ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

Dialog di Ujung Malam


Jam dinding merah berdetak
Pukul 01.00 dini hari...
Sesekali terdengar suara seekor cecak yang berdecak
Setelah itu diam... membisu!

***
Berubahkah aku.. hanya bila ada sesuatu
Terus aku pulang pada sikap di mana ku berubah
Hanya sekedar sesuatu tak berapa lama pun itu
Jalanku terpendam dalam sikap di mana ku berubah
Tuhan... aku hanya manusia
Mudah berubah lagi dalam sekejap
Tuhan... aku ingin berubah
Dan ku bertahan dalam perubahanku

Satu bait nasyid yang didendangkan Edcoustic di atas mengiringi jemari ini menulis rangkaian huruf yang melaju mengikuti sebuah perenungan mendalam pada dini hari yang sangat sunyi ini.
Di setiap langkah membawa hikmah
Di setiap peristiwa ada rahasia
Di setiap kejadian ada pelajaran
Semua adalah proses pendewasaan
Dialah Sang Murobbi Tertinggi kita.
Yang menuntun, membimbing dengan limpahan cinta dan kasih sayang...

Allah sering mentarbiyah ruhiyah kita. Dia ingin tahu sebesar apa cinta kita pada-Nya. Dia selalu menguji di tempat yang sama. HATI. Mungkin di sinilah letak kelemahan kita (saya menggunakan kata ‘kita’ karena saya yakin, tidak hanya saya yang mengalami dan merasakannya). Allah akan selalu menguji di titik kelemahan hamba-Nya, sampai ia benar-benar sembuh, pulih dari sakitnya. Hati kita memang sering berada dalam kondisi ‘payah’. Jadi Allah memberi obat dengan ujian-Nya. Semoga saja kita termasuk hamba-Nya yang lulus ujian dengan nilai terbaik dan penyakit hati kita akan pulih tanpa bekas. Hilang, lenyap. sembuh, benar-benar sembuh. Dia memang Maha Tahu kondisi hamba-Nya. Dia Maha Tahu kapan harus memberi ujian dan kapan menyelesaikan. Dia menunggu saat yang tepat dan terbaik untuk mengakhiri ujian-Nya.
Saat hati itu mulai lapang, ikhlas, dan siap menerima keputusan-Nya, saat itulah ujian berakhir. Lega....semua telah lewat. Masa-masa tegang mengerjakan ujian telah berlalu. Masa kritis dan sakitpun telah terlampaui. Sekarang yang ada hanya ucapan syukur tak terhingga. Kecintaan yang semakin bertambah. Cita-cita yang semakin tinggi. Ikhtiar yang semakin besar, untuk menjadi hamba-Nya yang terbaik, terbaik, dan terbaik! Di dunia dan akhirat.
Semoga semua ini memberi hikmah yang begitu dalam pada kita. Mencoba untuk bangkit. Menatap masa depan. Menyusun rencana ke depan. Menata hati, memperbaiki diri! Menyiapkan bekal dan kado terbaik untuk dakwah, untuk Islam. Mencapai target, membenahi kekurangan. Terus! Menatap ke depan! Jangan selalu menoleh ke belakang. Yang telah lalu adalah pelajaran. Proses pendewasaan. Semakin hari semakin mengerti tentang arti kehidupan. Belajar, belajar, dan belajar.
Diri kita harus semakin kuat dan semakin tangguh menghadapi rintangan. Hadapi saja, Allah-lah sebaik-baik penolong. Serahkan semua pada-Nya. Intinya, dekatkan selalu diri kita pada-Nya. Jangan tertipu dengan cinta semu. Cinta-Nya lebih berharga dari apapun! Lebih besar dari siapapun! Lebih indah dari segala yang ada! Apapun yang terjadi, jangan menjauh dari-Nya. Jangan melupakan-Nya. Tegar, Tabah, Istiqomah..
***
Rabb...terima kasih atas semua yang Kau berikan pada hambaMu yang hina ini. Engkau memang Maha Pengasih. Nikmat ilmu, rizqi, kemudahan segala urusan, nikmat bersabar dan tawakkal, nikmat mencintai-Mu dan memperoleh cinta-Mu...Sungguh hamba tak mampu untuk membalasnya. Air mata ini tak sanggup tuk menebusnya. Amal dan ibadah seumur hidupku pun tak cukup untuk membayarnya.

Di setiap masa ada untaian cerita
Di setiap cerita ada penggalan episode
Di setiap penggalan episode ada hikmah
Di setiap hikmah ada cinta, cinta, dan hanya cinta yang tersisa...
Rabb...ajak aku untuk bangkit saat ku terjatuh
Raih tanganku saat ku terhempas
Dekap aku dengan kasih-Mu
Genggam aku dalam kuasa-Mu
Bawa aku berlari, berlari dan terus berlari mengejar cinta-Mu
Hingga ku temukan Kau, menungguku...menatapku...
Di ujung masaku, setelah habis pencarianku
Ku kembali menghadap-Mu dengan membawa berjuta rindu
Dan cinta di qalbu..
Terimalah persembahanku....

Ya Allah,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautan-Mu yang meluap hingga seantero samudera
Aku hanya sepotong rumput di padang-Mu yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung-Mu yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang redup di bentang langit-Mu yang tanpa batas

Ya Allah...
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapan-Mu
Akan tetapi, hamba terus menggantungkan segunung harapan pada-Mu

Ya Allah...
Baktiku pada-Mu tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka-Mu yang berkobar?
Betapa sadar diri ini begitu hina di hadapan-Mu
Jangan jadikan diri ini hina di hadapan makhluk-Mu
Diri yang tangannya banyak maksiat ini...
Mulut yang banyak maksiat ini...
Mata yang banyak maksiat ini…
Hati yang telah terkotori oleh noda ini…memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap-Mu yang mulia???

Ya Allah...
Kami semua fakir di hadapan-Mu
Tapi juga kikir dalam mengabdi kepada-Mu
Pintaku...
Ampunilah aku dan saudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Mungkin tanpa kami sadari, kami pernah melanggar aturan-Mu
Bahkan sering!
Ampunilah kami...
Pertemukan kami dalam jannah-Mu..
Dalam bingkai kecintaan kepada-Mu...

Ya Allah...
Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi air mata taubat
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada-Mu
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada-Mu
Atau…. dalam maksiat kepada-Mu
Ya Allah, cabut nyawaku dalam khusnul khatimah...

Aamiin Ya Rahman...
Aamiin Ya Rahim..
Aamiin Ya Rabbal ‘alaamiin..

***

Desiran di lubuk hati pada kesaksian
Merambah merayu diri pada kepastian
Semua akan direkatkan, akan diredupkan cahayanya
Semua akan dipulangkan dan dikembalikan
Ya Allah.. Ya Ghaffar... Ya Rabbi...

Bisikan di palung hati pada keinsyafan
Mengalir percik nurani pada kerinduan
Semoga Allah memberikan, Allah membukakan pintu rahmat-Nya
Semoga Allah melimpahkan lautan ampunan
***
Mengakhiri tulisan kali ini dengan beriring nasyid “Kau Tiada Terdua”-nya Rakhmat Fajar. Semoga semangat untuk berubah menjadi lebih baik senantiasa memenuhi rongga jiwa kita. Semangat berubah yang diselimuti rasa optimis! Optimisme yang mengantarkan kita pada keyakinan yang sangat, bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita adalah hadiah terindah dari Allah SWT.

Kumandang cinta
Mewarnai bergantinya hari
Bukanlah hari-hari biasa

Kepada-Mu Tuhan
Bersama bintang ku pun bertasbih
Merindu siang malam penuh keberkahan

Dalam doa penuh cinta ini
Ku tak akan lagi sendiri
Malaikat pun menaungi
Sujud malamku

Di tengah tunduknya hati ini
Mohon tanamkan iman di sini
Agar tiada ragu ku berkata
Kau tiada terdua

I’m praying
You’ll always watching me
Always loving me
And protecting me
Help me to put a side the doubt
Allah Ya Hadii…

***
Diri ini memang sering merasa sendiri..
Apakah itu bagian dari kefuturan??
Padahal jelas nyata Kau selalu ada Ya Rabb!!
Semoga rasa ‘sendiri’ itu tak lagi menghantui
Karena Engkau selalu menemani
Karena Engkau selalu menjaga
Karena Engkau TIADA TERDUA!!!!!!!!!!!
Ya Rabb… hamba mencintai-Mu…semakin mencintai-Mu!!!

