Semuanya berawal dari kedua mata
ketika aku hanya berani mencuri pandang
wajahmu di sana
dengan pakaian rapat tak kau biarkan auratmu terbuka
karena memang tak selayaknya bisa dipandang oleh sembarang mata
maka seiring perjalanan masa
kumulai beranikan diri tuk bertanya
tuk selanjutnya berbagi cerita
telah kukatakan kepadamu semenjak awal mula
bahwa aku adalah lelaki ibuku sepanjang masa
sebagai wujud bakti sebagaimana rasul telah bersabda “ibumu, ibumu, ibumu!” begitulah dalam sebuah hadits yang pernah kubaca
“lalu ayahmu!” sebagai kelanjutan ucapan dari lidah yang mulia
sebuah jawaban darimu membuatku begitu lega
kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang berbakti daripada yang durhaka
kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang dermawan daripada yang bakhil harta
dan kaupun berharap bahwa pendampingmu kelak bisa membuatmu bahagia
kau pernah berkata ingin segera menikah sebagai suatu rencana
bila kelak Allah mempertemukanmu dengan jodoh pilihan-Nya
agar mampu menjaga kemurnian dan kesucian niatmu dalam mewujudkan berbagai cita
serta menjadikanmu lebih kuat kala cobaan dan ujian datang menerpa
karena akan ada seseorang yang insyaAllah akan mendampingi senantiasa
namun harus kau tahu adalah bahwa aku lelaki biasa
segala kelebihan dan kelemahan pastilah kupunya
senanglah hati ketika mengetahui dirimu rutin dalam sebuah tarbiyah
tidak seperti aku yang hanya pernah masuk madrasah
mulai ibtidaiyah, tsanawiyah namun tidak kulanjut ke aliyah
namun sekarang aku sudah lulus kuliah
saat ini pun aku sudah memiliki ma’isyah
teman-temanku berkata, baha sudah waktunya bagiku mencari aisyah
mungkin dengan simpanan yang ad cukuplah untuk sebuah walimah
tentu saja yang sederhana dan bukan yang meriah
dan aku pun belum sanggup untuk menyediakanmu sebuah rumah
karena itu kuberpikir untuk mengontrak dulu sajalah
suatu ketika kau bertanya tentang poligami
kujawab bahwa itu adalah ketentuan Ilahi
tentu saja aku menyetujui
lantas kau bertanya apakah aku akan melakukannya suatu saas nant
kujawab apa mungkin bila adil sebagai syarat utama tak mampu kumiliki
engkau tersenyum di mulut atau mungkin sampai ke hati
sambil mengakui bahwa dirimu belum bisa menerima bila hal itu terjadi
dan dirimu juga tak bisa menyamai saudah binti zam’ah istri sang nabi
yang tulus ikhlas kepada aisyah dalam berbagi
suatu ketika giliran aku bertanya tentang kemampuanmu bertilawah
kau menjawab bisa walau tak mau dibandingkan dengan para qoriah
karena kau merasa masih banyak berbuat salah
dalam mengucap hukum tajwid dan huruf-huruf hijaiyah
insyaAllah kita akan bersama-sama belajar bila kelak akan menikah
utnuk mewujudkan keinginanmu agar bisa menerangi setiap ruang rumah
dengan alunan suara Al-quran yang merupakan ayat-ayat qauliyah
dari situ mungkin kita bisa membaca ayat-ayat kauniyah
untuk memastikan keyakinanku untuk menikah
kau pun mengundangku ke tempat temanmu seorang murabbiyah
dan tak lupa kau undang aku tuk datang ke rumah
sebagai awal perkenalan dengan bunda dan ayah
dan sebuah titik temu tercapailah
istikharah mencari jawaban tuk menggapai alhub fillah wa lillah
dalam doa kubersimpuh pasrah
memohon datangnya jawaban kepada Sang Pemberi hidayah
bila jawaban itu masih menggantung di langit
maka turunkanlah
bila jawaban itu masih terpendam di perut bumi
maka keluarkanlah
bila jawaban itu sulit kuraih
maka mudahkanlah
bila jawaban itu masih jauh
maka dekatkanlah
Hidup terlalu luas untuk dijalani bersendiri, Hanya Dia Maha ESa ..
Yang kau Mahu.. Inilah DUNIAKU DALAM UNTAIAN KATA.
melayang sudah rasa rindu di awan putih..
Tegak kembali sebelum Rebah Bersemadi..
namun dalam hati ini Aku seakan tidak mengerti,
mungkin ada sunyi yang belum terbebaskan,
atau ada rindu yang belum terlepaskan atau kerana ia semakin malam yang kelam.
Aku tenggelam..Jangan Biarkan aku sendiri Ya Allah
Untukmu calon Imamku,
yang tiada siapa mengenali termasuklah diri ini,
dirimu masih rahasia Penciptamu..
rahasia yang telah ditentukan untukku,
yang perlu ku singkap dengan segunung taubat
dan sepenuh kesungguhan sujudku,
cuma jambatan istikharah jua yang bisa merungkai rahasiaku ini,.
"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu.
Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah,
seandainya Engkau tahu bahwa pilihan ini baik untukku dalam agamaku,
kehidupanku dan jalan hidupku,
jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkatilah aku di dalam pilihan ini.
Namunjika Engkau tahu bahwa pilihan ini buruk untukku,
agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan pilihan itu dariku.
Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan redhailah aku dengan kebaikan itu".
Sumber : http://ceritaduniahati.blogspot.com
***
Bersaksi cinta di atas cinta
Dalam alunan tasbih ku ini
Menerka hati yang tersembunyi
Berteman dimalam sunyi penuh do'a
Sebut nama Mu terukir merdu
Tertulis dalam sajadah cinta
Tetapkan pilihan sebagai teman
Kekal abadi hingga akhir zaman
Istikharah cinta memanggilku
Memohon petunjukmu
satu nama teman setia
Naluriku berkata
Di penantian luahan rasa
Teguh satu pilihan
Pemenuh separuh nafasku
Dalam mahabbah rindu
di istikharah cinta..
~Istikharah Cinta_Sigma~
Renungan Senja Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.
“Katanya bentar lagi nikah ya? Barakallah ya…”
Sebuah SMS masuk ke ponselku siang ini. Dari seorang sahabat. Hmm,
semoga menjadi SMS terakhir yang menanyakan hal yang sama. Subhanallah,
benar-benar pekan ini menjadi pekan penuh teror pertanyaan serupa. Apa
di luar sana sedang beredar kabar di atas sih? Entahlah, husnudzon saya
semoga menjadi doa dan segera terijabah. Aamiin…
Apa karena pekan ini saya sempat off dari FB dan dikaitkan dengan hal
itu ya? Wallahu ‘alam. Jujur saya katakan, saya off dari FB kemarin
karena saya sedang fokus mempersiapkan biodata dan proposal. Eits, bukan
biodata dan proposal untuk ‘mega proyek kehidupan’ itu lho, tapi
biodata dan proposal untuk pengajuan keikutsertaan seleksi beasiswa S2.
Daripada ditanya, “Kapan nikah?”, saya lebih suka ditanya “Sudah menulis
berapa halaman hari ini?”, “Sudah hapal berapa ayat hari ini?”, “Kapan
rencana naik haji?”. Bukan apa-apa, hanya merasa tidak enak saja kala
ditanya perkara sensitif seperti itu. Bisa bikin hati bergolak. Padahal
menjaga hati itu bukan perkara yang mudah. Makanya, jika ditanya masalah
itu pasti saya jawab dengan senyum atau kata-kata yang selalu menjadi
afirmasi dan motivasi saya. Rangkaian kata ini saya susun saat
berkontemplasi di suatu pagi. Berikut rangkaian kata itu.
