ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.
Tampilkan postingan dengan label Review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Review. Tampilkan semua postingan

Mawar-Mawar Padang Pasir


Judul Asli : Masyahir an-Nisa’ al-Muslimat
Penyusun : Ali bin Nayif Asy-Syuhud
Penerbit naskah berbahasa Arab : www.Saaid.Net disetujui oleh Wizarah al-I’lam (Departemen Penerangan)
Penerjemah : Irwan Raihan
Judul Terjemahan : Kisah Shahabiyah; Mawar-Mawar Padang Pasir
Penerbit : Afra Publishing
Terbit : April 2009
Tebal : 280 halaman
Harga : Rp 55.000,-
***
Buku ini menceritakan kisah muslimah terkemuka sepanjang sejarah Islam. Di dalamnya terkandung kisah menakjubkan dari kehidupan mereka yang patut dijadikan teladan oleh setiap wanita beriman. Buku ini mengurai 62 kisah shahabiyah yang luar biasa, di antaranya:
1.Sang Ibunda (Hawa’)
2.Ibu Ananda yang Hendak Disembelih (Hajar)
3.Wanita yang Berhijrah (Sarah)
4.Perempuan yang Bertawakal (Ibu Musa as.)
5.Istri yang Ahli Firasat dan Pemalu (Istri Musa as.)
6.Permaisuri yang Beriman (Asiyah binti Muzahim)
7.Masyithah
8.Istri yang Memiliki Komitmen (Istri Ayyub as.)
9.Sang Ratu (bilqis)
10.Ibu yang Masih Gadis (Maryam)
11.Penghulu Wanita Qquraisy (Khadijah binti Khuwailid)
12.Wanita yang Behijrah, Janda dari Pria yang Berhijrah (Saudah binti Zam’ah)
13.Ummul Mukminin yang Tercinta (Aisyah binti Abu Bakar)
14.Pemegang Rahasia Rasulullah saw. (Hafshah binti Umar)
15.Ibunda Orang Miskin (Zainab binti Khuzaimah)
16.Teman yang Cerdas dan Konsultan Handal (Ummu Salamah)
17.Wanita Mulia (Zainab binti Jahsy)
18.Sang Pembebas Seratus Budak (Juwairiyah binti Harits)
19.Cucu Para Nabi (Shafiyyah binti Huyayy)
20.Ummul Mukminin yang Bertakwa (Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan)
21.Wanita yang Bercita-Cita (Maimunah binti Harits)
22.Ummu Ibrahim dari Mesir (Mariyah Al-Qibthiyyah)
23.Sang Pemilik Kalung (Zainab binti Rasulullah saw.)
24.Wanita yang Berhijrah Dua Kali (Ruqayyah binti Rasulullah saw.)
25.Yang Kedua dari Dua Cahaya (Ummu Kultsum binti Rasulullah saw.)
26.Bunga yang Harum (Fathimah az-Zahra’ binti Rasulullah saw.)
27.Ibu Susuan (Halimah as-Sa’diyyah)
28.Bibi Rasulullah (Shafiyyah binti Abdul Muththalib)
29.Sang Penolong (Arwa binti Abdul Muththalib)
30.Sang Pelindung (Ummu Hani’)
31.Ibunda Keimanan (Fathimah binti Asad)
32.Ibunda al-Habib saw. (Ummu Aiman)
33.Syahidah Pertama dalam Islam (Sumayyah binti Khayyath)
34.Wanita dari Kalangan Bidadari Bermata Jelita (Ummu Ruman, Istri Abu Bakar)
35.Sang Pemilik Dua Sabuk (Asma’ binti Abu Bakar)
36.Adinda Al-Faruq (Fathimah binti Khathab)
37.Tentara Wanita, Ibunda Seluruh Tentara Islam (Nusaibah binti Ka’ab)
38.Wanita yang Sabar, Maharnya adalah Islam (Ummu Sulaim binti Milhan)
39.Penjelajah Samudera (Ummu Haram binti Milhan)
40.Orator Wanita (Asma’ binti Yazid)
41.Sang Pemilik Kemah (Ummu Ma’bad)
42.Wanita yang Benar dan Dibenarkan (Ummu Dzarr)
43.Gadis yang Berhijrah (Ummu Kultsum binti Uqbah)
44.Pemilik Warisan (Ummu Kujjah)
45.Wanita yang Berkurban (Laila binti Abu Hatsmah)
46.Syahidah yang Masih Hidup (Ummu Waraqah)
47.Sang Pemilik Kebun (Atikah binti Zaid)
48.Wanita Dermawan Putri Sang Dermawan (Safanah binti Hatim Ath-Tha’i)
49.Wanita Penyair Ibunda Syuhada (Al-Khansa’)
50.Perempuan di Bawah Naungan (Hindun binti Utbah)
51.Sang Pembunuh Tujuh Orang (Ummu Hakim)
52.Perempuan Penghuni Surga (Ummu Zufar)
53.Saudara Perempuan Nabi saw. (Syaima’)
54.Wanita yang Menjaga Kehormatan Dirinya (Musaikah at-Taibah)
55.Dokter dan Terapis Wanita (asy-Syifa’ binti Abdullah)
56.Pemberi Nasihat (Hujaimah binti Huyyay, Ummu Darda’)
57.Wanita yang Teguh Hati (Nailah binti Farafishah)
58.Pemilik kafan (Hafshah binti Sirin)
59.Wanita yang Baik (Ummu Amarah binti Sufyan)
60.Wanita Ahli Ibadah (Rabi’ah al-Adawiyyah)
61.Nafisah si Pemilik Ilmu (Nafisah binti Hasan)
62.Ahli Al-Quran (Zubaidah, Istri ar-Rasyid)


Penjabaran kisah dalam buku ini sangat runtut meski ada beberapa kata yang kurang bisa dipahami, karena memang buku ini adalah buku terjemahan. Terlepas dari kekurangannya tersebut, buku ini layak untuk dibaca para muslimah pada khususnya sehingga bisa menjadi inspirasi dalam kehidupannya mengingat pada era globalisasi seperti sekarang ini, banyak dari kaum muslimah yang cenderung memfigurkan tokoh-tokoh yang malah jauh dari nilai Islam. Sehingga sangat disayangkan jika para muslimah malah melupakan sejarah dan kurang meneladani wanita-wanita luar biasa (baca : shahabiyah) yang beberapa kisahnya terangkum dalam buku ini.