Sering ku merasa bertakwa pada-Mu
Tapi itu hanya perasaan saja
Sering ku berdosa pada-Mu Illahi
Tapi sering ku mengingkarinya...
Sering ku mengingat cinta-Mu Illahi
Tapi lebih sering ku menjauhinya
Sering ku terlena dengan dunia ini
Hingga menjadi hamba yang merugi
Hari demi hari terus kulalui
Dalam keadaan sepinya hati ini
Ku mengharap cinta Illahi
Dapat bersemi di hati
Hari ini ku ingin berubah
Ke arah yang lebih baik lagi
Ku akan mengabdi pada Illahi
Agar cinta-Nya terus di hati...



Jakarta, 19 Juli 2010_01:13
Seorang hamba yang mencintai-Mu…
Seorang hamba yang ingin terus berubah...
Menjadi lebih baik dan lebih baik lagi!!!
Istiqomahkan hamba Ya Rabb...

Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Beruntunglah Karena Sabar!


MAN SABARA ZAFIRA…

SIAPA YANG BERSABAR AKAN
BERUNTUNG!!!



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Kata


KATA = DELEGASI RASA


Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Aisya Avicenna dan Andrea Hirata


Sabtu, 10 Juli 2010 pukul 15.30 (ba’da Asar), mobil Toyota Yaris berwarna silver meluncur di kawasan Jalan Otista Raya. Mobil tersebut berisikan 4 orang muslimah yang baru saja menyelesaikan agenda rutin pekanannya. Empat sekawan itu meluncur menuju kawasan Senayan. Jakarta Book Fair tujuannya. Selly, sang pengemudi, seorang alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Izzah, duduk di samping Selly, seorang alumnus salah satu sekolah tinggi di Jakarta Timur. Nia, duduk di belakang Izzah, juga seorang alumnus salah satu sekolah tinggi di Jakarta Timur (teman sekelas Izzah). Aisya, duduk di samping Nia, seorang alumnus Universitas Nomor Satu di Surakarta.
Alhamdulillah, sore yang indah dalam balutan ukhuwah. Sepanjang perjalanan, sesekali mereka bercanda. Sesekali Aisya juga senyum-senyum sendiri. Wehh! Pasalnya (pasal berapa nih?), saat itu Aisya juga tengah membaca novel barunya, “THE LOST SIMBOK” karangan ‘Kawan-kawan dan Baim Lenon’ yang konon lucu banget. Mengisahkan petualangan seorang simbok yang tersesat. Novel ini merupakan novel plesetan dari buku “THE LOST SYMBOL”. Hehehe, benar-benar lucu! Wajib dibaca biar bisa senyum-senyum sendiri juga!
Sekitar pukul 16.00, mereka sudah memasuki kawasan Senayan. Sempat bingung juga mencari pintu masuk ke Gelora Bung Karno, akhirnya ketemu juga setelah muter-muter. Saatnya hunting buku!!!

 
Aisya langsung menuju stand Mizan. Sedangkan Izzah, Selly, dan Nia terpencar entah kemana. Novel “Padang Bulan” dan “Existere” langsung diambil Aisya. Kedua novel ini adalah titipan dari saudari kembar dan salah satu temannya. Ada SMS masuk dari Izzah, “Kalian ada di mana?”. Wehh, pada berpencar nih ceritanya! Aisya membalasnya. Kemudian, ia pun melanjutkan pencarian. BUKU!!! Alhamdulillah, buku-buku yang menjadi ‘sasaran tembak’nya berhasil didapatkan. Senja datang, Maghrib-pun menjelang. Dengan menenteng satu tas kresek besar berisi buku-buku setebal 5-10 cm plus menggendong tas punggung yang tak beda jauh isinya, Aisya menuju mushola. Bertemulah ia dengan Izzah dan Nia. Selly sudah pulang karena hendak ke Jogja sore itu.
Setelah sholat Maghrib, mereka sempat hunting buku lagi. Aisya juga sempat bertemu dengan Mbak Era (istri Kang Taufan) dan bundanya. Aisya sempat berujar, “Mbak, barusan saya beli buku ‘Doa-doa Enteng Jodoh’ lho! Hehe”. Mbak Era dan Kang Taufan adalah penulis dari buku itu. Asyik juga ya bisa menulis berdua, jadi terinspirasi ^^v!!! Setelah puas hunting bukunya, kami bertiga menuju panggung utama. Aisya surprise sekali tatkala ada sosok seseorang yang tak asing lagi baginya! IKAL!!! Tapi ini bukan Ikal-nya Andrea Hirata. Ikal yang rambutnya juga rada-rada ikal ini adalah salah satu sahabat perjuangan Aisya di Pramuda FLP angkatan 14. Ikal berada di divisi fiksi, kalau Aisya kan di divisi Nonfiksi. Ikal ternyata mendapat kesempatan untuk membacakan puisi Andrea Hirata di novel “Padang Bulan”. Saat sedang asyik menikmati puisi yang dibacakan Ikal, pandangan Aisya juga tertuju pada sosok yang juga begitu ia kenal, yakni Kang Taufan E. Prast (kepala suku FLP Jakarta nih!) dan Soson Rollin Pande (sahabat perjuangan Aisya di FLP juga).


Bulan di atas kota kecilku yang ditinggalkan zaman
Orang asing Orang asing Seseorang yang asing Berdiri di dalam cermin Tak kupercaya aku pada pandanganku Begitu banyak cinta telah mengambil dariku Aku kesepian Aku kesepian di keramaian Mengeluarkanmu dari ingatan Bak menceraikan angin dari awan Takut Takut Aku sangat takut Kehilangan seseorang yang tak pernah kumiliki Gila, gila rasanya Gila karena cemburu buta Yang tersisa hanya kenangan Saat kau meninggalkanku sendirian Di bawah rembulan yang menyinari kota kecilku yang ditinggalkan zaman Sejauh yang dapat kukenang Cinta tak pernah lagi datang (Padang Bulan, halaman 198)

Berdiri. Tempat duduk sudah penuh! Ya sudahlah. Padahal biasanya kalau ada acara semisal bedah buku atau launching buku, Aisya selalu memilih tempat duduk paling depan. Selain bisa lebih konsentrasi, ia bisa dengan cepat mengajukan pertanyaan atau mendapat doorprise. Hehe!


Setelah pembacaan puisi, sang MC yang ternyata bernama Dita itu mengatakan bahwa sebentar lagi Andrea Hirata akan hadir. Dan benar saja, dengan diiringi lagu “Cinta Gila”, lagu ciptaannya yang dinyanyikan bersama Ungu, Andrea Hirata memasuki panggung utama. Wah, Ikal bertemu Pak Cik Ikal juga tuh! Ikal turun dari panggung dan langsung bergabung bersama Soson dan Aisya yang berdiri di sebelah Mbak Era dan ibunya. Kang Taufan tadi kemana ya??? Sementara itu, Izzah dan Nia duduk di dekat taman.


Alhamdulillah, impian Aisya bertemu Andrea Hirata akhirnya tidak hanya sekedar impian. Dengan penampilan khasnya, berkaos plus topi yang bertengger di kepalanya, Andrea Hirata membuat nuansa Jakarta Book Fair semakin meriah. Penonton pun semakin banyak. Andrea Hirata menjelaskan secara singkat tentang novel terbarunya, Dwilogi “Padang Bulan” dan “Cinta di Dalam Gelas”. Saat sesi tanya jawab, banyak yang antusias untuk bertanya. Termasuk Aisya! Dari jawaban atas pertanyaan demi pertanyaan yang terlontar dari penonton, Aisya menjadi tahu beberapa ‘rahasia’ di balik novel dwilogi tersebut. Ternyata novel itu lahir setelah Andrea Hirata melakukan riset budaya Melayu selama 3 tahun! Meski waktu menulis novelnya hanya butuh waktu 3 minggu. Luar biasa! VISIONER. Itulah penilaian Aisya pada Andrea Hirata karena ternyata novel dwilogi ini sudah digagasnya saat pembuatan novel Laskar Pelangi! Andrea Hirata berujar bahwa novel dwilogi ini merupakan jawaban atas ‘kekecewaan’ pembaca akan novel “Maryamah Karpov”. Pada dwilogi ini pembaca akan tahu asal-muasal nama ‘Maryamah Karpov’ tersebut.