Tak perlu lagi bertanya “SIAPA?” karena Allah SWT telah memahatkan nama terbaik untuk ditulis di pusara hati ini.
Tak perlu lagi bertanya “KAPAN?” karena Allah SWT sudah menetapkan bahwa semua akan indah pada waktunya.
Tak perlu lagi bertanya “MENGAPA?” karena Allah SWT ingin menjaga diri ini dan Rasulullah inginkan sunnahnya diteladani.
Tak perlu lagi bertanya “APA?” karena Allah SWT sudah menerangkan bahwa
hidup akan tenang dan agama akan lebih sempurna karenanya.
Tak perlu lagi bertanya “DI MANA?” karena Allah SWT sudah memilihkan tempat terindah untuk sebuah pertemuan yang diridhoi-Nya.
Tak perlu lagi bertanya “BAGAIMANA?” karena Allah SWT sudah
memberitahukan jalan yang seharusnya dilalui untuk mengikrarkan janji
suci.
***
“Mbak Thicko nikah dulu saja, baru S2!” kata seorang adik tingkat saya
beberapa hari yang lalu. Hmm, menjadi bahan renungan bagi saya. Mencari
ilmu dan menikah tak harus dipilih salah satu dan mengabaikan yang lain.
Karena keduanya sama-sama mulia. Tak mungkin Allah memerintahkan hal
yang mulia namun saling berbenturan antara satu dengan yang lain. Insya
Allah mencari ilmu dan melaksanakan pernikahan bisa saling beriringan,
bahkan bisa saling melancarkan satu sama lain. Menuntut ilmu bisa
menjadi lebih bersemangat dengan adanya kekasih halal yang mendampingi.
Menikah pun terasa nikmat terasa dengan aktivitas intens dalam menuntut
ilmu. Begitu pikir saya. Jadi, mau nikah dulu baru S2 atau S2 dulu baru
nikah, itu sama-sama pilihan yang baik. Tinggal bagaimana memilih,
memutuskan, kemudian menjalaninya.
Saya mencoba senantiasa bertekad untuk istiqomah dalam menempatkan cinta
pada Allah SWT sebagai cinta tertinggi yang tak terbandingi. Hati
memang mudah terbolak-balik. Sangat rentan dan rawan. Masalah pendamping
hidup, saya serahkan sepenuhnya pada-Nya. Karena Dia Maha Mengetahui
yang tepat dan terbaik untuk saya. Bukan berarti selama ini saya tidak
mengusahakan untuk mencapai impian saya itu, tapi memang sengaja tidak
saya publish. Biarlah hanya saya dan Allah saja yang tahu sudah sejauh
mana saya memperjuangkan impian ini. Biarlah hanya Allah saja yang
menilai, karena hanya Dialah yang sangat tahu akan kesiapan saya.
Menikah? Ini adalah sunnah Rosul, sebuah kebaikan dan ibadah yang layak
untuk diperjuangkan. Jalan menuju kebaikan memang tidak sepenuhnya
mudah, akan selalu ada ujian berbentuk hambatan atau rintangan.
Tapi,justru di sinilah jalan yang sedang ditempuh jadi begitu terasa.
Berkesan untuk dikenang di masa akan datang. Soal jodoh memang itu
rahasia Allah. Skenario-Nya selalu nomor satu, TEPAT dan TERBAIK!
Penantian adalah suatu ujian
Tetapkanlah ku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan….
Sabarkanlahku menanti pasangan hati
Tulus kan kusambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkah-Mu
Tibalah izin-Mu atas harapan ini….
Rabbi teguhkanlah ku di penantian ini
Berikanlah cahaya terang-Mu selalu
Rabbi doa dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata kepada-Mu
(Dans-Penantian)
Kalau ingin membangun rumah yang kokoh, kuatkanlah pondasinya agar rumah
itu tak mudah roboh! Mungkin saat ini adalah saat untuk menanti dan
mengisi penantian ini dengan terus memperbaiki diri dan lebih bisa
menjaga hati, sebelum sang belahan jiwa datang menghampiri dan
mengikrarkan janji suci.
***
Ya Allah...sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu seluruh kebaikan yang
ada untuk bisa melakukan segala kebaikan itu dan meninggalkan segala
kemunkaran…
Ya Allah... terimalah taubat hamba, ampunilah hamba dan kasihanilah hamba…
Ya Allah... hamba memohon kepada-Mu untuk mampu mencintai-Mu, mencintai
orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang mengantarkan
hamba untuk bisa mencintai-Mu...
Aamiin Yaa Rabb…
Sebuah kontemplasi, 010411_14:38
Aisya Avicenna
NB : “Catatan Aisya” insya Allah akan hadir setiap hari (semoga tidak
ada halangan terutama untuk online, kalau tidak diposting hari itu juga
mungkin akan dirapel esok harinyam yang penting nulis tiap hari minimal 1
halaman). Menjadi komitmen saya di bulan ini untuk WAJIB menulis setiap
hari dengan tema bebas atau bercerita tentang sesuatu yang saya alami.
Semoga bisa menjadi semangat saya untuk terus produktif menulis!
Tulisan ini
diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.
Kebetulan di kantor lagi dengerin "Permata Yang Dicari"-nya DeHearty
Hadirnya tanpa kusedari
Menggamit kasih cinta bersemi
Hadir cinta insan padaku ini
Anugerah kurniaan Ilahi
Lembut tutur bicaranya
Menarik hatiku untuk mendekatinya
Kesopanannya memikat di hati
Mendamaikan jiwaku yang resah ini
Ya Allah
Jika dia benar untukku
Dekatkanlah hatinya dengan hatiku
Jika dia bukan milikku
Damaikanlah hatiku
Dengan ketentuan-Mu
Dialah permata yang dicari
Selama ini baru kutemui
Tapi ku pasti rencana Ilahi
Apakah dia kan kumiliki
Tidak sekali dinodai nafsu
Akan kubatasi dengan syari’at-Mu
Jika dirinya bukan untukku
Redha hatiku dengan ketentuan-Mu
Ya Allah
Engkaulah tempat kubergantung harapanku
Kuharap diriku senantiasa di bawah rahmad-Mu.
Mencintai dan dicintai adalah fitroh manusia, hal itu ada sejak sebelum
kita dilahirkan di dunia. Insya Allah, para ukhtifillah, moga kita
termasuk hamba-hamba Allah SWT yang nantinya kalo sudah tiba masanya
kita dipertemukan dengan hamba Allah SWT yang terbaik untuk menjadi
pendamping hidup, bersama-sama membangun keluarga sakinah mawadah dan
warohmah. Senantiasa diberikan kemudahan dalam mendapat keturunan
keturunan yang sholeh-sholehah yang dapat menyejukkan hati kedua orang
tua. Allahumma amin.
Ukhtifillah semoga kita juga tetap diberikan keistiqomahan untuk menjaga
diri dari perbuatan yang mendatangkan murka-Nya. Insya Allah dengan
kesabaran menjaga iffah kita dan dengan kegigihan kita untuk
mempetahankan izzah kita Insya Allah akan diberi balasan yang setimpal
dari Nya, yaitu pendamping yang bisa membawa kebahagiaan di dunia maupun
di akhirat, Allahumma amin.