Selamat membaca!
REDZone, 18 Januari 2011_04:26
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Januari 2011 di blog sebelumnya.

Dude, Oki, dan Andy Jadi Q-Genners

Sabtu, 25 Desember 2010 sekitar pukul 07.30 dengan menggunakan bus Trans Jakarta, bersama seorang sahabat kostku, aku pergi ke Universitas Yarsi. Awalnya kita sama-sama tidak tahu lokasinya. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Wew, sampai di sana, ternyata kebanyakan pesertanya adalah ABG (anak-anak SMP dan SMA). Waduh, jadi berasa muda lagi nih! Tapi ada juga mahasiswa, karyawan/wati, dan orang tua. Komplit lah! Jadi ya tidak terlalu nyasar banget...
Acara apa sih?
Acaranya adalah talkshow bersama ustadz Bachtiar Nasir tentang Al-Qur’an dan generasi muda. Penyelenggaranya dari Ar-Rahman Qur’anic Learning Centre (AQL). Tak disangka ternyata ada Dude Herlino (pemeran Syamsul Hadi pada film “Dalam Mihrab Cinta”), Okky Setiana Dewi (pemeran Anna Althafunnisa pada film KCB), dan Andy Arsyil (pemeran Furqon pada film KCB). Walah, ada artis! Pantesan membludak. Tapi, semoga kedatangan para peserta ke acara ini bukan semata-mata karena bintang tamunya artis, tapi karena semangat untuk mencari ilmu serta berazzam untuk menjadikan diri sebagai Generasi Qur’ani.
Ehem, padahal baru kemarin (24 Desember) nonton Dude di film DMC, hari ini bisa bertemu langsung. Hihihi... kembali ke jalan yang benar!

“Q-Genners?” tanya MC
“Yes, We Are!” kami menjawab
“Are You The Next Leader?” tanya MC lagi
“Yes, We Are!” kami kompak menjawab.
Ya, itulah yel-yel kami selama acara ini. Aura semangat memenuhi ruangan aula Universitas Yarsi.
Acara diawali dengan tilawah dan sari tilawah. Dilanjutkan dengan sambutan dari ketua panitia dan perwakilan dari Yarsi. Terus acara intinya deh!
Dude dan Ustadz Bachtiar naik ke panggung. Talkshownya lumayan seru. Ustadz menyampaikan beberapa permasalahan yang sering melanda anak muda zaman sekarang, seperti : free sex, narkoba, rokok, dll. Dude juga menimpali dan memberikan kesaksian bahwa dia juga sempat ditawari narkoba oleh temannya, tapi alhamdulillah dia masih bisa menolaknya. Kalau soal rokok, dude berpendapat bahwa rokok adalah salah satu jalan menuju narkoba. Selain itu, Dude berpendapat, kalau pacaran adalah salah satu penyebab terjadinya free sex. Dalam Al-Qur’an saja dituliskan bahwa mendekati zina saja dilarang. Wah, Dude seperti Syamsul Hadi saja! Kayak ustadz. Sebuah kalimat penutup dari Dude, “Setiap kita memang tidak selalu bisa memberikan hal-hal besar dalam hidup, tapi setiap kita bisa memberikan hal-hal yang kecil dengan cinta yang besar.”

Pada sesi kedua, Ustadz Bachtiar ditemani Okky dan Andy Arsyil. Pada sesi kali ini, Okky dan Andy menceritakan kisah perjalanan hidup mereka yang sangat luar biasa! Ya, setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan dan titik terendah dalam hidupnya. Hanya orang-orang yang yakin akan adanya Allah dan besarnya pertolongan-Nya lah yang akan berhasil keluar dari kemelut dalam hidupnya.

Sebelum acara berakhir, ketiga artis muda di atas mengikrarkan diri menjadi Q-Genners. Allahu akbar!
Reportasenya masih kurang komplit nih!
Insya Allah nanti segera dilengkapi.

Aisya Avicenna

Dalam Mihrab Cinta



Stasiun Pekalongan. Itulah permulaan setting dari film ini. Berlanjut diarahkan ke dalam kereta yang akan menuju Kediri, dan kisah itu pun dimulai. Di dalam kereta itu, duduklah seorang muslimah cantik berjilbab ungu yang sedang menangis. Selang berapa lama, masuklah sosok pemuda berambut gondrong sebahu. Pemuda gondrong itu mencocokkan tiket dan tempat duduknya di kereta itu, dan ternyata ia duduk bersebelahan dengan muslimah itu.
Kehadiran pemuda gondrong itu mengejutkan sang muslimah. Buru-buru pemuda itu mengatakan kalau ia adalah orang baik-baik, kebetulan ia duduk di situ dan ia menawarkan kepada sang muslimah untuk memilih duduk di dekat jendela atau tetap di tempatnya sekarang. Muslimah cantik itu akhirnya bergeser. Sang pemuda meletakkan tasnya di bagasi atas kemudian ia duduk di samping sang muslimah.

Saat kereta masih melaju, pemuda gondrong itu berpindah tempat di bangku sebelah yang sudah kosong karena penumpangnya sudah turun. Baru beberapa saat memejamkan mata, pemuda gondrong itu melihat seorang bapak yang hendak mengambil tas milik sang muslimah. Si pemuda gondrong langsung menghardik sang pencuri. Muslimah berjilbab ungu itu terbangun. Tambah kaget ketika sebilah pisau terarah padanya.
Ya, pencuri itu mengancam akan menusuknya kalau pemuda gondrong itu berbuat macam-macam.


Terjadi perkelahian. Telapak tangan sang pemuda sempat terkena pisau. Berdarah. Pencuri berhasil kabur. Muslimah itu segera membebat tangan pemuda gondrong yang terluka dengan sapu tangannya. Pemuda gondrong itu bercerita kalau ia akan nyantri di Pesantren Al-Furqon, Kediri yang ternyata pesantren tersebut adalah milik ayah sang muslimah berjilbab ungu. Subhanallah...