Di tengah-tengah acara, sempat Aisya, Soson, dan Ikal menginterpretasikan cover novel “Cinta dalam Gelas”. Aisya jadi tahu siapa saja 4 orang yang dimaksud dalam cover itu. Selain itu, rasa penasaran Aisya pada salah satu bab di novel “Cinta dalam Gelas”, yakni di halaman 196 akhirnya terjawab sudah! Tiga orang peserta maju untuk membaca halaman 196 dengan diiringi musik rap! Nge-rap euy!! Seru juga...Lucu!
Judul “Padang Bulan” ternyata terinspirasi dari nama sebuah lapangan di kampung halaman Andrea Hirata, sedangkan judul “Cinta dalam Gelas” terinspirasi dari ‘segelas kopi’. Hmm, baca aja deh novel dwilogi tersebut! BAGUS!!! SERIUS nih!


Subhanallah, pada bulan Ramadhan nanti Andrea Hirata akan meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan studinya di luar negeri (lupa nih nama univeristasnya). Andrea Hirata mendapatkan beasiswa untuk memperdalam sastra. Ia benar-benar ingin belajar tentang ‘menulis dan sastra’, begitu katanya! Dia berujar dirinya memang tidak mempunyai bassic sastra yang bagus, karena ia memang orang ekonomi. Padahal kan novel-novelnya tuh dah ‘nyastra’ banget ya! Hmm... Saat ini novel tetralogi Laskar Pelangi juga sudah diterbitkan dalam edisi internasional dan sudah beredar di beberapa negara. Sungguh luar biasa!


Berorientasi pada karya dan mempersembahkan yang terbaik pada pembaca, itulah visi Andrea Hirata! Saat menulis, ia akan ‘tenggelam’ di dalam tulisannya. Merasuk ke dalam jiwanya... Terbang bersamanya... ^^v


Sastra sungguh sebuah keindahan yang asing Seperti surga di dalam hutan Seperti sumur jernih yang ditinggalkan Seperti kekasih yang merindu...

 
Hmm, Andrea Hirata sempat berpuisi.
Setelah acara selesai, penonton diberi kesempatan untuk meminta tanda tangan dan foto bersama Andrea Hirata. Senangnya...

OPEN YOUR MIND! Pesan Andrea Hirata pada Aisya Avicenna. So inspiring! Makasih buat Andrea Hirata yang mau diajak berbicara meski begitu singkat. Aisya sempat menyampaikan salam dari saudari kembarnya, Keisya Avicenna!
Jakarta, 120710_03:40
Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Rekam Jejak Tugas Akhir Aisya Avicenna


Prolog : Jumat, 8 Juli 2010 pukul 08:47 update status FB “Terjebak sejenak, menyeruak, kemudian tersontak! "CINTA"... aku menemukannya!!! ^^v”. Banyak yang penasaran dengan status tersebut. Inilah saatnya saya menjawabnya. Jumat pagi itu saya masih ‘disibukkan’ dengan Tugas Akhir Pramuda angkatan 14 FLP Jakarta, awalnya saya sudah punya konsep tulisan yang berjudul “Kaya dengan Kata”, sudah hampir jadi (75 %-lah). Saya masih merasa belum sreg dengan tulisan saya itu. Nah, dalam perjalanan menuju ke kantor, di dalam Kopaja 502, saya terus memikirkan tugas saya yang belum kunjung jadi tersebut. Akhirnya, EUREKA!!! Saya menemukan formula “CINTA” untuk tulisan saya. Jadilah Tugas Akhir saya berjudul “Jalan Cinta Para Penulis”.
***
JALAN CINTA PARA PENULIS

Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa
(Aisya Avicenna)

Setiap orang sebenarnya mampu menulis. Seseorang yang buta huruf sekalipun, sebenarnya mampu menulis hanya saja ia tidak berlatih atau dilatih untuk menulis. Setiap manusia yang bisa menulis seharusnya bersyukur akan kemampuannya tersebut. Allah SWT membekali setiap manusia dengan tiga potensi dasar yakni : ruh, akal, dan fisik. Manusia dibekali akal untuk berpikir. Salah satu cara untuk menuangkan buah pikiran adalah dengan menulis. Pikiran merupakan unsur yang paling mendukung dalam menulis. Bisa dikatakan bahwa menulis adalah proses berpikir paling kreatif. Dengan menulis, kita bisa menumpahkan semua beban perasaan kita, sehingga pikiran yang sebelumnya terasa keruh akan bisa menjadi jernih. Selain itu, kita bisa berbagi pengetahuan kepada orang lain sehingga tulisan kita bisa mendatangkan manfaat bagi sesama. Itulah esensi dari suatu ibadah dan menulis adalah salah satu amal ibadah.
Walaupun kelihatannya mudah, pada prakteknya tidak semua orang mudah melakukan aktivitas menulis ini. Banyak di antaranya yang justru mengalami kesulitan pada waktu pertama kali hendak menulis. Terkadang mereka mengalami kebuntuan ide/gagasan, tengah enggan/malas, merasa tidak bisa, tidak berbakat, tidak mampu atau tidak kompeten, takut, dan lain-lain. Jika kita ingin menjadi penulis handal yang produktif dalam berkarya, maka semua hambatan ini harus dikikis habis.
Menjadi seorang penulis handal memang butuh perjuangan. Seorang penulis juga harus ditempa melewati beragam proses yang tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap proses yang ditapaki penuh dengan konsekuensi. Akan tetapi, bukan berarti hal ini menjadi sesuatu yang tidak mungkin dicapai, hanya saja diperlukan kesungguhan dan kerja keras untuk menjadi seorang penulis handal. Berikut dipaparkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang ingin menjadi penulis hebat nan isnpiratif. Kuncinya adalah ‘CINTA’.

[C]ukuplah Allah sebagai Tujuan
Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang mulia. Lalu, apa tugas manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT? Allah SWT menerangkan bahwa tugas manusia di bumi adalah untuk beribadah. "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan." (QS. Adz-Dzariyat [56] : 57). Ibadah dalam Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Melaksanakan semua perintah yang tertulis dalam Al-Qur`an dan As Sunnah serta menjauhkan larangan yang tertulis di dalam keduanya adalah ibadah. Ibadah mencakup semua aktifitas manusia bila diiringi dengan niat yang benar untuk mencapai ridha Allah SWT. Sholat, zakat, dan infaq adalah ibadah. Sampai-sampai memalingkan mata dari pandangan yang harampun termasuk ibadah. Tak ada pemisahan antara ibadah dan aktivitas keduniaan dalam Islam. Semua perbuatan menjadi ibadah di sisi Allah bila diniatkan semata-mata karena mencari dan mencapai ridha-Nya. Hadist 1 Arba’in berikut menjadi pengingat akan esensi niat dalam setiap amal kita.
Dari Amirul Mu’minin Abi Hafsh Umar ibn Al Khaththaab Radhiyallahu ‘Anhu, berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Sesungguhnya amal-amal itu bergantung kepada niatnya. Dan setiap orang memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikejarnya atau wanita yang hendak ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia (niatkan) hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, nilai suatu perbuatan dalam pandangan Islam dilandasi niatnya, bukan dari hasilnya. Hasil suatu perbuatan berada di tangan Allah SWT dan karenanya ganjaran perbuatan seseorang tidak tergantung pada hasilnya, tetapi pada niat yang ada di dalam hati. Niat yang benar juga harus dilanjutkan dalam amal yang benar pula. Setelah niat seseorang telah lurus, amal yang dilakukan pun tidak boleh melanggar rambu-rambu yang benar. Tidak ada kamus ‘menghalalkan segala cara’ dalam mencapai apa yang diinginkan. Seorang muslim tidak dibenarkan menggunakan cara yang tidak disukai Allah SWT demi mengapai tujuan dan cita-citanya.
Demikian halnya dengan menulis. Aktivitas menulis akan bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata mencari ridha Allah SWT. Merangkai kata demi kata sehingga menghasilkan karya dengan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan itulah visi mulia seorang penulis. Ia menegakkan kalimat Allah melalui pena, menuliskan bait demi bait kebenaran, dengan harapan banyak yang akan terinspirasi dari tulisan itu untuk senantiasa berbuat baik, Karena tiada balasan yang lebih pantas dari kebaikan selain kebaikan pula. Hendaknya setiap penulis selalu memperbaharui niatnya, jangan sampai kehilangan orientasi dalam menulis. Selayaknya setiap penulis meyakinkan dirinya bahwa ia menulis untuk menebarkan kebaikan, saling mengingatkan, dan tentunya mengharapkan ridha-Nya. Saat menulis, jangan berharap adanya popularitas dan keuntungan finansial semata. Memang, dengan menulis hal itu bisa saja kita dapatkan. Tapi yakinlah, saat itu diniatkan pada awalnya dan ternyata berhasil didapatkan, maka kita akan kehilangan satu investasi besar, yakni investasi akhirat.
Telah disebutkan bahwa menulis juga termasuk bagian dari ibadah. Bahkan menjadi suatu amal yang sangat bermanfaat dan menjadi investasi akhirat jika tulisan itu bermuatan pesan moral yang diamalkan oleh orang banyak sehingga bisa mengubah karakter manusia yang kurang baik menjadi bermoral dan berbudi luhur. Nah, dari sini bisa kita lihat betapa pentingnya menulis. Di dalam tulisan bisa kita sampaikan apa saja yang kita mau sehingga orang lain bisa membacanya, mengamalkannya, dan terinspirasi karenanya.

