi birokrasi dalam rangka perbaikan sistemik bangsa
dan negara tercinta. Anda bukan sebagai pekerja namun anda adalah unsur
perubah yang efektif untuk mengawaki jalannya perbaikan pemerintahan
Indonesia. Ini yang dimaksud dengan visioner.
Jika anda guru, saya sebut anda guru visioner apabila anda tidak
terjebak dalam aktivitas rutin belajar mengajar sesuai kurikulum yang
telah ditentukan bagi anda. Visi menyebabkan anda memandang murid
sebagai potensi kepemimpinan masa depan yang harus anda olah dan anda
siapkan segala potensi kebaikannya untuk memimpin Indonesia menuju
peradaban yang dicitakan. Anda berinteraksi dengan peserta didik penuh
dengan dinamika, karena anda tengah menyiapkan calon presiden, calon
menteri, calon pemimpin negeri.
Jika anda seorang ibu, saya sebut anda ibu yang visioner apabila anda
tidak melakoni hidup ini apa adanya dengan sepenuh kekalahan. Anda
adalah pelahir generasi pembangun peradaban mulia. Dari rahim anda
lahirlah generasi baru yang akan menyongsong masa depan bangsa, maka
anda menyusui, menimang, mendekap, mengasuh bayi dengan sepenuh hati.
Bayi itulah cahaya mata yang akan membuka sejarah baru bagi Indonesia
dan dunia. Anda tidak sedang menyusui seorang bayi yang lemah, namun
anda sedang menyusui calon pemimpin peradaban masa depan dunia. Bayi
yang anda gendong itu bukan saja anak anda, dia adalah anak sejarah yang
dilahirkan untuk meneruskan jejak Musa as membelah lautan guna
menyelamatkan umat manusia. Bayi yang anda gendong itu bukan saja buah
pernikahan anda, namun dia adalah buah doa Ibrahim A.S:
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua
(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar
(memperkenankan) doa” (QS. Ibrahim : 39).
Jika anda seorang ayah, anda menjadi ayah yang visioner apabila
membimbing semua anggota keluarga utuk meniti jalan menuju surga. Anda
atasi segala hambatan yang merintangi perjalanan anggota keluarga anda
menuju surga. Sejak dari dalam rumah, anda ciptakan suasana “rumah kita
adalah surga kita”, hingga akhirnya kelak bisa berkumpul bersama dalam
keindahan surgaNya yang abadi. Anda bekerja mencari nafkah untuk
menumbuhkan sebuah generasi ahli surga yang akan memimpin dunia menuju
pencerahannya. Isteri dan anak-anak anda bukanlah beban, namun
merekaadalah pahala yang Allah titipkan kepada anda agar Ia memberikan
surga kepada anda
.
Ya, jadilah visioner. Karena itu yang akan memberikan spirit, energi
melimpah ruah dalam kehidupan kita. Sebagai apapun anda, jadilah
visioner. Visi yang membuat hidup anda lebih hidup!
Kampus Lemhannas RI, Kamis 30 September 2010
Oleh : Cahyadi Takariawan
credits: http://www.facebook.com/tito.prabowo