Sampailah mereka di Stasiun Kediri. Di pintu keluar, mereka saling menyebutkan nama. Pemuda gobdrong itu bernama Syamsul Hadi (Dude Herlino) dan sang muslimah berjilbab itu bernama Zidna Ilma atau Zizi (Meyda Sefira). Zizi pulang ke Kediri karena mendapat kabar kalau ayahnya meninggal dunia.

Kehidupan pesantren sangat dinikmati oleh Syamsul, sampai akhirnya ia dituduh sebagai pencuri oleh sahabatnya sendiri, Burhan (Boy Hamzah). Waktu itu, Syamsul dan Burhan hendak makan bersama, tapi dompet Burhan ketinggalan di kamarnya dan ia meminta Syamsul untuk mengambilnya. Syamsul akhirnya mengambil dompet Burhan di dalam almari, saat itu ternyata teman-teman pesantren yang bertugas sebagai bagian keamanan tengah berjaga di dalam kamar Burhan. Syamsul dituduh mencuri. Ia diarak, dipukuli, dan dimasukkan ke dalam gudang. Hilangnya beberapa uang di pesantren memang menimbulkan keresahan, sehingga saat Syamsul ketahuan membuka almari Burhan dan mengambil dompetnya, anggapan mereka Syamsul-lah pencuri yang tengah dicari selama ini.

Saat dimintai menjadi saksi, ternyata Burhan mangkir kalau dialah yang menyuruh Syamsul mengambil dompetnya. Syamsul bersumpah bahwa dia bukan pencurinya. Burhan juga bersumpah bahwa apa yang dikatakannya barusan adalah benar. Padahal maksud Burhan, yang dikatakannya barusan adalah : “Penjahat pasti akan melakukan segala cara untuk menutupi kejahatannya.” (kalau yang sudah baca novelnya, pasti ngeh saat adegan ini).

Digundhuli. Itulah hukuman yang dijatuhkan pada Syamsul. Tak hanya itu, Syamsul didepak dari pesantren. Ayahnya (El Manik) datang menjemput. Marah-marah. Sampai di rumah, Syamsul masih dihujani kemarahan oleh sang ayah dan kakak-kakaknya. Hanya ibu (Ninik L. Karim) dan adik perempuannya, Nadia (Tsania Marwah) yang membela.

“Ya Allah, kalau keluarga sendiri sudah tidak percaya... Apa gunanya hidup?” Begitulah kira-kira doa Syamsul dalam keterpurukannya. Keesokan harinya Nadia menemukan sepucuk surat yang ditinggalkan Syamsul. Syamsul pergi dari rumah. Ibundanya syok. Tetapi, sang ayah membiarkannya.
Syamsul pun sampai di kota Semarang. Ia makan di pinggir jalan.. Pada adegan inilah lagu berikut terlantun manis...

Terhempas aku dalam fitnah
Yang mendera jiwa dan mencebik sukma
Tetapi ku tak tentu arah
Hingga sebekas menguntum langgaku
Dalam mihrab cinta ku regup firman-Nya
Terangi jalanku ku sujud pada-Nya
Dalam mihrab cinta prahara dan asa
Putus duka lara ku pasrah pada-Nya
Ku berdiam dendam yang membara
Ku pasrahkan semua pada yang kuasa
Ku yakin tiada satu jua hentikan kuasa-Nya
Untuk mengubah segalanya
Dalam mihrab cinta ku regup firman-Nya
Terangi jalanku ku sujud pada-Nya
Dalam mihrab cinta prahara dan asa
Putus duka lara ku pasrah pada-Nya
(Rino – Prahara dan Asa)


Uang di dompet Syamsul tinggal beberapa ribu rupiah. Akhirnya, ia nekat mencopet di dalam bus. Ketahuan. Ia dikejar-kejar penumpang dan beberapa orang yang berada di sekitar lokasi. Syamsul dihajar dan diserahkan ke kantor polisi. Ia menginap di hotel prodeo. Wajahnya menghias koran lokal. Dan sampai jua di Pekalongan. Keluarganya membaca koran tersebut. Sang ayah merutukinya. Ibunda dan Nadia masih belum percaya, karena nama pencuri yang disebut dalam koran itu bukan Syamsul, tapi Burhan.
Di hotel prodeo itulah, Syamsul mendapatkan ‘petuah bijak’ dari dua orang yang katanya ‘pencopet handal’. Salah satu dari mereka berkata, “Kalau mau jadi pencopet itu mentalnya harus kuat. Terus, jangan mencopet lebih dari dua kali pada hari yang sama.” Hihi, lucu banget waktu bagian ini... Dalam mencopet juga ada ‘rumus’nya ternyata.

Nadia menjenguk Syamsul di penjara. Nadia masih tak percaya kalau kakaknya benar-benar menjadi pencopet sekarang. Syamsul menjelaskan pada Nadia kalau hal itu dilakukannya karena terpaksa. Atas permintaan Syamsul, akhirnya Syamsul dibebaskan Nadia. Syamsul akhirnya menghirup udara kebebasannya. Saat tengah asyik berjalan bersama Nadia, tiba-tiba Syamsul berlari dan naik ke sebuah angkot, meninggalkan Nadia. Nadia menangis dan terduduk di pinggir jalan. Dari pintu angkot, Syamsul sempat berteriak menyuruh Nadia pulang saja.

Patung selamat datang... Ternyata Syamsul merantau ke Jakarta.. Pada adegan ini, lagunya Afgan terlantun...