[I]nspirasi Datang, Jangan Dibuang!
Inspirasi adalah nyawa dalam kehidupan kita. Inspirasi bagaikan oase di tengah padang gurun yang meranggas tertelan panas. Ia hadir dalam setiap jiwa manusia dan menjadikannya sebagai penyejuk. Inspirasi bagai nyawa dalam diri seseorang. Ia bisa saja jadi semangat tak berkarat, bagai aliran listrik yang menjalar cepat dan hebat. Ia mampu menghentakkan motivasi. Membangkitkan yang lemah. Mengubah kondisi terbatas menjadi teratas.
Tidak peduli kita suka menulis, serajin apa kita menulis, selalu ada waktu dimana kita memang membutuhkan inspirasi untuk mendapatkan gagasan atau tema dari tulisan kita. Kebanyakan justru inspirasi didapat dari luar diri kita, karena bisa jadi pikiran kita memang sudah cukup letih atau jenuh untuk menggali topik atau tema apa yang hendak kita tulis.
Inspirasi itu tidak akan datang jika hanya ditunggu. Inspirasi ada karena dicari atau diciptakan. Sumber inspirasi bisa didapat dari mana saja, baik dari internal maupun eksternal penulis.
1. Sumber Internal
Inspirasi bisa datang dari dalam diri penulis. Lewat pemikirannya yang mendalam dari hasil renungan (kontemplasi) yang dilakukannya. Atau bisa melalui kepekaan panca inderanya. Oleh karena itu, seorang penulis harus sensitif terhadap lingkungan sekitarnya. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan seharusnya bisa menjadi inspirasi dahsyat yang bisa melahirkan karya atau tulisan.
2. Sumber Eksternal
Banyak sekali sumber inspirasi yang berasal dari luar. Berikut beberapa sumber inspirasi yang bisa didapat seorang penulis.
a. Al Qur’an
Segala inspirasi ada di dalam Al Qur’an. Jika tidak menemukan inspirasi dari Al Qur’an, bisa jadi kita belum mengenal atau cukup berinteraksi dengan Al Qur’an. Kita boleh mengambil inspirasi dari manapun, selama inspirasi tersebut tidak melanggar syariat dan nilai Al Qur’an. Agama Islam tidak membatasi kita mendapatkan hikmah dari mana pun, selama rujukan utama kita Al Qur’an dan As Sunnah.
b. Siroh Nabawiyah
Sebaik-baik kisah yang patut dijadikan inspirasi adalah kisah Rasulullah SAW, keluarga Rasul, sahabat-sahabat Rasul, dan orang-orang terpilih yang menjadi “kekasih” Allah SWT. Tentunya banyak inspirasi yang bisa kita dapatkan dari kisah mereka.
c. Orang lain
Orang di sekeliling kita bisa dijadikan sumber inspirasi yang menarik. Coba perhatikan mereka, pastinya ada beberapa yang memiliki karakter yang unik. Ini bisa kita gali lebih dalam. Karakter seperti suka marah, bisa kita jadikan tulisan bertemakan sifat marah, bagaimana mengatasinya, dan lain sebagainya. Orang lain yang dimaksud juga bisa berasal dari tokoh inspiratif yang sukses atau bisa juga penulis tenar.
d. Lingkungan
Lingkungan sekitar kita adalah sumber inspirasi yang bagus. Nuansa alam seperti pantai, pegunungan, lembah, dan sebagainya bisa menjadi daya tarik untuk setting tulisan kita. Bahkan lingkungan kumuh di pinggiran kota juga bisa menjadi bahan tulisan.
e. Buku/Bacaan
Menulis dan membaca adalah kebiasaan yang saling tertaut. Banyak wawasan baru yang akan kita dapatkan dengan banyak membaca. Belajar dari karya orang lain sesungguhnya juga membuat kita belajar bagaimana proses kreatif mereka terbentuk. Memperbanyak bahan bacaan akan membuat wawasan kita menjadi lebih luas. Banyak hal baru yang akan kita dapatkan dari membaca, seperti ragam kehidupan dengan segala pernik dan maknanya, penggunaan bahasa dan pemakaian kata-katanya, gaya penulisan dan lain sebagainya. Membaca majalah, koran, novel, cerpen, lirik lagu, puisi, ensiklopedia, buku-buku nonfiksi, peribahasa, komik, atau apa saja juga bisa memicu datangnya inspirasi.
f. Blog
Caranya mudah saja, kita tinggal blog walking ke blog-blog yang bagus. Kita bisa belajar banyak dari proses kreatif penulis blog tersebut atau bisa melihat dari segi ide atau gagasan di setiap tulisan yang ada di blog.
g. Film
Dari film kita juga bisa mendapat banyak inspirasi sebagai bahan tulisan kita, misalnya kita bisa menulis tentang karakter tokohnya atau situasi dan kondisi yang kita olah ulang sedemikian rupa untuk ditulis. Bisa juga kita membuat resensi film dan dikirimkan ke media.
h. Peristiwa
Setiap saat dan dimanapun kita pasti tak bisa lepas dari peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Nah coba kita pilah-pilah, mana yang kira-kira menarik untuk dijadikan tema tulisan. Peristiwa sehari-hari yang sepertinya biasa saja, tapi bila kita kemas dengan gaya penulisan yang asyik, tentunya menjadi menarik untuk dibaca oleh orang lain.
i. Seni
Seni, baik itu seni lukis, seni musik atau lainnya, merupakan salah satu sumber inspirasi yang kaya makna. Seperti misalnya kalau kita lihat lukisan yang indah. Menggambarkan apa lukisan itu, apa maksud dari goresan lukisan itu, bisa kita jadikan ide untuk menulis.

Inspirasi sering datang tak diundang. Oleh karena itu, segera dokumentasikan setiap inspirasi yang singgah dalam benak kita. Kita menyadari bahwa kemampuan otak kita dalam menampung informasi memang sangat terbatas sehingga kita harus mampu menyiasatinya. Jangan sampai inspirasi yang bagus terbuang sayang hanya gara-gara kita tidak segera mendokumentasikannya. Tuliskan setiap inspirasi yang kita dapatkan! Oleh karena itu, setiap saat jangan lupa membawa alat tulis dan catatan kecil. Atau bisa juga kita memanfaatkan sarana lain, seperti handphone untuk mengabadikan inspirasi kita. Semoga inspirasi-inspirasi itu bisa melahirkan tulisan-tulisan inspiratif juga.

