
Setiap
masa pasti punya cerita, termasuk masa kecil kita. Masa kecil adalah
masa di mana keceriaan menjadi rona keseharian. Ada tawa, canda,
kenakalan, meski terkadang diwarnai tangis meski tak lama bertahan. Masa
kecil identik dengan masa bermain. Banyak permainan di masa kecil dulu
yang masih terkenang hingga sekarang. Sayangnya, permainan-permainan
masa kecil itu sudah mulai ditinggalkan, terkalahkan oleh permainan
modern yang memang lebih dibanggakan.
Aku
melewati masa kecilku di sebuah kota kecil yang berada di Jawa Tengah,
tepatnya daerah Wonogiri. Meski tempat tinggalku terletak di daerah
kecamatan, tapi bisa dibilang daerahnya tidak begitu ramai. Aku terlahir
kembar dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak sulungku
laki-laki. Semasa kecil, aku dan saudari kembarku sering bermain dengan
kakakku dan kawan-kawannya yang sebagian besar laki-laki. Bisa dibilang
si kembar kecil dulu memang agak tomboy. Ada satu permainan unik yang
masih aku ingat sampai sekarang. Permainan itu bernama ganepo
.
Ganepo
adalah permainan tradisional yang biasa dimainkan oleh 3-7 orang. Inti
dari permainan ini adalah setiap orang berusaha untuk merobohkan
tumpukan pecahan genteng yang terbuat dari tanah liat dengan menggunakan
senjata berupa batu lempengan. Sebelum memulai permainan, kami membuat
dua garis pembatas. Pertama, garis pembatas yang berbentuk melingkar
yang melingkupi tumpukan pecahan genteng. Garis lingkaran ini sebagai
batasan tidak diperbolehkannya senjata pemain masuk ke daerah sasaran.
Biasanya lingkaran yang dibuat berdiameter 30-50 cm. Kedua, garis
pembatas sebagai titik awal pemain melempar senjata mereka. Biasanya
sepanjang dua meter dari tumpukan pecahan genteng yang akan dijadikan
sasaran tersebut. Semua pemain berdiri di belakang garis. Salah seorang
pemain memberi aba-aba, satu... dua... tiga... kemudian semua pemain
melemparkan senjatanya ke arena permainan. Kalau sampai ada pemain yang
senjatanya masuk ke dalam garis lingkaran, maka lemparannya diulang
karena itu berarti jarak “tembakan”nya nanti terlampau dekat dengan
sasaran. Saat semua senjata sudah berada di arena permainan, pemain yang
senjatanya jatuh paling dekat dengan sasaran bisa mengawali permainan
dengan melemparkan senjatanya ke arah sasaran.
Orang yang berhasil
merobohkan tumpukan pecahan genteng tersebut, berarti ia mengalahkan
pemain berikutnya. Pemain yang kalah harus menata tumpukan pecahan
genteng tadi. Saat menata tumpukan, pemain yang kalah menghitung dari
satu sampai sepuluh sedang pemain yang lain bersembunyi. Seperti halnya
petak umpet, pemain yang kalah harus mencari pemain yang bersembunyi.
Sedang pemain yang bersembunyi berjaga-jaga agar tempat persembunyiannya
tidak diketahui oleh pemain yang kalah. Saat pemain yang kalah berhasil
menemukan pemain yang tengah bersembunyi, maka ia harus berlari menuju
tumpukan genteng yang sudah disusunnya. Ia harus menyentuh tumpukan itu
sambil menyebutkan nama pemain yang ia temukan persembunyiannya dan
berteriak “ganepo”. Begitu seterusnya, berlaku pula untuk pemain yang
lain.