Karena semua itu sudah ada waktunya sendiri-sendiri, so sambil menunggu
waktu yang sudah ditentukan kapan datangnya, marilah kita semua
mempersiapkan diri untuk mencari bekal, mencari ilmu untuk persediaan
perjuangan kita, agar nantinya kita tidak kehabisan bekal.
Pernikahan itu bagaikan kapal, kapal yang akan berlayar di samudera yang
sangat luas. Ketika kapal akan diterjang gelombang, angin yang besar
dan bencana, kita sudah mempersiapkan bekal dan tehnik, bagaimana kita
menghadapinya agar tetap berlayar dengan baik, selamat sampai ditujuan.
Pernikahan juga seperti itu, jangan sam
pai kita tidak mempersiapkan dengan baik. Menikah mudah dan sulit, mudah
jika kita mempersiapkan sedari dulu, sulit jika kita tidak tahu ilmu di
dalam pernikahan tersebut, alias tidak punya bekal sama sekali. Dan
semoga kita termasuk orang yang dimudahkan oleh Allah Swt, Allahumma
amin……
[Serakan Inspirasi]
by : Keisya Avicenna (my supertwin)
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
Waiting is an exam..
Please always keep me in my hope..
Because beleive not only said
It's determination to face ordeal
Please make me more patient waiting for my soulmate
I will receive with sincerely and all my soul
In my hope to pick up Your blessing
When Your permission come to answer my hope
God, please make me strong in my waiting
Please give me Your bright light
God, my pray and my effort
Only dependent on You
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
|
ALLAHU AKBAR!!! |
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat pagi Ananda tersayang.
Selamat berjumpa lagi dengan hari yang baru.
Selamat merangkai karya dengan senantiasa meluruskan niat untuk Allah semata.
Semoga Ananda senantiasa menjadi pribadi yang pandai bersyukur agar
kenikmatan dan karunia-Nya senantiasa berlimpah. Semoga Ananda menjadi
umat tersayang dari Baginda Rasulullah Saw yang syafa'atnya turut pula
dihadiahkan kepada kita sebagai umatnya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Ananda tersayang, ini surat Bunda yang pertama untuk Ananda. Maafkan
Bunda ya, bukan berarti Bunda tak mau menyempatkan waktu barang sejenak
untuk menuliskannya, tapi memang terasa sulit untuk mengungkapkan isi
hati Bunda lewat kata-kata. Rangkaian kata ini belum cukup mewakili
cinta Bunda pada Ananda. Rangkaian kata ini belum mampu menggambarkan
apa yang membuncah di hati Bunda.
Ananda tercinta, kehadiran Ananda menjadikan hidup Bunda semakin
diliputi perasaan bahagia. Menjadi ibu adalah karunia dari-Nya yang
begitu luar biasa. Membuat hidup Bunda terasa lengkap karena kehadiran
Ananda di tengah keluarga kita. Ya, keluarga kita yang insya Allah penuh
dengan kebahagiaan. Sakinah, mawadah, warahmah. Bunda bangga karena
mempunyai gelar baru sebagai seorang ibu. Alhamdulillah, senangnya hati
Bunda. Panggil ibumu ini dengan sebutan “Bunda” ya.
Ananda belum mengenal Bunda ya? Izinkan Bunda memperkenalkan diri dulu
ya. Biar Ananda makin sayang dengan Bunda. Etika Suryandari, itulah nama
Bunda yang diberikan oleh ayah Bunda, kakek Ananda tercinta. Bunda
diberi nama "Etika" karena Bunda diharapkan dapat menjadi orang yang
berakhlak baik (beretika), "Surya" berarti matahari. Bunda diharapkan
menjadi pribadi yang bermanfaat untuk banyak orang layaknya matahari
yang banyak menebarkan manfaat pada semua makhluk. Dan "ndari" berasal
dari bahasa Jawa "ndadari" yang berarti bersinar terang. Bunda
diharapkan menjadi cahaya bagi sekitar, mampu memberi inspirasi pada
orang lain. Nama ini adalah tanggung jawab, Anandaku sayang. Semoga
Bunda dapat menjadi seperti apa yang diharapkan ibu dan ayah Bunda.
Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
Oh ya, Bunda sekarang beraktivitas sebagai calon Statistisi di
Kementerian Perdagangan Jakarta. Statistisi? Pasti Ananda belum tahu ya
maksudnya. Statistisi adalah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan
data. Banyak berhubungan dengan Matematika juga. Ya, karena Bunda
sarjana Matematika, Sayang. Bunda berharap kelak Ananda juga menyukai
pelajaran Matematika karena kebanyakan anak-anak tidak menyukai
pelajaran ini. Bunda akan membimbing dan mengajari Ananda dengan sepenuh
hati! Kita akan belajar bersama ya Sayang. Meski Bunda bekerja di
kantor, Bunda berjanji tetap akan memprioritaskan urusan keluarga karena
Bunda ingin selalu memberikan yang terbaik pada keluarga.
Selain beraktivitas di kantor, kini Bunda juga aktif di Forum Lingkar
Pena (FLP) Jakarta. Di komunitas inilah Bunda belajar banyak untuk
menjadi seorang penulis. Hmm, Bunda memang memiliki impian untuk menjadi
penulis, Ananda sayang. Bahkan Bunda memiliki impian untuk menjadikan
keluarga kita adalah keluarga penulis. Suatu saat nanti, Bunda ingin
bisa melahirkan karya kita bersama. Sebuah buku karya Bunda, Ayah, dan
juga Ananda. Subhanallah, alangkah bahagianya jika mimpi itu benar-benar
terealisasi. Semoga saja Allah memberi kemudahan ya Sayang... aamiin..
Saat Bunda menulis surat ini, Ananda memang belum lahir. Bunda bahkan
belum bertemu Ayah. Bunda akan terus berusaha melakukan yang terbaik
untuk Ananda dengan memilih Ayah yang sholeh, yang bisa menjadi imam
kita kelak. Sudah tertanam dalam diri Bunda bahwa pernikahan Bunda
dengan Ayah nanti bervisi untuk mewujudkan pernikahan sebagai
penyempurna agama yang bukan sekedar untuk mencari bahagia, tapi menuai
keberkahan di dunia dan akhirat, bersama menuju surga-Nya. Ya, kita akan
berjuang bersama menuju surga-Nya. Al-Firdaus, surga tertinggi dambaan
setiap muslim sejati. Ananda adalah kunci surga bagi Bunda. Maka, Bunda
akan terus menjaga kunci itu sebaik-baiknya.
Sebuah konsep keluarga SMART akan Bunda bangun bersama Ayah Ananda
kelak. Semoga kami bisa membimbing Ananda menjadi mujahid-mujahidah
tangguh kebanggaan dien ini, Islam yang mulia. Ananda ingin tau apa itu
keluarga SMART? Inilah keluarga impian Bunda yang kelak akan Bunda
wujudkan bersama Ananda dan bersama Ayah tentunya. (* SMART-nya sengaja
disensor! ^^v *)
Ananda tersayang, mari kita wujudkan bersama impian besar ini ya...
Menjadi seorang ibu memang tak mudah. Tapi Bunda akan terus melakukan
yang terbaik untuk Ananda. Karena Ananda adalah amanah dari-Nya. Amanah
yang luar biasa. Bunda akan membimbing Ananda menjadi generasi Qur’ani,
generasi yang cinta Al-Qur’an. Mari membaca Al Qur'an dengan tartil,
memahami artinya, menghafalnya, dan saling mengingatkan dengan
mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga di suatu masa
nanti saat Bunda menghadap-Nya, Bunda akan memakai mahkota berkilauan.