[N]ulis… Nulis... Nulis…
Ada tiga kunci utama untuk menjadi seorang penulis. Kunci pertama, menulis. Kunci kedua, menulis. Kunci ketiga, menulis. Nah, mudah saja kan? Hanya saja seorang penulis kerap terbebani dalam mengawali sebuah tulisan, merasa kesulitan dalam mengembangkan inspirasi atau ide yang didapat ke dalam tulisan yang enak dibaca, atau bingung menuliskan ending dari tulisan. Berikut ada beberapa tips yang semoga bisa membantu kita dalam menulis.
1. Mulailah Menulis Apa Saja
Misal kita akan menulis dengan tema “Isra’ Mi’raj”. Saat menulis, jangan ‘menyiksa diri’ dengan kebingungan harus mulai menulis dari mana. Apa yang sedang dipikirkan saat itu tentang Isra’ Mi’raj, tulis saja! Tak perlu runtut dengan harus menulis dari sejarahnya atau dalil-dalil yang berkenaan dengan peristiwa ini. Kita bisa saja menulis tentang Rasulullah SAW. Lambat laun kita akan menemukan kesesuaian dan alur tulisan kita sehingga akan dihasilkan tulisan yang utuh. Sebelum menulis, ada baiknya kita membuat kerangka tulisan agar tulisan kita terarah dan tidak keluar dari ide dasar atau tema. Saat awal-awal menulis draft, janganlah mengubah kata-kata atau tanda baca. Lupakan dulu tata bahasa, pemilihan kalimat, diksi, dan semua pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah! Kita akan membutuhkannya ditahap selanjutnya. Yang sekarang harus dilakukan adalah mengalirkan semua gagasan yang terpikirkan di otak. Tuliskan semua ide yang bergelora dalam pikiran, tidak masalah kalau ide-ide itu tidak saling berkaitan.
2. Mencari Waktu yang Tepat
Memilih waktu yang tepat akan sangat membantu kita dalam menulis. Misalnya, kita memilih waktu di tengah malam. Saat suasana hening, akan membuat hati dan pikiran kita menjadi tenang. Pikiran kita bisa fokus dan konsentrasi. Selain itu, dalam setiap aktivitas keseharian kita, ada kalanya kita memiliki waktu luang. Manfaatkan waktu luang itu untuk menorehkan tulisan. Untuk menjadi penulis yang efektif, kita harus mulai berkomitmen terhadap waktu. Pilihlah waktu luang satu-dua jam tiap hari, untuk menulis.
3. Menciptakan Kondisi yang Nyaman
Saat menulis, pilihlah tempat yang membuat kita nyaman dalam menulis. Kurangi sebanyak mungkin gangguan dari luar. Kalau kita suka mendengarkan musik, bisa juga menggunakan musik sebagai backsound selama kita menulis. Belahan kanan otak kita akan menjadi aktif bila terstimulasi oleh musik. Karenanya, pilihlah musik-musik favorit, agar mood menulis tetap terjaga. Hadirnya musik yang sesuai dengan suasana hati, akan membuat tulisan yang kita buat menjadi semakin hidup.
4. Mengedit dan Menulis Ulang
Pada tahap inilah kita bisa mengedit dan menyusun setiap kalimat agar lebih tertata dan sistematis. Ukirlah setiap paragraf, dan pastikan tiap kalimat berada di tempat yang cocok. Ambil thesaurus, lalu cari kata-kata yang seharusnya menggunakan istilah lain. Lihat ensiklopedia, dan masukkan data-data yang sepertinya layak untuk dimasukkan. Perhatikan tata bahasa, dan usahakan tulisan yang dibuat tidak membuat jemu yang membaca.
5. Membaca Ulang
Setelah tulisan sudah terangkai dengan baik, baca ulang dengan teliti! Apakah ada yang perlu ditambahkan lagi? Apakah ada kata-kata yang kurang tepat atau ada kalimat yang salah? Kalau iya, perbaiki kembali tulisan tersebut. Menulis memang butuh kesabaran. Jangan mudah mengeluh!

[T]eruslah Berlatih tanpa Mengenal Letih!
Menulis itu adalah keterampilan. Setiap keterampilan pastinya memerlukan latihan. Latihan yang rutin. Sedikit demi sedikit, tapi sering dilakukan! Latihan dalam menulis memang butuh waktu, maka harus menyiapkan waktu khusus untuk menulis. Jangan menunggu siap. Jangan menunggu mood. Tapi harus menyiapkan waktu dan menyiapkan diri sebaik-baiknya.
Latihan menulis dapat dilakukan seorang diri. Ada baiknya juga bila dilakukan bersama. Misalnya dengan mengikuti pelatihan kepenulisan atau dengan bergabung dalam komunitas penulis. Dengan berlatih bersama dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama, yakni visi untuk menjadi seorang penulis, maka akan bisa membangkitkan semangat kita untuk terus berkarya. Kalau perlu, milikilah seorang writer coach, seseorang yang bisa memandu kita dalam menulis, mengkritisi tulisan kita, dan bisa memberikan kita motivasi untuk terus menulis.
Menulis jelas membutuhkan motivasi. Bahkan motivasi atau niat dalam menulis ini memegang peranan penting. Sebab, jika kita kehilangan motivasi, segalanya akan ikut hilang. Miliki motivasi positif dalam menulis! Jangan pernah merasa jenuh atau lelah dalam menulis. Karena menulis akan membuat kita kaya. Kaya ilmu, kaya hati, kaya amal, dan bisa juga kaya harta. Dengan menulis, pengetahuan kita akan bertambah karena kita juga dituntut untuk banyak membaca dan mencari inspirasi. Itulah yang dimaksud kaya ilmu. Menulis juga merupakan wujud sedekah. Sedekah memang tak selalu identik dengan uang sebagai sarana yang disedekahkan. Menulis adalah sedekah kata. Kita memberi sesuatu kepada orang lain lewat rangkaian kata yang kita tuliskan. Hal inilah yang membuat seorang penulis menjadi kaya hati karena banyak memberi lewat tulisan-tulisannya. Menulis adalah wujud amal yang bernilai ibadah jika tulisan yang dihasilkan adalah tulisan yang menginspirasi dan menebar kebaikan. Itulah kaya amal. Pintu rezeki banyak macamnya. Tulisan pun bisa mendatangkan rezeki. Misal, jika dibukukan dan banyak diminati serta dibeli pembaca (best seller), tentunya akan mendatangkan banyak pendapatan bagi penulisnya. Penulis pun bisa kaya harta! Akan tetapi, jangan jadikan hal yang satu ini sebagai motivasi utama. Tetaplah menjadi penulis yang bersahaja, yang tetap menjadikan ridha Allah SWT sebagai tujuan utama.
Panggillah rasa lelahmu, dan ajaklah bermain dan bercanda, karena bila lelah itu karena LILLAH, maka insya Allah akan bernilai pahala dan diganjar surga (Burhan Sodiq).

[A]badikan Karya pada Tempatnya
“Khairunnas anfa’uhum linnas” yang artinya “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” Menjadi penulis, mungkin inilah salah satu cara yang menjadikan kita pribadi yang bermanfaat. Tulisan sebagai hasil karya kita tidak ada gunanya kalau hanya untuk konsumsi sendiri, tapi kalau dipublikasikan lewat berbagai media yang ada, maka karya tersebut akan bisa mendatangkan manfaat untuk diri kita dan orang lain. Kalau ada yang baik dalam tulisan itu maka akan menjadi penebar kebaikan dan terhitung sebagai amal jariyah. Sebaik-baik tulisan adalah tulisan yang dipublikasikan (Taufan E. Prast).
Dewasa ini begitu banyak media yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita, baik itu media cetak maupun elektronik.
1. Media Cetak
Media cetak sekarang banyak ragamnya, baik berupa koran, majalah, buletin, dan lain sebagainya. Banyak peluang terbuka bagi seorang penulis untuk mempublikasikan karyanya lewat media cetak. Tulisan tersebut dapat berupa opini, artikel, resensi, puisi, cerpen, dan lain-lain. Misalnya saja ketika akan memasukkan sebuah puisi di koran mingguan yang menerbitkan puisi seminggu sekali. Maka akan terdapat sekitar empat kesempatan di setiap minggunya. Belum lagi, jika dikalikan banyaknya koran yang sekarang beredar. Banyak sekali kesempatan, tinggal bagaimana kita memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
2. Media Elektronik
Media elektronik yang bisa dijadikan sasaran untuk mempublikasikan tulisan kita juga banyak ragamnya. Blog misalnya. Ada baiknya seorang penulis memiliki blog pribadi karena dengan begitu ia memiliki tempat khusus untuk menyalurkan inspirasi-inspirasinya sekaligus sebagai sarana untuk berlatih menulis. Karena blog bisa diakses banyak orang, tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak juga yang akan memberikan masukan pada tulisan-tulisan kita. Bisa juga lewat catatan di Facebook, bahkan dari status-status yang kita update di Facebook tersebut. Kita bisa menuliskan sesuatu yang inspiratif lewat status Facebook. Tulisan berwujud naskah atau skenario bisa juga terpublikasikan lewat cerita yang ditayangkan di televisi atau film layar lebar. Saat ini banyak film layar lebar atau sinetron yang diangkat dari novel atau tulisan. Sebut saja, ada film Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi, dan Sang Pemimpi.
Dalam membidik media memang perlu kecermatan dari seorang penulis. Jika ingin menerbitkan tulisannya menjadi sebuah buku, seorang penulis harus cermat dalam memilih penerbit dan memahami persyaratan yang ditetapkan penerbit pada setiap naskah yang masuk pada penerbit tersebut, seperti genre dari penerbit, kriteria tulisan (font, jumlah halaman, spasi, ukuran dan jenis huruf), cara pengiriman naskah (via email atau pos), dan lain-lain. Oleh karena itu, media mapping (pemetaan media) memang penting untuk dilakukan oleh seorang penulis.
Tulislah apa yang ada
Karya adalah anugerah
Tetap menulis sejak kini
Menulislah yang terbaik…
Ya, menulislah yang terbaik. Diawali dengan niat yang baik, dilakukan dengan latihan sebaik-baiknya, dan diabadikan dalam prasasti karya yang terbaik. Menulis bisa menjadi sarana untuk mengubah diri sendiri. Kita juga bisa mengubah paradigma dan akhlak seseorang lewat tulisan-tulisan kita. Menulislah dengan hati. Menulislah dengan CINTA. Jadikan tulisan kita sebagai sesuatu yang pantas untuk kita tinggalkan kelak jika nyawa sudah tak lagi ada. Kita pasti akan mati, tapi semoga karya kita akan abadi dan akan membawa kita ke surga-Nya di akherat nanti. Amin.