Nah, saat pemain yang kalah dan berjaga itu tengah berusaha
menemukan salah satu pemain, pemain yang bersembunyi dapat menjadi
penyerang. Saat menyerang itu, mereka berusaha menjatuhkan kembali
tumpukan genteng yang sudah disusun pemain yang kalah. Kalau ia berhasil
menjatuhkan kembali tumpukan genteng itu, misal dengan menggunakan
kakinya. Maka, pemain yang kalah tadi kembali menata ulang tumpukan
genteng tersebut dan mulai menghitung dari satu sampai sepuluh. Pemain
yang lain bersembunyi kembali. Begitu seterusnya. Akan tetapi, saat
keluar dan bermaksud merobohkan tumpukan pecahan genteng tersebut tetapi
ternyata lebih dahulu diketahui oleh pemain yang kalah, maka pemain
yang keluar itu menjadi kalah dan ganti berjaga, menghitung sampai
sepuluh, dan pemain yang lain bersembunyi kembali. Saat semuanya sudah
ditemukan, maka permainan dimulai lagi dari awal.
Setiap kisah pasti
ada hikmah, demikian halnya sebuah permainan. Pasti mengandung
pelajaran. Begitu juga dengan permainan ganepo ini. Permainan ini
mengajarkan nilai-nilai yang bisa dijadikan inspirasi dalam kehidupan
kita. Nilai-nilai tersebut antara lain :
1.Kecermatan
Setiap
pemain harus cermat dalam melemparkan senjatanya ke arah sasaran.
Seperti halnya dalam hidup. Setiap orang harus punya tujuan, impian,
atau cita-cita. Jika ia memiliki sesuatu yang ingin dicapai, maka ia
akan berusaha dan berjuang untuk mendapatkannya.
2.Lapang dada
Dalam
setiap permainan, pasti ada yang menang dan ada juga yang kalah. Wajar.
Jika memang kalah, harus diterima dengan lapang dada, tidak dengan
marah atau malah bermain curang. Dan jika menang, jangan lantas menjadi
sombong atau merendahkan pemain yang kalah.
3.Kewaspadaan
Pemain
yang kalah hendaknya bersikap waspada jangan sampai tumpukan genteng
yang sudah ia tata bisa dijatuhkan oleh pemain yang bersembunyi.
Demikian halnya pemain yang bersembunyi juga harus waspada jangan sampai
tempat persembunyiannya diketahui pemain yang kalah. Kewaspadaan memang
sangat dibutuhkan dalam hidup agar kita lebih berhati-hati dalam setiap
keadaan dan kondisi.
4.Berani mengambil risiko
Pemain yang
bersembunyi dan hendak menyerang memang harus berani mengambil risiko
dirinya akan diketahui oleh pemain yang kalah. Demikian juga pemain yang
kalah, ia juga harus berani mengambil risiko untuk meninggalkan
tumpukan genteng dan menemukan pemain lain yang bersembunyi karena bisa
saja tumpukan genteng itu diserang atau dijatuhkan pemain lain. Demikian
halnya dalam hidup, kita harus berani mengambil risiko. Jika tidak,
kita hanya akan menjadi pecundang dan tak pernah bisa meraih sesuatu
yang kita impikan.
Demikianlah sekelumit cerita tentang permainan
ganepo. Sayang sekali, permainan ini sudah jarang dijumpai di
lingkungan saya. Anak-anak sudah dilenakan dengan munculnya beragam
permainan modern yang beberapa di antaranya ternyata membahayakan bagi
mereka, tak hanya secara fisik, tapi juga secara psikologis. Oleh sebab
itu, hendaknya orang tua harus ekstra hati-hati dalam memilihkan sarana
permainan bagi anak-anak dan meningkatkan pengawasan saat buah hati
bermain dengan teman-temannya.
Aisya Avicenna
***
Tulisan
ini pernah diikutkan dalam lomba “Meniti Jejak Bocah di Peti Sejarah”
yang diselenggarakan oleh Folipenol Publishing. Tapi belum berkesempatan
untuk menang karena hanya dipilih 30 naskah terbaik dari 120 naskah
yang masuk! Tetap semangat menulis!!!
Tulisan ini
diposting pada bulan Oktober 2010 di blog sebelumnya