Ya, itu hadiah dari Ananda pada Bunda sebagai seorang anak yang cinta
Al-Qur’an.
Ananda tercinta, jadilah cahaya bagi Bunda. Pilihlah kata terbaik,
pilihlah sikap terpuji saat berinteraksi dengan Bunda dan yang lainnya.
Karena dengan begitu, Bunda akan semakin bahagia dan bangga pada
Ananda. Karena Bunda inginkan anak-anak Bunda adalah anak-anak yang
sholeh dan sholehah. Surga berada di telapak kaki Ibu. Semoga Allah Swt
juga berkenan meletakkan surga-Nya pada diri Bunda. Bunda ingin menjadi
ibu terbaik untuk Ananda kelak.
Ananda terkasih, Bunda menyadari bahwa Ananda hanyalah titipan. Ananda
bukan milik Bunda. Ananda juga bukan milik Ayah. Tapi, Ananda milik
Allah Swt. Bunda tidak akan menuntut balas budi Ananda atas pengorbanan
Bunda yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat Ananda.
Bunda hanya ingin Ananda berbakti sepenuhnya pada Allah Swt. Menjadi
hamba-Nya yang beriman dan beramal sholeh.
Tak terasa, bagaskara kian meninggi. Sudah saatnya Bunda mempersiapkan
diri untuk merangkai karya. Bunda akan mengumpulkan rupiah demi rupiah
untuk mencukupi kebutuhan Ananda kelak. Doakan Bunda ya, semoga setiap
rezeki yang Bunda terima adalah rezeki yang halal dan penuh kebarokahan
dari Allah Swt karena Bunda selalu inginkan yang terbaik untuk Ananda..
Sudah dulu ya, sekian surat dari Bunda.
Ananda, cinta Bunda tak bertepi.
Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 30 September 2010_06:13
Bunda yang sangat mencintaimu,
Aisya Avicenna
*Surat ini pernah diikutkan dalam lomba menulis surat dari calon Bunda pada Ananda, tp gak tau kabarnya... ^^v
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
Selama Proses itu Berlangsung....
Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada pula yang membutuhkan
waktu lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat
kepada doa keluar rumah yang artinya,
"Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan agamaku. Ya Allah,
jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan jadikanlah
barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku
untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau
segerakan."
Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang
dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi,
mempercepatnya adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk
salah satu kebaikan dan lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan
ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan Allah sangat dekat. Apa-apa yang
menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan dimudahkan dan dilapangkan.
Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa yang diserukan-Nya.
Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah Mutlak
Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.
Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana
zhalamna anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.
Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.
Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak
terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita
membutuhkan informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana
pernikahan. Adakalanya, kita mendapatkan informasi mengenai beberapa hal
dari keluarga calon, perantara, atau orang lain. Adakalanya, kita
mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon pendamping secara
langsung.
Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitive. Apa yang berlangsung
selama masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua
manusia itu kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan
dengan pelaksanaan akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan
niat-niat yang masih keruh sehingga pada saat keduanya melakukan shalat
berjama'ah segera setelah akad, mereka banyak beristighfar, memohon
pertolongan Allah untuk melimpahkan kebarakahan dan menjauhkan dari
keburukan, serta merasakan syukur yang dalam karena telah terhindar dari
ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa juga mengeruhkan
niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama. Padahal
manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang
diniatkan. Rasulullah menasehatkan:
"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram
jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa
yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang
memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya."
Tanda-tanda Perumpamaan
“Menyegerakan atau tergesa-gesa?”
Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang
Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan kemudi tanpa
mengurangi kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda mengurangi
kecepatan sedikit, menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru
menambah kecepatan sedikit demi sedikit?
Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin Anda terpental sendiri.
Anda terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau agak lama. Baru
kemudian dapat meneruskan perjalanan. Keinginan Anda untuk cepat sampai
di tempat tujuan dengan tidak mengurangi kecepatan, apalagi justru
dengan menambah kecepatan, tidak membuat Anda lebih cepat sampai dengan
tenang, tenteram, dan aman. Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda tetap antara
sebelum berbelok dengan saat-saat berbelok, Anda justru terpental.
Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.
Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda akan dapat sampai lebih
cepat. Awalnya memang mengurangi kecepatan, tapi sesudah betul-betul
memasuki tikungan dengan baik, Anda bisa menambah kecepatan. Jika Anda
mengurangi kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat membelok tanpa
harus memiringkan badan banyak-banyak.
Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih
sendiri. Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan
berumah tangga. Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok,
adalah kehidupan keluarga setelah menikah. Pilihan pertama adalah sikap
tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan yang kedua adalah
menyegerakan.
Dari Anas r.a., Rasulullah Saw. bersabda,
"Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah hanya
akan menambah kehinaan kepadanya; siapa yang menikahinya karena
kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan; siapa yang menikahi
wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambah kerendahan padanya.
Namun, siapa yang menikah karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya
atau karena ingin mempererat kasih-sayang, Allah akan senantiasa
membarakahi dan menambah kebarakahan itu kepadanya."
(HR Ath-Thabrani)
Artikel hasil copas dari:
e- book KADO PERNIKAHAN
[Mohammad Fauzil Adhim]
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
MODEL RUMAH TANGGA APA YANG KAU INGINKAN?
Sebuah tulisan yang diambil dari buku "Life Excellence" Reza M Syarief...
Para insan sejati, ketika anda masih single, anda belum berkeinginan
untuk menjadi suami atau istri, maka hal terpenting yang pertama kali
harus Anda pikirkan dan lakukan, bukanlah mempertanyakan siapakah orang
yang pantas menjadi calon pendamping hidup saya? atau mempertanyakan
siapa yang paling cocok menjadi calon suami/istri saya? TETAPI, yang
paling utama yang harus anda pikirkan pertama kali adalah MODEL dan GAYA
Rumah Tangga macam apa yang akan anda bentuk di dalam kehidupan anda?
Sedikit berbagi mengenai apa yang telah saya baca.
Dalam Kehidupan di masyarakat setidaknya ada 6 Model Rumah Tangga :
PERTAMA, Model RT gaya HOTEL... mengapa disebut Hotel? karena dalam
model ini, rumah hanya sebagai tempat transit, bukan tempat tinggal
tetap. Kalau anda melihat ada sebuah rumah tangga dimana sang suami
pulang hanya untuk menumpang tidur, makan, (maaf) buang air, maka
sebenarnya model rumah tangga itu sudah bisa disebut sebagai model rumah
tangga gaya hotel. yang sering disebut 3 UR : dapur, kasur, sumur.
KEDUA, Model RT gaya HOSPITAL... dalam model ini, rumah tangga
didasarkan pada politik balas jasa. Dokter merasa menolong pasien,
sehingga pasien berhutang jasa padanya, begitu pula sebaliknya, pasien
merasa jika dia tidak periksa di dokter tersebut, maka si dokter tidak
dapat duit. Suami istri masing-masing merasa lebih, sehingga tidak akan
bertemu dan tidak akan sinergi. suami merasa berjasa pada istrinya,
begitu pula sang suami.
KETIGA, model RT gaya PASAR... seperti di pasar pada umumnya, ada
penjual dan ada pembeli. Sang penjual menggunakan prinsip "menjual
dengan harga setinggi-tingginya", sedangkan pembeli menggunakan prinsip
"membeli dengan harga serendah-rendahnya". Jika sang penjual dan pembeli
saling mengatakan "Pokoknya", dan dua-duanya memakai "Titik", maka
tidak akan terjadi penawaran. Rumah tangga seperti ini tdk ada kompromi.