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Aisya Avicenna dalam "Perempuan-Perempuan Menulis Cinta"


Sabtu, 3 Juli 2010 pukul 09.00 Aisya keluar dari Alfamart di Jalan Otista Raya dengan membawa bungkusan berisi sebotol aqua dan sebungkus roti. Kemudian ia menunggu bus 921 di bawah pohon yang ia tak tahu namanya. Sambil mengeluarkan mushaf kecil, ia melanjutkan hafalannya yang harus disetorkan hari ini. Ia akan berpetualang ke Jakarta Book Fair. Sendirian.
Aisya berkata dalam hati, kalau pukul 09.15, bus 921 tak kunjung datang, ia akan naik taksi. Meski harus merogoh Rp 25.000,- untuk sampai ke Gelora Bung Karno, tak masalah baginya. Asal cepat sampai. Karena ba’da Dhuhur ada agenda yang sangat penting sehingga waktu terasa sangat berharga. Alhamdulillah, selang berapa lama bus tua impor dari Jepang bernomor 921 akhirnya menunjukkan batang hidungnya di Jalan Otista Raya (emangnya bus punya hidung ya? Hehe). Aisya tak mendapat tempat duduk. Sekitar waktu berjalan selama 20 menit, Aisya turun di depan Senayan. Ahh, tempat ini mengingatkannya tatkala tes CPNS Kemendag akhir September 2009 silam.
Sampai jualah di Jakarta Book Fair. Senangnya! Hunting buku dimulai. Sedang asyik hunting buku di stand Mizan, Aisya bertemu dengan Mas Ratno Fadilah. Dia adalah ‘foto model’ di novel ‘Ayat Amat Cinta’. Wajahnya memang rada mirip dengan Fahri. Hehe. Mas Ratno pernah menjadi pembicara waktu pertemuan di Masjid Amir Hamzah, TIM. Waktu menunjukkan pukul 11.00. Sudah puas hunting buku. Aisya melangkah menuju panggung utama untuk mengikuti talkshow “Perempuan-Perempuan Menulis Cinta”. Seperti biasa, duduk di depan dan bersiap dengan pulpen dan note kecil.
Sebelum dimulai, sang MC yang ternyata adalah Bang Boim Lebon menantang penonton untuk mengomentari Novel “2012-an” dan menyampaikan apa yang akan dilakukannya jika 2012 akan kiamat. Aisya salah satu penonton yang kena tunjuk Bang Boim. Apa yang akan dilakukan Aisya Avicenna kalau kiamat terjadi tahun 2012. Ditanyakan sendiri saja ya (Aisya lagi pengin bikin penasaran!).
Ada 4 pembicara yang dihadirkan dalam acara ini. Mereka adalah :
1.Ifa Avianty (penulis novel “Facebook on Love”)
2.Sinta Yudisia (penulis novel “Existere”)
3.Nova Ayu Maulita (penulis novel “Sakura”)
4.Tria Barmawi (penulis novel “A Message of Love”).
Penasaran seperti apa isi novelnya??? Baca sendiri aja ya!!! ^^v
Saat sesi tanya jawab, Aisya mendapat kesempatan menjadi penanya terakhir meski tangannya sudah terangkat sejak dulu. Lhoh! Sejak MC mulai mempersilahkan penonton untuk bertanya, gitu maksudnya.


Ada 3 pertanyaan yang diajukan Aisya


1. Selain sebagai seorang penulis, tentunya keempat pembicara di depan juga memiliki aktivitas lain. Bekerja, mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya. Nah, bagaimana memanajemen waktu antara aktivitas menulis dengan aktivitas tersebut?
Keempat pembicara itu memiliki jawaban yang hampir sama, yakni menyediakan waktu khusus untuk menulis dan memanfaatkan waktu luang di tengah-tengah aktivitas mengurus rumah tangga untuk menulis. Hmm, semoga nanti bisa memanajemen waktu dengan baik saat sudah berumah tangga, batin Aisya! Pokoknya, menulis jalan terus!


2. Tertuju kepada Mbak Nova Ayu Maulita, penulis novel Sakura. Kan tadi Mbak bilang, Mbak bisa ke Jepang salah satunya berkat doa Bang Boim. Aisya juga minta didoain ya biar bisa ke Jepang! Hehe... Bang Boim pun ikutan menyeletuk dan mendoakan. Makasih Bang!!!


3. Tertuju kepada Mbak Ifa Avianty. Kalau Mbak Ifa menjadikan Facebook sebagai setting untuk novelnya. Nah, Aisya berencana membuat blog sebagai setting novelnya. Novel itu bercerita tentang sebuah kejadian yang ia alami karena adanya blog tersebut. Tapi, Aisya bingung mencari ending kisahnya karena kisahnya juga belum sampai pada endingnya. Nah, bagaimana ya membuat endingnya?
Mbak Ifa pun menjawab, itu adalah otoritas penulis dalam membuat ending kisahnya. Kalau menunggu ending dari kisah nyatanya, lalu kapan novel itu akan jadi? Intinya, terserah penulis untuk membuat ending kisahnya seperti apa.
Hmm, tapi kayaknya memang harus nunggu ending kisah ini dulu deh (minimal 1 tahun lagi), karena sampai sekarang belum ada inspirasi bikin endingnya seperti apa. (hehe... ^^v moga HAPPY ENDING). Dan lagi juga harus banyak berlatih menulis fiksi. Karena Aisya tuh kalau nulis fiksi masih terlalu ‘lugas’, diksinya kurang ‘cantik’. Hehe.. Yaaa… begitulah! Setiap proses harus dinikmati!

Senangnya, Aisya bisa berdiri di samping Bang Boim dan keempat penulis itu. Aisya pun mendapat kesempatan memilih hadiah. Dan pilihannya tertuju pada novel Sakura. Mbak Nova secara langsung menyerahkan novel itu pada Aisya. Ia juga mendapat sebuah pin Existere dari Mbak Sinta Yudisia.
Acara pun selesai. Aisya kembali ke atas panggung untuk menyapa keempat pembicara lagi. Meminta tanda tangan dan kata inspiratif dari mereka.
Turun dari panggung, eh... ada Fatih Beeman (sempat ngobrol dan minta tanda tangan plus kata inspiratif dari penulis “Beginilah Seharusnya Hidup” dan “Beginilah Seharusnya Cinta” ini), Azzura Dayana, dan Kang Taufan E. Prast! Ketemu lagi dengan Mas Ratno Fadilah. Sempat juga minta tanda tangan di novel “2012-an” pada Kang Taufan dan Mas Ratno. Begitulah kalau para penulis lagi kumpul. Rame!!!
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Segera kembali ke Otista. Alhamdulillah tidak terlambat!
Nice single adventure today!!!
Jakarta, 120710_06:11
Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Damai



Damai yang dirasa
Melihat warnanya

Tenangnya di mindaku

Suasana kehijauan yang indah

Kicauan beburung rimba
Berterbangan bebas
di dalam rimba raya
Pepohon turut berlagu