Demi cinta ku pergi
Tinggalkanmu relakanmu
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati
Suatu saat ku kan kembali
Sungguh sebelum aku mati
Dalam mihrab cinta ku berdoa semoga

Suatu hari kau kan mengerti
Siapa yang paling mencintai
Dalam mihrab cinta ku berdoa pada-Nya

Karena cinta ku ikhlaskan
Segalanya kepada-Nya
Untuk cinta tak pernah
Ku sesali saat ini
Ku alami ku lewati

Suatu saat ku kan kembali
Sungguh sebelum aku mati
Dalam mihrab cinta ku berdoa semoga

Suatu hari kau kan mengerti
Siapa yang paling mencintai
Dalam mihrab cinta ku berdoa padaNya
(Afgan – Dalam Mihrab Cinta)


Di ibukota, Syamsul tinggal di sebuah kontrakan kecil. Ia mencoba melamar pekerjaan, tapi gagal dan gagal lagi. Akhirnya, terpaksa ia mencopet. Uniknya, Syamsul mencatat identitas dan jumlah uang yang dicopetnya pada sebuah buku khusus. Sampai akhirnya, ia juga menemukan foto gadis yang dicopetnya (Silvy – Asmirandah) bersama Burhan (teman pesantren yang memfitnahnya). Mengetahui hal itu, Syamsul pun memiliki niat untuk “membongkar” rahasia Burhan pada Silvy.

Bermodal KTP Silvy, dengan mengenakan sepeda motor yang dipinjamnya, Syamsul menuju perumahan elite. Saat mau memasuki lokasi perumahan, Syamsul diduga sebagai ustadz (guru ngajinya Della) oleh satpam yang menjaga. Ya, karena waktu itu Syamsul memang mengenakan peci putih dan sangat santun.
Seharusnya, Syamsul akan ke rumah Silvy. Tapi ia memilih untuk mengunjungi rumah si kecil Della. Tak disangka, Syamsul diterima sebagai guru ngajinya Della. Tambah terkejut lagi, ternyata Silvy adalah guru privat Matematikanya Della.

Sampai di sini, aku senyum-senyum sendiri. Yang satu jago matematika, yang satu jago ngaji... Hihihi... (dasar Thicko! –sensor-)

Silvy akhirnya tahu siapa Burhan sebenarnya. Ia menolak lamaran Burhan. Burhan ternyata sudah dikeluarkan dari pesantren karena ternyata ia adalah seorang pencuri dan dengan keji memfitnah Syamsul.
Syamsul bertaubat. Ia sungguh-sungguh berdoa pada Allah agar mengampuninya. Kehidupan Syamsul berubah. Ia menjadi ustadz yang cukup terpandang. Hasil copetannya ia pulangkan kepada pada pemiliknya via pos. Tak lupa ia juga membelikan jilbab buat ibu dan Nadia. Pada Silvy, Syamsul akhirnya mengaku kalau dialah yang mencuri dompetnya. Silvy menangis saat mengetahuinya, tapi ibunya (Elma Theana) tetap menyukai Syamsul dan mengharapkan Syamsul bisa menjadi menantunya.

Syamsul menjadi ustadz yang cukup dikenal. Ia masuk TV, keluarganya melihatnya. Bahagia... bersyukur...Akhirnya, sang ibu dan adiknya menemui Syamsul ke Jakarta. Zizi dan kakaknya (pimpinan pesantren) juga turut serta. Saat itulah keluarga Silvy juga datang. Pada waktu Zizi hendak pulang, tasnya ketinggalan di rumah Syamsul, saat itulah Zizi mendengar penuturan Ayah dan ibu Silvy yang berniat menjadikan Syamsul sebagai menantunya. Zizi patah hati...

Syamsul akhirnya akan menikah dengan Silvy. Beberapa hari sebelum hari bahagia itu datang, Allah berkehendak lain. Silvy mengalami kecelakaan. Ia meninggal. Syamsul sangat syok. Ayah Silvy (Izur Muchtar) sempat meminta Syamsul menikahi jasadnya. Oh...

Syamsul  kembali ke Pekalongan. Ia masih belum bisa melupakan Silvy. Suatu hari Zizi datang dan membawakan oleh-oleh dari Kediri. Zizi turut prihatin dengan kondisi Syamsul. Beberapa hari kemudian, kakak Zizi datang untuk menyampaikan maaf sekaligus mengundang Syamsul untuk datang ke pesantren di Kediri, selain itu juga meminta Syamsul bersedia menikah dengan Zizi.


Akhirnya, Syamsul datang ke Kediri. Saat itu, Syamsul bilang.. “Saya datang ke sini dengan dua misi...” Hihi, aku geli juga mendengar penuturan Syamsul. Ya, misi pertama adalah silaturahim ke ‘mantan’ pesantren yang sempat mengeluarkannya. Dan misi kedua adalah untuk melamar Zizi...

Happy Ending deh...

Film ini memang diadaptasi dari novel “Dalam Mihrab Cinta” karya Habiburahman El-Shirazy (Kang Abik). Ada yang berbeda dengan film ini dibanding film-film sebelumnya yang juga diadaptasi dari novel Kang Abik (Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2). Pada film ini, tokoh utama (Syamsul Hadi), tidak tercermin sebagai tokoh yang ‘sempurna’ (seperti Fahri dan Azzam). Film yang juga disutradarai Kang Abik ini menampilkan kisah yang begitu bagus dan memang mencerminkan realitas sosial di sekeliling kita. Nasihat yang ada dalam film ini juga menyentuh sekali.

Beberapa hikmah yang bisa didapat dari film ini :
1. Tetap berkata jujur apapun keadaan kita. Meski kita difitnah, yakinlah bahwa Allah Maha Tahu segalanya. “Becik ketitik olo ketoro”. Setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya.
2. Apa yang kita dapatkan adalah implikasi dari apa yang telah kita berikan. Jika kita memberikan ‘kebaikan’, maka ‘kebaikan’ pulalah yang kita dapatkan.
3. Saat kita sudah sukses, jangan melupakan orang-orang yang berada di balik kesuksesan kita, terlebih keluarga kita.
4. Tak hanya saat melakukan kesalahan, sebaiknya kita senantiasa memohon ampunan pada Allah Swt. Karena bisa jadi saat kita menilai perbuatan kita sudah baik (dalam pandangan kita), ternyata perbuatan itu tidak ada nilainya di hadapan Allah. Istighfar, itulah salah satu obat hati.
5. Tentang jodoh, memang belum tentu seseorang yang ‘baru akan’ menikah dengan kita, itu benar-benar jodoh yang dipilihkan Allah. Jodoh itu misterius, hadirnya tak terduga. Semua sudah diatur-Nya sedemikian rupa. Tidak akan datang terlambat atau terlampau cepat, jodoh kita akan datang pada saat yang tepat!
6. “Karena sebaik-baik rencana, tetap rencana-Nya yang terbaik”. Begitulah kata Syamsul Hadi dalam film itu. So, selalu positive thinking yuk pada Allah...
7. Dll.... Bagi yang sudah nonton, silakan ditambahkan sendiri... ^^v