KEEMPAT, model RT gaya KUBURAN... anda mungkin sudah tahu bagaimana
suasana kuburan. Sunyi, senyap, tenang dan tidak ada suara. Nah, yang
dimaksud dengan model rumah tangga ini adalah rumah tangga yang tidak
ada komunikasi, suami istri, anak2, semuanya pendiam, oleh karena itu,
wajar ketika anak2nya juga tidak bisa bicara, ketika bapak dan ibunya
tidak mengajarkan kosa kata.
Nah, sampai disini, termasuk model rumah tangga apakah yang anda bina?
atau jika anda sebagai anak, termasuk manakah rumah tangga bapak/ibu
anda?
sekarang, kita sampai ke model yang KELIMA dan KEENAM, model rumah tangga yang kita harapkan..
KELIMA, model RT gaya SEKOLAH... ditandai dengan 3 A, Asah, Asih dan
Asuh... disini dibutuhkan komitmen untuk saling berkomitmen mengasah,
mengasihi, dan mengasuh semua anggota keluarga. pernikahan anda ibarat
sekolah yang akan meningkatkan kemampuan anda.
KEENAM, model RT gaya MASJID...
cirri-cirinya ada 4 :
1. Ketulusan, Sincerity, dibangun dalam ketulusan. bagaikan kita
berwudhu dalam sholat, tanpa wudhu, sholat tidak sah, oleh karena itu
kita berwudhu untuk membersihkan hati dan menuluskan jiwa.
2. Ada imam dan ada makmum. Ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Imam bergerak, makmumpun mengikuti imam, ada kebersamaan.
3. Loyalitas. Istri dan anak-anak taat pada suami selama dalam kebaikan.
4. Kedamaian. Sholat diakhiri dengan salam. Keselamatan, ketenangan dan
kedamaian senantiasa mewarnai suasana rumah tangga gaya masjid.
Itulah sedikit yang bisa saya paparkan ulang, Semoga keluarga kita
termasuk keluarga dengan model campuran kelima dan keenam...
Wallahua'lam bish showab...
Mimpi besarku : membangun keluarga SMART! Mudahkanlah ya Rabb..
Repost by : Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
Tertuliskan puisi di bawah ini untuk para aktivis Islam di manapun
berada. Jangan pernah meninggalkan perjuangan di jalan Allah. Betapa
seluruh hajat hidup seharusnya bertumpu pada kepentingan perjuangan di
jalan Allah termasuk menikah, berkeluarga, bersuami isteri. Inilah tren
pernikahan yang seharusnya kita pertahankan. Wallahu a’lam
Buat manusia istimewa dalam hidup ini… dan juga isteri-isteri pejuang… serta bakal isteri seorang pejuang
Isteriku….
Apabila kusentuh telapak tanganmu…
Saat kuusap dan kurasakan guratannya,
Kudapatkan parutan kasar dan semakin kasar….
Dan ketika kupandangi wajahmu….
Terpancar sinar bahagia dan ketenangan walaupun kutahu…
Redup matamu menyimpan satu rintihan yang memberat….
Ketika kutersentak dari pembaringan di kala fajar kadzib menyingsing…
Aku terpana dengan munajatmu yang syahdu.
Isteriku…
Tatkala teman-temanmu tengah bersantai, happy fun….
Di keramaian dunia ciptaan mereka…
Engkau bahagia mengorbankan seluruh detik-detikmu….
Hanya untuk Islam dan keagungan muslimin…
Tatkala lengan-lengan mereka dibaluti…
Pelbagai hiasan yang indah…
Leher-leher mereka memberat dilingkari dengan kilauan emas berlian…
Pakaian-pakaian anggun bak puteri kayangan…
Wajah mereka dibaluri pelbagai warna dan jenama…
Kau umpama ladang ummah…
Kau menginfaqkan seluruh jiwa dan raga demi kebangkitan Islam…
Kau tak pernah bersungut-sungut, mengeluh, meminta-minta maupun
mengadu domba…
Tatkala mereka berlomba-lomba mengejar pangkat dan nama…
Kau sibuk menjulang nama dengan pengaduanmu di sisi yang Esa…
Isteriku….
Bukan aku tidak mampu membelikan benda dan hiasan-hiasan tersebut… Tetapi isteriku…
Aku masih ingat tatkala aku menyuntingmu untuk kujadikan isteri dan penghuni kamar hatiku….
Kau melafazkan satu tuntutan, “Saya siap mendampingi perjuangan ini
bersama akhi tetapi dengan syarat…” Sambil tersenyum kau menghela nafas
dalam-dalam….Aku termangu sendirian… Syarat apakah itu? Bungalow kah?
Hamparan tanah berhektar-hektar kah? Mobil mewahkah? Intan berliankah?
Pakaian sutera yang high class? Perabot mahal dari Itali kah?… Atau
honeymoon di Paris ?..
Lama kau mengumpulkan kekuatan untuk sekedar berkata…
Akhirnya…
Arghhh… Permintaanmu itu…
Pasti ditertawakan oleh kerabat dan teman-teman kita…
Aku tergugu, haru dan bangga…
Dengan penuh keyakinan kau berkata..
“Akhi , Mampukah akhi menjadikan saya sebagai isteri yang
kedua ?….
Mampukah akhi menjadikan Islam sebagai isteri pertama yang lebih memerlukan perhatian?…
Mampukah akhi meletakkan kepentingan Islam melebihi segala-galanya termasuk urusan-urusan dunia?…
Mampukah akhi menjual diri semata-mata karena Islam?..
Mampukah akhi berkorban meninggalkan kelezatan dunia?…
Mampukah akhi menjadikan Islam laksana bara api….
Akhi perlu menggenggamnya agar bara itu terus menyala…
Mampukah akhi menjadi lilin yang rela membakar diri untuk Islam..
Bukannya seperti lampu pijar yang bisa di’on’kan bila perlu dan
di’off’kan bila tidak….
Mampukah akhi mendengar hinaan yang bakal dilontarkan kepada anda karena perjuangan anda….
Dan…mampukah akhi menjadikan saya isteri seorang pejuang yang tidak dimanja dengan fatamorgana dunia?…
Aduh! Banyaknya syarat-syarat itu isteriku…
Namun aku menerima syarat-syarat tersebut karena aku tahu..
Jiwamu kosong dari syurga dunia…
Karena aku tahu kau mampu mengubah dunia ini dengan iman dan akhlakmu..
Bukannya kau yang diubah oleh dunia…
Isteriku..
Akhirnya jadilah engkau penolong setiaku sebagai nakhoda mengemudi bahtera kehidupan kita…
Susah senang kita tempuh bersama…
Aku terharu dengan segala kebaikanmu…
Kau jaga akhlakmu…
Kau pelihara maruahmu selaku muslimah…
Kau tak pernah mengeluh apabila sering ditinggalkan demi tugasku menegakkan Islam ke persada agung….
Kau jua sanggup mengekang mata menungguku sambil memberikan aku suatu
senyuman terindah di ambang pintu tatkala aku pulang lewat malam…. Malah
kau seringkali meniupkan semangat untuk aku terus tsabat di pentas
perjuangan ini….
Kau tabur bunga-bunga jihad walaupun kita masih jauh dengan keharuman kemenangan…
Isteriku..