Menerima sentuhannya
sinaran sang mentari hari
Di alam rimba damai dirasa
Segala-galanya terlukis sempurna

Di alam rimba keajaibannya
Pesona di jiwa

Di rimba tiada

Derita sengketa

Tiada kudengari
Tangisan sepi yang mengguris hati

Sang pelangi ceria

Menanti kehadirannya gerimis senja

Bisikan desiran air
Turut sama menghiasi
keindahan ciptaan Ilahi

Nasyid yang disenandungkan Nowseeheart di atas memang akhir-akhir ini menjadi nasyid favorit yang kerap diputar, baik di ‘REDZONE’ maupun di kantor. Entahlah, saat mendengarkan nasyid ini, rasanya memang sungguh ‘damai’.
Kedamaian hati ini mungkin bisa didefinisikan sebagai interpretasi dari syukur.
Hati yang selalu bersyukur, kita semua pasti menginginkannya dan senantiasa berusaha menghadirkannya dalam setiap hembusan nafas kita. Dengan selalu bersyukur, kejadian apapun yang kita alami, kita akan tetap bisa menerimanya, dan akhirnya kitapun bisa melihat hikmah di balik semuanya.
Bersyukur memang bukan sekedar terucap Alhamdulillah…
Tapi benar-benar mensyukuri segala hal yang kita hadapi. Entah itu tawa atau tangis, mendapat atau kehilangan, bertambah atau berkurang. Semua harus kita yakini bahwa hal itu terjadi karena kasih sayang-Nya. Dengan adanya keyakinan itu, maka hidup kita akan penuh dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan yang sejati hakikatnya adalah sejauh mana kita bisa meyakini akan Allah Yang Maha Kuasa. Semakin kita yakin, maka semakin kita menggantungkan diri hanya pada-Nya, dan itu berarti semakin pula kita menjadi pribadi tangguh, dan semakin kita menjadi tangguh, semakin pula kebahagiaan kita tak mudah terusik oleh segala hal duniawi yang bersifat semu dan sementara, tidak mudah stress, dan tidak mudah terguncang.

Dengan keyakinan di hati, dengan rasa syukur yang selalu menyertai langkah kita, maka kita bisa menjadi makhluk yang tidak mudah putus asa. Terus bergerak walau rintangan menghadang. Terus memberi walau yang diberi mungkin tak pernah membalasnya. Terus tersenyum memandang langit, seberat apapun tantangan yang kita hadapi (Salah satu hal yang saya sukai adalah memandang langit, apalagi kalau ada bintang berteman rembulan yang bertengger menghiasinya.. Damai rasanya!). Selayaknya kita mampu melihat ada apa di balik semua kejadian itu, hikmah yang menyertainya, dan juga karena kita yakin, Allah Yang Maha Penyayang akan selalu memberikan yang terbaik pada kita, memberi kebahagiaan yang sejati dan abadi….

Hidup dengan keyakinan dan rasa syukur… sound great!!!

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu , dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari -Ku.” (QS. Al-Baqarah [2] : 152)

Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap keimanan yang ada di kalbu Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap persendian yang menggerakkan raga
Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas kesehatan yang dianugerahkan Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap hembusan nafas yang dihirup Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap mata yang terbuka  
Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap kesadaran yang ada Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap harapan yang terbersit  
Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas setiap kesempatan baru yang Engkau anugerahkan  
Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah atas segalanya...

***
Saat hanya terdengar denting jam dinding, tuts keyboard, dan alunan “Damai” dari winamp. Sesekali terdengar teriakan tetangga sebelah yang sedang menyaksikan final Piala Dunia ^^v
Jakarta, 12 Juli 2010_02:15



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Wanita


Wanita, kau teteskan air mata namun tersenyum jua! Air matamu bukan semata pancaran duka tapi juga wujud kecintaan tak terperi pada-Nya. Senyummu bukan semata pancaran suka cita tapi juga wujud ketegaran atas cobaan-Nya yang datang menyapa.

[Bersama pagi berpeluk asa, 080710, Aisya Avicenna]

 


Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

 

JULI : [J]ejak-jejak [U]ntuk [L]edakkan [I]nspirasi


REFLEKSI JUNI
Bulan Juni menjadi bulan penuh “sensasi” bagi saya. Pasalnya, banyak kejadian yang membuat diri ini semakin tertempa dan semakin menyadari akan mahalnya sebuah keistiqomahan. Jujur saja, di akhir bulan Juni, saya sempat dihadapkan dalam sebuah suasana yang membuat diri ini “terpojok”, terpukul, dan jatuh sakit. Semuanya berakar dari sebuah perbedaan! Peristiwa itu sempat menguji keteguhan. Diri ini mencoba untuk tegar dan tak terusik dengan lingkungan yang belum sepenuhnya menerima dan mengerti tentang indahnya perbedaan. Ya Rabb, istiqomahkan hamba… itulah asa dari seorang hamba yang sedang berusaha mempertahankan dirinya. Saya teringat akan kisah yang pernah saya baca di buku “Beginilah Seharusnya Hidup”. 

 
Suatu hari, masyarakat kodok mengadakan sayembara. Sayembaranya berupa lomba lari dan diakhiri dengan menaiki menara yang cukup tinggi. Setelah beberapa hari dipublikasikan, beberapa kodok akhirnya mendaftarkan diri. Mereka banyak yang mendaftar karena tergitu dengan dengan hadiah yang besar. Setelah melalui beberapa tahap penyeleksian, akhirnya hanya sepuluh ekor kodok yang dibolehkan mengikuti perlombaan.


Pada hari yang telah ditentukan, kesepuluh ekor kodok ini berkumpul di alaun-alun. Penonton yang datang, bukan main banyaknya. Para peserta lomba diliputi perasaan tegang. Tegang karena harga diri keluarga dan suku ikut dipertaruhkan. Wasit bersiap-siap meniup peluit. Para peserta lomba bersiap mengambil ancang-ancang. Masing-masing telah siap dengan segala yang akan terjadi. Kalau perlu, untuk memenangkan perlombaan, segala macam cara akan dilakukan.


Priiittt!!!


Setelah peluit berbunyi, masing-masing kodok melompat-lompat berpacu untuk menjadi yang terdepan. Jarak lari sebelum naik menara lumayan jauh. Mereka harus menguras energi untuk sampai ke menara. Sedangkan finish dari lomba itu adalah di puncak menara. Barangsiapa yang berhasil menaiki menara dan meraih bendera di atasnya, dialah pemenangnya.


Kini, kesepuluh ekor kodok itu hampir mendekati menara. Penonton terdengar riuh rendah bertepuk tangan dan memberikan dukungan. Namun, di antara penonton itu tak sedikit pula yang menciutkan nyali peserta lomba.


“Wah, mana mungkin kodok bisa naik menara. Lomba ini hanya menguras tenaga saja!”
Beberapa peserta lomba yang sedang lari mendengar celetukan itu. Di dalam hati mereka membenarkan celetukan itu. Mereka pun akhirnya berhenti berlari. Adapun sisanya terus berlari. Empat ekor kini berada di bawah menara, sementara seekor kodok yang kecil masih berada jauh dari menara. Ia memang menjadi peserta yang tidak diunggulkan.


Keempat ekor kodok yang berada di bawah menara tengah berpikir. Apakah mereka akan terus memanjat menara tersebut, atau cukup sampai di situ. Di tengah kebimbangan yang melanda mereka, beberapa penonton banyak yang menyarankan agar menyerah saja. Karena tidak mungkin menara itu dapat dipanjat. Beberapa ekor di antara peserta lomba itupun banyak yang ciut nyalinya. Satu per satu mereka menyerah. Hanya tinggal satu peserta lagi yang masih jauh dari menara. Ia adalah peserta yang benar-benar tidak diunggulkan.


Kodok itu hampir mendekati menara. Namun, beberapa komentar yang menciutkan nyali tak digubrisnya, ia terus berlari.


“Woi, sudah berhenti saja. Yang lain juga berhenti, karena tidak mungkin kodok bisa memanjat menara!” begitulah beberapa celetukan penonton.
Akan tetapi, kodok kecil itu tetap berlari. Sedikitpun ia tidak meladeni omongan para penonton. Ia terus berkonsentrasi pada perlombaan yang tengah ia ikuti. Sampailah kodok itu di bawah menara. Dengan susah payah kodok itu melompat-lompat, memanjat menara yang memiliki banyak cabang.