NB : Buat saudari-saudariku yang rebutan tissu saat menonton ini, jangan lupa kisah kita hari itu ya...Semoga kita bisa mengambil hikmah dari film ini (Kalibata, 24 Desember 2010)

Tak pernah terlintas di benakku
Saat pertama kita bertemu
Sesuatu yang indah
Tumbuh dalam gundah
Harum dan merekah
Tulus hatimu membuka mataku
Tegar jiwamu hapus raguku
Membuncah di hati
Harapan yang suci
Menyatukan janji
Bunga-bunga cinta indah bersemi
Di antara harap pinta pada-Nya
Tuhan tautkanlah cinta di hati
Berpadu indah
Dalam mihrab cinta...
(Asmirandah dan Dude Herlino – Bunga-Bunga Cinta)


Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Skenario-Nya Tak Terduga

Reportase Aisya di Hari Ke-12 di Bulan Ke-12

Hari, tanggal : Ahad, 12 Desember 2010
Tempat : Masjid Istiqlal
Waktu : pukul 10.00-12.00
Pembicara : KH. Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym)
***
Pukul 09.15, Aisya keluar dari kosnya bersama salah satu temannya, sebut saja Nita. Rencana semula, jam 10.00 Aisya ada rapat di Istiqlal. Rapat apa? Sepertinya Aisya ingin main rahasia-rahasiaan dulu. Aisya baru tahu dari Nita kalau pagi ini di Istiqlal juga ada pengajian bersama Aa’ Gym. Akhirnya mereka berangkat berdua dengan naik bus Trans Jakarta. Sampai di Istiqlal, sudah cukup ramai. Kesepuluh teman rapat Aisya belum pada datang. Akhirnya, Aisya memutuskan untuk mengikuti pengajian dulu. Semoga menjadi aktivitas menunggu yang diridhoi Allah. Amin.
Berikut beberapa petikan tausyah dari Aa’ Gym yang sempat didokumentasikan Aisya. Semoga bermanfaat dan mohon maaf jika masih banyak kekurangannya.
***
Semua makhluk itu lemah, kecuali yang diberi kekuatan oleh Yang Maha Perkasa. Keperluan atau harapan adalah jalan untuk mendekatkan kita pada Allah supaya kita hanya meminta pada-Nya. Allah mendatangkan masalah untuk kita, dengan tujuan agar kita mengingat-Nya. Ancaman menyerang kita agar kita senantiasa berlindung hanya pada-Nya. Semua memang berujung pada-Nya. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka baginya ada jalan keluar.
Saat hopeless, Allah paling suka saat kita ditempatkan pada posisi itu, karena sebenarnya Allah telah menggiring hamba-Nya untuk lebih mendekati-Nya. Di balik itu, Allah akan memberi kejutan dengan menghadirkan pertolongan yang tak terduga.
Kalau misalnya sejak lahir kita sudah tahu siapa jodoh kita, ya hidup ini menjadi tidak seru! Senangnya hidup karena ada sesuatu yang tidak terduga-duga. Kondisi yang sulit, kepepet, pahit, dll adalah jalan untuk menikmati pertolongan Allah. Alllah akan beri kejutan asalkan cocok dengan yang disukai-Nya.

Cukup bukan karena ilmu, harta, kedudukan, ibadah yang hebat, dll tapi rasa cukup itu hadir karena keyakinan. Jadilah pribadi yang qona’ah. Sangat berbahaya jika Allah sampai mencabut rasa qona’ah dalam hidup kita.
Orang itu merasa cukup karena husnudzon pada Allah. Allah tidak melihat wajah/tubuh kita, tapi Allah melihat hati kita. Dermawan yang ingin disebut pahlawan, orang yang ingin dipuji, mubaligh yang ingin disebut ulama yang berilmu, dll itulah contoh orang yang hatinya tidak untuk Allah.
Hati-hati jika bersandar pada selain-Nya. Terkadang kita bersandar pada gaji, jabatan, tabungan, warisan orang tua, dll. Seorang istri juga jangan sampai terlalu bersandar pada suaminya. Suami-istri itu sama-sama “titipan” dari Allah. Cinta boleh, tapi jangan berlebihan. Pemuda seringkali masih bergantung pada orang tuanya. Hal itu menandakan hatinya tidak bulat pada Allah.
Orang yang tawakal adalah orang yang haqul yaqin bahwa hanya Allah yang mencukupi segala keperluannya. Semua nikmat hanya Allah yang memberi. Jika kenikmatan itu datang dari selain-Nya, itu hanya semata-mata sebagai jalan/perantara.
Rizki itu tidak hanya berupa uang dan ilmu, tapi juga ketenangan hati dan kenyamanan hidup. Allah-lah pemilik segala ketenangan. Dialah Allah yang menurunkan SAKINAH.
“Aku sesuai persangkaan hamba-Ku”. Oleh karena itu, kita harus senantiasa berhusnudzon pada Allah.
Ciri-ciri orang yang tawakal : 5 US
1.Hatinya tulus
2.Ibadahnya bagus
3.Hidupnya lurus
4.Ikhtiarnya serius
5.Taubatnya terus-menerus
Jika memenuhi 5 US di atas, Insya Allah hidupnya mulus dan tidak akan terjerumus.
***
Nah, sampai di sini. Aisya mendapat SMS dari teman-temannya kalau mereka sudah datang. Meski belum semua. Akhirnya, Aisya keluar dari shaf dan menuju tempat di mana teman-temannya berkumpul. Saat tengah menunggu beberapa teman yang belum datang, ada telepon dari salah satu temannya yang mengabarkan bahwa mereka berdua kecelakaan dan sekarang ada di RS. Manggarai. Mereka berboncengan naik sepeda motor. Saat menuju Istiqlal, ada mobil pick up yang menabrak. Salah satu teman yang duduk di boncengan jatuh terpental, bibirnya sobek dan akhirnya dijahit. Rapat dipending. Kami langsung meninggalkan Istiqlal dan menuju RS. Manggarai. 