Tangkasnya engkau selaku isteri…
Biarpun kau jua sibuk bersama mengorbankan tenaga dalam perjuanganku ini..
Kau jaga relasi kita dengan indahnya…
Kau siraminya dengan wangian cinta dan kasih sayang….
Kau tak pernah menjadikan kesibukanmu itu untuk kau lari dari amanahmu
meskipun jadualmu padat dengan agenda-agenda bersama masyarakat dan kaum
sejenismu….
Cekalnya engkau mendidik anak-anak…
Kau kenalkan mereka dengan Allah, Rasul saw, para sahabat yang mulia serta para
pejuang Islam…
Kau titipkan semangat mereka sebagai generasi pelapis jundullah…
Kau asuh mereka hidup dengan Al Quran…
Malah kau temani mereka mengulangkaji pelajaran dikala menjelang imtihan…
Isteriku…
Barangkali inilah pelajaran dari ustadzah Zainab Al Ghazali…
Tangan yang mengayun buaian dapat mengguncang dunia…
Kau beri didikan dua generasi sekaligus, generasi kini dan generasi kan datang
Suamimu dan anak-anakmu dengan MAHABBAH
Andai ibunda Khadijah Al Kubra masih ada..
Pasti beliau tersenyum bangga karena masih ada srikandi Islam…
SEPERTIMU…WAHAI ISTERIKU…
sumber : anonim
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
Sayapku masih sebelah..
sering oleng saatku menempuh perjalanan..
masih kerap kelelahan padahal belum sampai tujuan..
maka dari itu, bersamamu kutemukan kekuatan &
semangat untuk merangkai kata hingga titik terakhir..
Tulisan ini
diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.
|
Babe dan Ibuk tercinta |
Sedamai alam raya menghijau luas membentang
Seindah lukisan Tuhan yang tak pernah lelah memuji keagunganNya
Itulah kerinduan... dambaan setiap insan...
Peduli dan hidup damai, tentram dan harmoni
Ayah ibu kami anakmu...
Belahan jiwamu...
Kamii permata hidupmu sebagai cahaya mata
Mahligai rumah tangga bahagia
Lahir dari jiwa
Tak lepas ujian dan cobaan Tuhan
Ia akan terpancar karena taat dan sifat taqwa
Rasa kasih dan sayang, juga tanggung jawab
Itulah rumah tangga yang mendapat rahmat dan berkah Allah
Rumahku surgaku
***
Tak kuasa butiran bening air mata ini menetes tatkala mendengar nasyid
di atas dan menuliskan rangkaian kata di pagi yang sunyi ini. Teringat
kisah 30 tahun yang lalu, bahkan sebelumnya, yang tertutur dari dua
orang yang sangat saya cintai sepenuh hati. Babe dan Ibuk. Babe adalah
panggilan sayang kami pada Bapak. Ya, 27 Februari 1981. Tepat 30 tahun
yang lalu, terikrarlah janji suci dari Babe yang sepenuh hati ingin
menjadikan Ibuk sebagai pendamping hidupnya.
Ada kisah menarik sebelum akad nikah terikrarkan. Babe, waktu itu
berusia 27 tahun sedang Ibuk 21 tahun. Suatu hari (November 1981) Ibuk
yang memang hobi menjahit, meminjam buku kepada Bu Wiwik (rekan kerja
Babe di Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri). Waktu itu Babe juga sedang
silaturahim ke rumah Bu Wiwik karena rumah tinggal Babe (Babe tinggal
bersama pamannya –kami sebut Mbah Sul-). Akhirnya Bu Wiwik minta tolong
Babe untuk mengambil bibit MAWAR ke rumah Ibuk. Ibuk mengira Babe sudah
punya anak karena waktu itu Babe membawa 3 orang anak kecil (padahal
anaknya Mbak Sul).
Bu Wiwik dan Mbah Sul sepakat menjadi ‘comblang’ untuk Babe dan Ibuk. Bu
Wiwik menceritakan pada ibuk kalau Babe masih bujang, Ibuk mau nggak?
Ibuk belum langsung menjawab iya karena waktu itu banyak pemuda yang
juga tertarik dan ingin melamar Ibuk. Ibuk hanya bertekad, siapa yang
melamar duluan dan ibuk merasa cocok, pemuda itu yang akan Ibuk terima.
Ibuk banyak mendengar kisah hidup Babe dari Bu Wiwik.
Mbah Sul juga melancarkan aksinya. Babe ditanya, sudah punya pacar
belum? Babe jawab belum. Mbah Sul pun menceritakan tentang Ibuk. Dari
Mbah Sul, Babe tahu kalau Ibuk suka ayam panggang yang dijual di dekat
toko Sanur (toko kue di Wonogiri). Dengan berbekal uang saku Rp 2000,-
dari Mbah Sul, Babe membeli ayam panggang seharga Rp 1750,- sisa Rp
250,- buat beli tahu kupat. Hujan gerimis mengguyur kota Wonogiri kala
itu. Suasana di sekitar rumah masih buruk, jembatan belum ada, juga
belum ada listrik. Tapi hari itu, 13 Desember sore, Babe datang ke rumah
Ibuk dan langsung nembak, “Kamu saya jadikan istri mau nggak?” Ibuk
kaget. Akhirnya menjawab bersedia.
Babe pulang ke rumah Mbah Sul. Babe ditanya Mbah Sul, “Berhasil, nggak?”
Babe menjawab berhasil, tinggal urusan orang tua. Mbah Sul
menepuk-nepuk pundak Babe, “SATRIYO TENAN KOWE LE” (Kamu benar-benar
kesatria). Selang satu minggu, proses lamaran pun berlangsung dan
akhirnya tanggal 27 Februari 1981, resmilah Babe dan Ibuk menjadi suami
istri. So sweet banget ya kisahnya! TANPA PACARAN dan hal-hal aneh
lainnya. Mungkin kisah beliau inilah yang membuat saya juga tidak mau
pacaran dengan alasan apapun. Toh, ada ikatan yang lebih mulia dan cara
yang lebih afdhol dibanding pacaran. So, kalau mau tanya pengalaman
pacaran kepada saya, Anda salah orang! Hehe...
Keluarga sakinah, mawaddah, warahmah... Itulah dambaan setiap orang yang
berumah tangga. Saya yakini, dalam keluarga kecil saya ini, ketiga
impian itu insya Allah sudah tercapai. KYDEN = Kadri Yati Dhody Etika
Norma. Ada ketenangan dan kenyamanan saat berada di tengah-tengah
keluarga ini. Setiap hal dibicarakan dengan sangat demokratis, tidak ada
arogansi dan berlebihan dari orang tua pada anak. Ada cinta yang
tercurah berlimpah-limpah. Babe yang sangat humoris dan bijak dipadukan
dengan sifat sabar dan lembut dari Ibuk membuat kami, ketiga anak
beliau, merasakan banyak hal yang luar biasa. Malahan, sikap supel
keduanya membuat para tetangga (dari balita sampai lansia), betah
berlama-lama di rumah kami untuk sekedar berbagi cerita.
Tiga puluh tahun biduk rumah tangga ini sudah dikayuh. Amukan badai
pernah kami rasai bersama. Hembusan angin sepoi sering kami nikmati
bersama. Sebuah anugerah terindah memiliki orang tua seperti mereka dan
bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga ini. Alhamdulillah,
terima kasih ya Allah... Semoga Engkau berkenan mengumpulkan kami di
surga-Mu... Aamiin Yaa Rabb...