Para penonton yang mengeluarkan kata-kata penciut nyali itu heran, karena kodok kecil ini sedikit demi sedikit mampu menaiki menara. Beberapa lama kemudian, sampailah kodok ini di puncak menara. Dengan hati-hati, diambilnya bendera. Kemudian, gemuruh penonton menyoraki kodok kecil yang berhasil menaiki menara dan memenangkan pertandingan.


Setelah turun, kodok itu disambut meriah dan sukacita oleh keluarga dan sukunya. Tak lama setelah itu, panitia menyerahkan hadiah. Wartawan kodok kemudian mengerubungi sang juara serta mewawancarainya. Namun, karena kelelahan kodok itu tak mau diwawancarai. Ia diwakili oleh keluarganya menghadapi pertanyaan dari para wartawan.


“Apa kunci keberhasilan kodok kecil itu sehingga menjadi juara?” tanya salah satu wartawan.
“Tentu saja banyak latihan!”
“Selain itu?”
“Banyak makan makanan yang bergizi, dan tak lupa berdoa.”
“Lalu, motivasi apa yang adan berikan kepada kodok kecil itu, sehingga ia tidak berhasil diruntuhkan mentalnya oleh para penonton?”
“Maksud Anda?”
“Yah. Tadi, ketika lomba sedang berlangsung banyak dari para peserta yang mundur karena ciut nyalinya setelah mendengar omongan para penonton.”
“Ooo, itu. Kodok kecil itu tidak terpengaruh dengan omongan yang meruntuhkan mental karena ia tidak mendengar omongan itu.”
“Maksudnya?”
“Kodok kecil itu tuli, jadi ia tidak mendengar apa yang diomongkan.”
Kisah kodok kecil itu mirip dengan yang saya alami. Saya pun berusaha ‘menulikan’ diri terhadap hujan kata yang ‘memojokkan’ itu. Biarlah. Saya tetap menghargai, karena setiap orang berhak menilai. Tapi menurut lubuk hati saya yang terdalam, penilaian terbaik hanya datang dari Allah Yang Maha Kuasa. Bukan berarti saya acuh, tapi biarlah saya memilin benang-benag filter dalam diri saya lebih kuat, lebih rapat sehingga saya mampu menyaring inputan yang positif dan membuang ampas-ampas negatif yang turut menyertai inputan itu.


Perbedaan, dalam hal apapun, kadang selalu menjadi polemik, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Manusia sebagai anak keturunan Adam, makhluk ciptaan Allah yang diberikan kelebihan oleh-Nya dibandingkan dengan makhluk lainnya. Menjadikan manusia mampu menyikapi perbedaan dengan bijak. Memang seharusnya seperti itu.
Ibarat sebuah bangunan, yang dibangun dari berbagai macam bahan, yang membuatnya kokoh berdiri, satu sama lain saling melengkapi dan memperkuat sehingga menjadi sebuah bangunan yang utuh. Satu dengan yang lainnya fokus dengan fungsi dan kemampuan masing-masing. Namun, semuanya berlandaskan pondasi yang sama.
Dalam Islam, pondasi itu adalah Tauhid, yang wajib kita yakini bahwa Allah adalah satu, menyakini dan mengimani semua sifat-Nya, nama-nama-Nya yang agung, menyakini semua penciptaan-Nya. Dalam setiap shalat kita, meng-ESAkan-Nya, bahwa tiada Tuhan Selain Allah. Berlandaskan tauhid inilah, perbedaan yang ada, mampu disikapi dengan bijak, bahwa kita adalah setetes air dalam samudera ilmu-Nya, tidak layak kita menyombongkan diri, merasa menjadi yang paling berilmu dan merendahkan yang lainnya, yang sama-sama menempuh jalan-Nya.


Merendahkan hati kepada sesama, semakin berisi semakin merunduk dan bersifat tawadhu, sikap-sikap seperti ini yang seharusnya dikembangkan, dan tentunya akan lebih baik memeriksa kesalahan diri sendiri, daripada mencari-cari kekurangan orang lain. Paling tidak itulah hikmah yang saya ambil. Setiap kita mengucapkan salam setelah sholat, maka kita mendoakan sesama ummat yang ada di samping kanan dan kiri kita, semoga selalu ada dalam keselamatan, rahmat-Nya dan berkah-Nya, maka jika dengan sadar kita melakukannya, dengan penuh keikhlasan, sudah selayaknya kita mampu menyikapi perbedaan dengan bijak. Karena jika seorang Muslim, menempuh Jalan-Nya, dan berupaya mengharapkan ridho-Nya dalam perjalanan hidupnya, pasti akan mendapatkan petunjuk-Nya, selama itu menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.


“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terima kasih Ya Allah karena menyajikan bulan Juni yang begitu berarti.
Sebuah sugesti positif : Saat ‘SENDIRI’ di tengah ‘hutan belantara’ dengan berjuta bahaya yang siap menerkam, jangan pernah merasa SENDIRI! Allah bersamamu dan akan melindungimu dengan penjagaan terbaik-Nya. Allah Maha Kuasa, Dia pun bisa mengirimkan manusia-manusia terpilih untuk menjadi sahabat dan pelindung dalam ‘KESENDIRIAN’mu.

RESOLUSI JULI
Tidak ada yang tahu pasti bagaimana masa depan kita. Satu hal yang saya percayai adalah, semakin banyak kita berbuat kebaikan, semakin indah juga hidup kita. Semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula yang kita dapatkan. Semakin keras kerja kita, semakin besar kesuksesan kita. Semakin kita berani mengambil resiko untuk menyambut peluang, semakin besar pula keberuntungan yang akan kita dapatkan. Insya Allah.
Jangan hanya MENUNGGU, tapi BERGERAK dan BERJUANGLAH meraih apa yang diinginkan!!!
JULI = [J]ejak-jejak [U]ntuk [L]edakkan [I]nspirasi
Bismillahirrahmanirrahim…
Yakin... yakin... yakin... SIAP MELANGKAH!!! Diri ini semakin tahu setiap detail yang diinginkan... Tapi Allah Maha Tahu lebih detail dari setiap apa yang PANTAS untuk diberikanNya pada hamba-Nya ini…
Kebaikan bukanlah memiliki harta melimpah dan anak banyak. Akan tetapi, kebaikan adalah jika amalmu banyak, ilmumu luas dan engkau tidak menyombongkan diri kepada orang lain dengan ibadahmu kepada Allah SWT. Jika berbuat baik, engkau segera bersyukur kepada Allah SWTdan jika berbuat buruk segera memohon ampun kepada-Nya
~Sayyidina Ali Bin Abi Thalib~
Jakarta, 1 Juli 2010
Aisya Avicenna



Tulisan ini diposting pada bulan Juli 2010 di blog sebelumnya

Perempuan Cahaya di Taman Dzikir



By : Faliq

Panas matari, hujan air mata rindu
Menyemai taman dzikir, taman doamu
Mawar-mawar yang
Dia kirimkan padamu
Tumbuh merekah, hiasi sajadah
Yang terus memanjang pada sisa kala

Di taman dzikir, taman hening yang mawar itu
Kau temui ribuan perempuan cahaya
MenjelangNya memohon untuk merengkuhmu
Oh sahaya, yang resah merindu

Tlah kau tumpukan penuh awan-awan asa
Dan kau dekap pelangi mahabbahNya
Kau fana yang memanjati langit ma’rifatNya

Di taman dzikir, taman do’a dan nafasmu
Di tengah perempuan-perempuan cahaya
Kau menjaga dengan air mata
Di taman dzikir, taman do’a dan nafasmu
Di tengah perempuan-perempuan cahaya
Nyala masa yang tersisa
Demi hasrat abadiitu

Sungguh telah Dia fanakan dirimu itu
Tetapi tidak cintamu kepadaNya
Sebab di taman dzikir, doa dan nafasmu
Oh cintamu dan
Kekasih adalah baka
Tuhan, bila sujudku padaMu,
Karena aku takut Neraka
Bakar aku dengan apinya
Bila sujudku padaMu,
Karena damba Syurga
Tutup untukku Syurga itu
Namun bila sujudku demi Kau semata
Jangan palingkan wajahMu
Tuhan, aku rindu menatap KeindahanMu
[lagi senang denger nasyid ini]


Tulisan ini diposting pada bulan Juni 2010 di blog sebelumnya