Alhamdulillah, keadaan kedua teman kami tidak terlalu parah. Dari RS Manggarai, kami meluncur ke rumah salah satu teman kami tersebut dan di sana rapat dilanjutkan, karena meski tidak bisa berbicara dengan lancar (karena habis dioperasi), teman kami itu masih mempunyai softcopy sebagai bahan dari rapat kami siang itu.

Skenario-Nya memang tiada terduga. Semoga kami bisa meraup banyak hikmah atas peristiwa ini.
Oh ya, di bawah ini kelanjutan tausyah dari Aa’ Gym yang didokumentasikan oleh Nita. Semoga bermanfaat...
***
Orang yang tidak ikhlas berarti dia tidak bertawakal. Tidak perlu berlaku licik dalam bisnis, kenapa harus licik kalau yakin Allah yang memberi rezeki.
Amalan yang disukai Allah : sholat tepat waktu, itu merupakan hak Allah. Selain itu, juga jangan terlalu terburu-buru saat membaca Al-Qur’an.


SAKINAH


Penghinaan itu melukai hati, kalau kita cinta dunia. Kalau sudah dikasih Allah sakinah, penghinaan dari orang lain itu tidak akan mempengaruhi kita.
Barangsiapa yang melakukan sesuatu demi menyenangkan orang lain yang dimurkai Allah, maka Allah akan murka kepada orang tersebut dan orang yang disenangi itu akan dibalikkan hatinya agar murka pada orang tersebut (HR. Tirmidzi)
Barangsiapa yang melakukan sesuatu yang disenangi Allah tapi orang lain tidak senang, maka Allah akan ridho dan akan dipermanis kepribadiannya.
Jangan sibuk dengan saingan, karena rezeki kita sudah ada yang mengatur.
Tawakal itu bukan bentuk pasrah, tapi ada ikhtiar yang serius di situ! Tawakal = kegigihan. Ikhtiar itu wajib! Ingat kisah Sitih hajar, 7x bolak-balik mencari air untuk anaknya.
Al-Qur’an bisa mereset sistem syaraf kita.


Barangsiapa yang terus-menerus taubat:
-Allah ganti kegelisahan dengan ketenangan
-Allah akan memberi jalan keluar
-Rizki yang tidak diduga-duga
Stop ghibah! Itu akan merusak iman dan kondisi hati kita. Kalau ada orang ngomongin kita, itu urusan Dia sama Allah.


Tobat :
-Kuncinya pengakuan
-Minta ampun
-Tidak mengulang kembali
-Menambah amal kebaikan
Kesalahan dakwah : jangan memfigurkan diri, jangan jadi icon. Ilmu bersumber dari Allah.
Pengajian selanjutnya tanggal 9 Januari 2011

Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Nibiru, Lost in Japan


Sabtu, 11 Desember 2010 pukul 13.00 keluar dari kos. Wah, pulsa habis padahal ada SMS yang belum terjawab. Mau beli pulsa, ternyata counternya tutup. Ya sudah, akhirnya lanjut menuju Indomaret untuk membeli minum dan camilan. Setelah itu, naik Kopaja 502 menuju Gramedia. Saat on the way menuju Gramedia, alhamdulillah bisa merampungkan sebuah novel yang cukup inspiratif, judulnya “YUSUF” karya Fatih Beeman. Sebenarnya, mau bikin resensi novel ini tapi belum sempat. 


Sampai di Gramedia Matraman, langsung meluncur ke lantai 3. Yupz, hari ini pukul 14.00 ada launching bukunya Cayi dan Gelbo. Cayi adalah salah satu personel FLP Jakarta angkatan ke-13 (berarti dia kakak tingkatku). Buku mereka berjudul “Lost in Japan”. Keren juga sih! Buku itu berisi panduan saat travelling ke Jepang. Wah, jadi pengin segera ke sana. Pengin tahu gimana bukunya? Beli sendiri ya (wah, promo nih!).


Alhamdulillah, aku mendapat kesempatan menjadi penanya kedua. Alhamdulillah lagi, aku mendapat doorprize sebuah buku. Nah, salah satu tips mendapatkan buku gratis adalah dengan berani bertanya saat ada launching buku. Tips yang sangat jitu! 


Setelah launching buku “Lost in Japan” ini, aku bersama wadya bala FLP Jakarta (Absen! Ada aku, Kang Taufan, Mbak Era, Mbak Iecha, Mbak Mimin, Mbak Ria, Mbak Musri, Mbak Ade, Mbak Ida, dan Kang Arya) keluar dari Gramedia Matraman. Kita mau makan …

*bersambung*


Tulisan ini diposting pada bulan Desember 2010 di blog sebelumnya 

Film KMGP Menjadi Inspirasi Dakwah Masa Kini


"Jika kita tidak setuju dengan suatu kebaikan yang belum kita pahami, cobalah untuk bisa menghargainya."