***
Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka
Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.......
Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya,
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang
besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku,
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.
Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua penyebab susutnya
dosa-dosa mereka dan bertambahnya pahala
kebaikan mereka dengan perkenan-Mu ya Allah,
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.
Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul
bersama dengan santunan-Mu di tempat
kediaman yang dinaungi kemuliaan-Mu,
ampunan-Mu serta rahmat-Mu...
Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah
yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.
Amin Ya Rabbal Alamin..
***
Saat rindu bertemu sudah terakumulasi...
Jakarta, 27 Februari 2011
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
Sabtu, 19 Februari 2011 pukul 19.00, Aisya bersama kedua sahabatnya
(Izzah dan Wulan) berjalan menuju Indomaret di Jalan Otista 3 untuk
membeli bekal dan bertemu Dek Nihlah. Mereka berempat hendak ke Magelang
untuk menghadiri walimatul ‘ursy Ukhti Umi Azizah. Setelah membeli
snack, mereka naik kopamilet biru bernomor 18. Turun di fly over, dan
berganti naik kopamilet biru bernomer 06 A kemudian turun di stasiun
Jatinegara.
Dek Nihlah beli tiket, alhamdulillah.. masih ada tiket yang belum
terjual. Akhirnya mereka bisa satu gerbong meskipun tempat duduknya
terpisah. Sekitar pukul 19.30, kereta “Sawunggalih” pun datang. Tepat
saat mereka masuk ke stasiun. Benar-benar serba cepat dan tepat! Wulan
duduk dengan Dek Nihlah di kursi 5 A dan 5B, Aisya duduk di kursi 5 C
bersebelahan dengan seorang Bapak, sedangkan Izzah di kursi 16.
Aisya mencoba membuka percakapan dengan bapak di sebelahnya, ternyata
beliau juga turun di stasiun Kutoarjo. Setelah itu mereka tenggelam
dalam pikiran masing-masing saat kereta mulai bergerak meninggalkan
stasiun Jatinegara.
Setelah berdoa, Aisya segera mengeluarkan earphone dan mendengarkan
nasyid dan murottal. Pencahayaan cukup terang, Aisya mengeluarkan draft
tulisan yang tadi siang sempat ia print. Draft itu berisi revisi
tulisannya dari seorang editor yang juga penulis. Banyak coretan merah
dalam draft itu. Aisya mulai membaca, terkadang mulutnya membentuk huruf
O dan kepalanya manggut-manggut saat menemukan hal baru sebagai masukan
dari sang editor. Setelah selesai membaca draft itu, Aisya mulai
mengantuk kemudian tidur setelah mematikan HP-nya.
Pukul 01.00 dini hari Aisya terbangun. Masih sampai daerah Kebumen.
Aisya terjaga, tak bisa tidur lagi. Akhirnya ia mendengarkan murottal
dan nasyid. Pukul 03.00, akhirnya ular besi itu sampai jua di
pemberhentian terakhir, Stasiun Kutoarjo. Aisya berjalan di gerbong 1
itu untuk membangunkan Izzah yang ternyata masih tidur. Mereka berempat
turun dari kereta dan memilih duduk di sebuah bangku panjang kosong.
Hawa dingin Kutoarjo menyerang mereka. Aisya dan Izzah membeli Pop Mie
hangat untuk mengusir rasa dingin sekaligus lapar.
Masih harus menunggu satu jam di stasiun, karena menurut informasi yang
didapat dari Umi Azizah, bus yang ke arah Magelang adanya jam 04.00. Ya
sudah, mereka duduk-duduk manis dulu di stasiun. Sambil mendengarkan
lantunan nasyid yang menghentak dari Izzatul Islam, Aisya menghabiskan
Pop Mienya. Setelah habis, Aisya mengeluarkan draft tulisannya lagi dan
mulai memperbaiki tulisannya. Baru menulis beberapa kalimat perbaikan,
Wulan mengajak mereka keluar stasiun karena waktu hampir menunjukkan
pukul 04.00.
Bulan masih purnama sempurna meski terkadang berselimut awan hitam saat
Aisya menengadah memandang langit dini hari itu. Mereka berempat
beranjak menuju jalan raya. Alhamdulillah, sudah ada bus jurusan
Semarang bernama “Sumber Alam” yang terparkir di sana. Kami menaikinya.
Bus mulai berjalan meski penumpang masih sedikit. Saat memasuki waktu
Subuh, bus masih melintasi kota Purworejo. Mereka sholat di dalam bus.
Iseng-iseng Aisya pasang status
Ar Royan : Berbahagialah manusia, yang tlah menemukan fitrahnya untuk membentuk keluarga yang sakinah.
Q (aisya) : Subhanallah walhamdulillah
Ar Royan : Menikahlah engkau semua bila saatnya telah tiba, jangan jadikan alas an untuk menunda.
Q : Insya Allah.
Ar Royan : Jalan hidup tergantung niatmu, jika kau yakin kau akan mampu. Ingatlah Allah selalu menyertaimu.
Q : Allahu akbar!!!
Pukul 06.00, sampai juga mereka di daerah Secang, Magelang. Mereka turun
di pertigaan Polantas Secang. Nah, sebelum turun, Izzah sempat diajak
ngobrol kondekturnya. Kondekturnya berujar bahwa ia sepertinya tidak
asing dengan wajah muslimah berjilbab merah itu (yang tak lain adalah
Aisya). Ah, itu kondektur ada-ada saja. Atau tampang Aisya yang memang
dah familier ya? Hehe... Waduh, setelah turun dari bus, Wulan dan Izzah
langsung meledek Aisya. Walah... Belum cukup sampai di situ. Saat
jemputan dari Umi Azizah sudah datang, kondektur itu berjalan di dekat
Aisya dan bertanya, “Memang mau ke mana?”. Aisya pun menjawab dengan
tegasnya (kata Wulan, “plus dengan cueknya”), “Ke Secang,” jawab Aisya.
Waduuuh, tambah diledekin lagi sama mereka. Gubrakz deh. Izzah ngasih
julukan ke kondektur itu dengan “Kondi” (Kondektur imut). Hehehe..
dasar! Ada-ada saja!!
Selama di mobil, mereka benar-benar menikmati pemandangan kiri kanan
yang menghijau. Hmm.. subhanallah, luar biasa! Beberapa saat kemudian,
sampailah mereka di rumah Umi Azizah yang sudah terpajang dekorasi
pengantin berwarna merah. Hmm... Aisya banget! Masuk ke rumah saudaranya
Umi yang dijadikan tempat rias pengantin. Umi masih dirias. Mereka
diajak ayahnya Umi ke rumah yang terletak di dekat dekorasi. Mereka
disuguhi beragam camilan ringan.
Setelah bersiap-siap, mereka ke tempat rias pengantin lagi. Hmm, Umi
cantik sekali. Mereka berfoto bersama. Umi pun menceritakan ‘proses’nya
dengan Kak Zablin yang sungguh inspiratif. Memang benar, jodoh itu tak
terduga datangnya. Beberapa saat kemudian, rombongan besan datang. Pukul
09.00 akad nikah dimulai. Mereka berempat mendapat kesempatan
menyaksikan secara langsung di dalam rumah.
SAH! Barakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khoiir...