Kalimat yang dilontarkan Gagah (Hamas Syahid Izzuddin) dalam sebuah adegan di film “Ketika Mas Gagah Pergi” (KMGP) tersebut agaknya bisa menjadi renungan bagi kita bersama, khususnya saya pribadi. Terkadang kita terburu menjudge perubahan seseorang dengan opini subjektif yang mengarah pada prasangka buruk. Padahal kita tak sepenuhnya tahu bahwa yang bersangkutan sedang berusaha untuk memperbaiki dirinya. Mencoba selalu berbaik sangka (husnudzon) dan belajar menghargai sesuatu yang mungkin belum kita pahami sebaiknya semakin ditumbuhkan dalam diri kita. Sepakat?
Itulah salah satu inspirasi yang saya dapat setelah menonton film KMGP. Nyatanya, film yang diadaptasi dari novel fenomenal berjudul sama karya Bunda Helvy Tiana Rosa tersebut membuat semangat saya semakin meletup. Semangat untuk berhijrah menjadi pribadi lebih baik lagi. Sesuai dengan hastag saya akhir-akhir ini : #HijrahLebihBarokah dan #FromMOVEONtoMOVEUP

Film KMGP bisa menjadi inspirasi bagi dakwah masa kini. Meski kisah KMGP ditulis di era tahun 90-an, tapi film KMGP sendiri bisa mengangkat kondisi kekinian di mana kedekatan dengan gadget dan beberapa dialog alay ala ABG gaul zaman sekarang juga mewarnai film ini. Film KMGP menjadi inspirasi untuk berdakwah dengan gagah, santun dan penuh keteladanan. Hal ini dicontohkan sosok Mas Gagah lewat sikapnya menghadapi Ibunda (Wulan Guritno) dan adiknya Gita (Aquino Umar) yang sulit menerima perubahannya, lewat kata-kata santun saat diejek sahabat lamanya, lewat tindakan nyata saat membantu kegiatan sosial para preman yang pernah mencoba berbuat jahat padanya.

Inspirasi dakwah juga ditunjukkan lewat peran Yudi (Masaji Wijayanto) yang melakukan ceramah anti mainstream di kendaraan umum. Adakah pegiat dakwah di zaman sekarang yang mau dan tak malu melakukan hal itu? Pertentangan Yudi dengan Abahnya (Mathias Muchus) yang tidak setuju dengan aksi dakwah Yudi yang ‘aneh’ tersebut menjadikan pelajaran juga bagi kita bahwa tantangan dakwah memang sangat besar, bahkan bisa berasal dari orang-orang terdekat. Pada zaman sekarang kita dituntut untuk semakin kreatif dalam menebar kebaikan lewat berbagai media dan beragam cara. Sesuai dengan Alquran dan Sunnah tentunya!

Sosok Mas Gagah bisa menjadi trendsetter bagi pemuda zaman sekarang. Cerdas dalam berilmu, santun dalam berkata, tegas dalam bersikap, peduli pada sesama, dan cinta Alquran. Pemeran Mas Gagah (Hamas) adalah seorang penghafal Alquran sesuai dengan karakter yang diperankannya karena film KMGP memang berusaha totalitas untuk menampilkan sosok Mas Gagah persis seperti dalam novelnya.

Film yang dibintangi oleh empat tokoh utama pendatang baru yakni Hamas Syahid Izzuddin, Aquino Umar, Masaji Wijayanto, dan Izzah Ajrina ini semakin memukau dengan dukungan akting Mathias Muchus, Wulan Guritno, Epi Kusnandar, Nungki Kusumastuti, Ustadz Salim A. Fillah, Irfan Hakim, Joshua, Virzha, Miranti de Marelle, dan lain-lain. Setidaknya ada 30-an artis yang menjadi cameo dalam film ini. Saya sangat menikmati akting Aquino Umar (Noy) yang begitu natural memerankan sosok Gita. Noy sangat totalitasi menjiwai perannya sebagai seorang adik dan ABG gaul yang sedang mencari jati diri. Adegan-adegan dan alur kisah dalam film ini bisa membuat penonton heran, tertawa, bahkan menangis. Apalagi saat "Rabbana" sebagai soundtrack dari film ini terlantun, emosi penonton akan semakin dipermainkan.

Saya juga sangat menyukai setting lokasi di Ternate yang tersaji indah di film KMGP. Nuansa alam Ternate ditampilkan dengan memesona. Serius, jadi ingin ke sana. Insya Allah 50% keuntungan dari film KMGP ini akan didedikasikan sebagai program kemanusiaan, di antaranya untuk pendidikan anak-anak di wilayah Indonesia Timur dan Palestina. Film yang disutradari oleh Firmansyah (Kang Immank) ini juga menjadi film pertama yang mengangkat Palestina. Pasti penasaran kan, mengapa dan kapan Shireen Sungkar berteriak lantang, "Kita tidak bisa hanya diam menyaksikan kebiadaban di Palestina!"

Sayangnya, teknik editing film masih kurang pas karena saya menangkap ada adegan yang lompat. Ada juga adegan atau scene yang terlalu cepat berganti seperti saat Mas Gagah akan pergi ke Ternate, tiba-tiba sudah kembali lagi hanya berbeda penampilan (berganti baju dan berjenggot lebih tebal). Saya menjadi bertanya-tanya, "Mas Gagah di Ternate cepat amat, di sana ngapain saja ya?" Prolog film (narasi yang disampaikan Gita di awal) terlalu panjang. Potongan scene di akhir film yang kemudian menunjukkan cuplikan adegan dan akhirnya film berakhir, juga terkesan mendadak sehingga saya sempat berujar, "Kok sudah selesai ya?" Meskipun begitu, akhir kisah sangat membuat saya penasaran karena ternyata akan ada KMGP session 2. Ah, wajib ditonton juga nih! Semoga segera tayang ya.


Setiap karya memang tak ada yang sempurna. Untuk sampai ke tahap difilmkan seperti sekarang, KMGP butuh perjuangan yang luar biasa dan kita semua patut untuk mengapresiasinya. Barakallahu khususnya untuk pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) sekaligus guru besar saya dalam menulis, Bunda Helvy Tiana Rosa. Semoga kian banyak penulis FLP pada khususnya yang bisa mengikuti jejak juang beliau dalam melahirkan karya luar biasa seperti KMGP. KMGP telah berhasil menjadi film bernafaskan Islam pertama yang lahir dari patungan para pembaca yang telah bertahun-tahun menantikan sang novel difilmkan. Apalagi KMGP menjadi film pertama yang berani mengangkat tentang Palestina. Masya Allah, salut untuk semua pihak yang telah berjamaah untuk mencipta film yang anti mainstream seperti KMGP. Insya Allah film KMGP bisa menjadi jalan cinta dalam menumbuhkan semangat dan inspirasi baru dalam berdakwah di era masa kini. 