Beberapa saat yang lalu mereka masih sama-sama berstatus lajang, tapi
sekarang status mereka berbeda. Umi sudah menjadi seorang ISTRI. Haru
plus bahagia bercampur menjadi satu. Alhamdulillah... Merekapun berdoa
bersama. Setelah itu seksi foto-foto. Umi masih tampak canggung saat
berhadapan dengan Kak Zablin. Dengan usil, mereka pun menggoda pengantin
baru itu. Lucu deh! Masih pada kaku.
Setelah akad nikah, lanjut walimatul ‘ursy pada jam 11.00. Dengan
menggunakan adat Jawa, alhamdulillah acaranya pun berjalan lancar.
Mereka sempat berfoto bersama kedua mempelai yang mengenakan baju coklat
keemasan. Setalah acara selesai, mereka sholat. Pukul 14.00 Umi menemui
mereka. Ternyata keluarga Umi sudah menyiapkan transport i pulang ke
Jakarta dengan menggunakan travel. Mereka akan dijemput pukul 16.00.
Hujan turun, mereka pulang pukul 16.30. Penumpang travel ada 7 orang
plus 1 orang sopir. Kami melewati kota Temanggung. Nah, inspiratifnya…
waktu melintas di depan alun-alun kota Temanggung, ada warung yang
namanya “Sabar Menanti”. Hmm, jadi merenung dalaaaam. Selama perjalanan,
mereka sempat transit dua kali di tempat istirahat yang mereka
manfaatkan untuk sholat dan makan.
Pukul 08.30 mereka baru sampai kost. Wah, kesiangan nih! Tapi harus
tetap ke kantor. Akhirnya Aisya sampai kantor jam 10.00 pagi. Sampai di
lobi, eh ketemu Mbak Selly yang akan membeli bubur ayam di kantin gedung
utama. Aisya ikut menemaninya sekaligus membeli sarapan juga. Eh,
sehabis dari kantin, ada Pak Direktur yang berjalan di depan mereka.
Malah satu lift. Untungnya tas yang Aisya bawa adalah tas kecil karena
tas kantornya ia lipat dan dimasukkan ke tas itu. Jadinya nggak keliatan
kalau Aisya baru sampai di kantor. Keren deh! Mereka bercakap-cakap di
dalam lift. “Terima kasih buat notulensinya ya,” kata Pak Dir yang
membuat Aisya makin sumringah. Wah, ternyata Pak Dir mengapresiasi
tulisan Aisya saat menjadi notulis waktu rapat bersama pejabat daerah
dan Komisi B anggota DPRD sebuah provinsi di pulau Kalimantan hari Jumat
yang lalu.
Ahad kemarin, Mas Eka (salah satu teman kerja Aisya) menelepon Aisya
kalau Pak Dir meminta notulensi hasil rapat hari Jumat itu.
Alhamdulillah, untungnya setelah rapat dan sebelum pulang dari kantor
hari Jumat malam, Aisya menyempatkan diri untuk menulis notulensi itu
jaga-jaga kalau tiba-tiba Pak Dir minta. Dan ternyata benar. Ahadnya
beberapa rekan kerja Aisya lembur untuk membahas hasil rapat. Aisya kan
pas di Magelang. Jadinya Aisya memberi tahu Mas Eka letak file notulensi
itu di komputer Aisya. Alhamdulillah, leganya.. BERES!
Ekspedisi ini sangat luar biasa. Menyisakan segenap asa yang meskipun
sama, tapi lebih menggelora. Ah, jadi teringat sepucuk surat yang pernah
ditulis Aisya untuk seseorang. Seseorang yang belum ia tahu namanya dan
entah di mana keberadaanya.
Menanti Sang Mujahid
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Mujahidku, selamat pagi! Apa kabarmu di sana?
Semoga jutaan nikmat yang kau terima pagi ini, kau balas dengan syukurmu yang tak terkira. Begitupun aku yang ada di sini.
Semoga Allah senantiasa memberikan barokah-Nya dalam setiap keadaan kita ya!
Mujahidku...
Di tengah pagi yang masih sepi ini,aku hanya ingin berbagi rasa.
Rasa? Ya, rasa rindu. Aku tengah merindukan takdir kita.
Aku tengah merindukan sebuah pertemuan denganmu.
Entah kapan, hanya Dia yang Maha Tahu.
Aku hanya berharap, semoga Allah senantiasa menjagamu, menjaga kita.
Melindungi kita agar tetap berada di jalan-Nya dalam menjemput ridho-Nya
Aku selalu yakin akan skenario-Nya
Bahwa Dia akan memberiku yang terbaik, salah satunya dirimu!
Mujahidku...
Aku berdoa semoga Allah senantiasa meneguhkanmu dalam keistiqomahan
Menyelamatkanmu dari fitnah dunia
Memudahkan setiap aktivitas dakwahmu
Meskipun aku tak tahu engkau sekarang berada di mana
Sungguh, aku hanya meminta Allah meridhoi apa yang kita lakukan..
Mujahidku..
Sungguh aku tak ingin berspekulasi tentangmu!
Aku memang punya kriteria
Sholeh, bertanggung jawab, dan visioner
Satu lagi... penulis!
Hmm, moga tidak terlalu berlebihan
Toh, itu bukan kriteria mutlak!
Aku memang menginginkanmu seperti itu
Tapi, Allah Maha Tahu yang aku butuhkan
Mujahidku...
Tepat sebelum membuat tulisan ini
Aku pernah membuat surat untuk calon anak kita
Mmm, dibaca saja ya!
Surat itu sedikit memberi gambaran tentang impianku kelak
Bersamamu!
Bersama anak-anak kita!
Mujahidku...
Entah kau di mana
Jujur ingin aku katakan
Aku mencintaimu sebelum mata ini memandang
Aku mengagumimu sebelum telinga ini mendengar
Sebelum hal-hal fisik lainnya merusak ketulusanku atas siapapun kau!
Aku ingin menjaga cinta ini dengan begitu sederhana!
Mujahidku...
Dalam sujud-sujud panjangku, aku meminta kepada Pemilik kita
Aku kucurkan doa agar aku layak menjadi pendampingmu
Siapapun kau, dimanapun kau berada...
Mujahidku...
Sungguh aku hanya ingin menjaga diriku
Aku ingin terus memperbaiki diri ini
Membangun komunikasi yang baik dengan orang tuaku
Agar restu mereka juga terlimpah pada kita
Hingga suatu saat nanti...
Jika Allah berkehendak mempertemukan kita
Aku telah siap mendampingimu
Kita akan berjuang bersama menapaki jalan-Nya
Mujahidku..
Engkau adalah pangeran kunci surgaku
Jika Allah berkenan menjadikanku pendampingmu
Bimbinglah aku untuk terus mendekat pada-Nya
Karena kau adalah imamku
Mujahidku...
Biarkan saat ini kesabaran yang menjadi temanku
Mengisi hari-hari ini sebelum akhirnya kita bertemu
Semoga Allah meridhoi penantian kita
Selamat berjuang, mujahidku!
Doaku selalu menyertaimu...
Menantikanmu sampai batas waktu itu tiba
Jakarta, 22 Februari 2011_06.25
Aisya Avicenna
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.
Ya Rabb,jika masih ada sedikit kebaikan dariku dan Kau menganggapku
telah pantas,datangkanlah seseorang yang akan menjadi partnerku
mengarungi hidup ini.Datangkanlah dengan cara yang
bersih,sederhana...Jika ia jauh, maka dekatkanlah.Jika ia telah
dekat,maka sampaikanlah waktunya.
Rabbi…Engkau Mahatahu apa yang tepat dan terbaik untukku,untuk dunia dan akhiratku..
Tulisan ini
diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.