***
Serunya Gala Premiere Film KMGP di Plaza Senayan

Jakarta, sehari setelah nonton Gala Premiere Film KMGP di Plaza Senayan..

Salam cinta,
Aisya Avicenna


~ Anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Jakarta dan Divisi Penulis Komunitas One Day One Juz (ODOJ) 

Ada yang Istimewa di HUT KORPRI ke-39


Senin, 29 November 2010. Selamat HUT KORPRI ke-39, hari ini aku jadi salah satu anggota paduan suara Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Bagaimana kisahku???
Pagi ini berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya. Hmm, pakai seragam KORPRI pula? Ada apa gerangan? Yup, hari ini adalah HUT KORPRI ke-39. Untuk kedua kalinya aku memakai seragam ini. Pukul 06.30 berangkat. Waw, ternyata arus lalu lintas cukup padat merayap. macet. Mungkin banyak yang mau upacara kali ya.

Sampai kantor jam 7 lebih. Terlihat di lapangan, rekan-rekan sudah bersiap. Kali ini aku berkesempatan menjadi anggota regu paduan suara bersama-sama rekan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Wah, ternyata yang akhirnya menjadi dirigen adalah Bu Ika (mantan kepala seksiku waktu di subdit 1 dulu). Upacara dimulai. Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Pak Mahendra Siregar (Wakil Menteri Perdagangan) karena Bu Menteri (Mari Elka Pangestu) sedang tidak ada di Indonesia.

Kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat meski panas begitu menyengat. Setelah pembacaan sambutan Presiden SBY yang dibacakan Pak Mahendra, kami menyanyikan Mars Korpri.

MARS KORPRI

Satukan irama langkahmu
Bersatu tekad menuju ke depan
Berjuang bahu-membahu
Memberikan tenaga tak segan

Membangun negara yang jaya
Membina bangsa besar sejahtera
Mamakai akal dan daya
Membimbing membangun mengemban

Berdasar Pancasila
Dan Undang-Undang Dasar Empat Lima
Serta dipadukan oleh haluan negara
Kita maju terus

Di bawah Panji Korpri
kita mengabdi tanpa pamrih
Di dalam naungan Tuhan Yang Maha Kuasa
Korpri maju terus

Setelah menyanyikan mars itu, beberapa peserta upacara bersorak gembira, dan seulas senyum Pak Wamen mengembang. Saat penutupan upacara, Pak Wamen sempat memberikan apresiasi pada regu paduan suara dan setelah upacara selesai beliau bersama rombongan pejabat eselon 1 berjalan menuju tempat kami dan meminta kami menyanyikan Mars Korpri sekali lagi. Waw, anggota paduan suara tidak menyangka akan hal ini. Padahal kami hanya latihan dua hari. Kalau aku hanya ikut sekali karena pas hari Kamisnya ada workshop.

Kami pun menyanyi kembali dengan penuh semangat. Sebelum turun dari panggung, kami sempat berfoto bersama. Selanjutnya, kami semua diajak sarapan bersama Pak Wamen di kantin kemendag. So awesome!

TAMBAHAN dari www.depdag.go.id

Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar, hari ini (29/11) di lingkungan Kementerian Perdagangan memimpin Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke 39. Tema pada peringatan HUT KORPRI kali ini adalah: Dengan Netralitas dan Profesionalitas KORPRI Mendukung Reformasi Birokrasi dalam Rangka Optimalisasi Pelayanan Publik.

Dihadapan para Pejabat Eselon I, II dan karyawan/wati yang menghadiri upacara, Wakil Mendag membacakan sambutan tertulis Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Penasehat Nasional KORPRI, mengemukan 5 (lima) pesan :
Pertama
Tuntaskan pelaksanaan reformasi birokrasi, melaksanakan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good Governance) di semua lini.
Kedua
Tingkatkan kerjasama produktif dengan semua pemangku kepentingan pembangunan. Jajaran birokrasi yang siap merespon berbagai tantangan pembangunan secara konstruktif. Ciptakan terobosan dan inovasi dalam memberikan layanan public terbaik bagi masyarakat. Ketiga
Bekerja lebih keras dan cerdas, sebagai abdi Negara, abdi masyarakat dan abdi pemerintah. Pedomani sumpah jabatan dan Panca Prasetya KORPRI.
Keempat
KORPRI dapat tampil sebagai organisasi profesi yang ikut meningkatkan daya saing bangsa melalui pelayanan birokrasi dan pelayanan public yang berkualitas.
Kelima
Mengedepankan semangat kebersamaan untuk bangsa dan negara. Melanjutkan pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pada kesempatan tersebut Wakil Mendag dan pejabat Eselon I, II dan panitian HUT KORPRI, menyaksikan lebih dekat penampilan Paduan Suara Karyawan/wati Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, yang turut mengisi upacara


Aisya Avicenna 


Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya

Menulis Yuk di TKIT Fitrah Lebah


Sabtu, 27 November 2010 tim Menulis Yuk menggelar acara "Workshop Penulisan" bersama adik-adik kelas 1 SD sampai SMP di TKIT Fitrah Lebah, Bekasi.
Berikut ceritanya.

Pagi itu, sekitar pukul 06.30, Mbak Iecha SMS aku menanyakan apakah aku jadi ikut ke Bekasi atau tidak. Aku jawab kalau aku jadi ikut. Dia SMS lagi, kalau dia akan menungguku di halte Busway Gelanggang Remaja. Kami memang janjian ketemuan di UKI jam 07.30. Pukul 07.00 aku dah bertemu Mbak Iecha yang mengenakan kaos berwarna kuning. Setelah itu, kami berdua naik busway menuju halte UKI. Di sana sudah menanti Mbak Suri dengan baju pink-nya. Ternyata Mbak Suri sudah menunggu kami di halte angkot yang terletak di depan UKI. Kami bertiga bertemu.


Selang berapa saat kemudian, Mbak Ovy datang. Sudah jam 07.45. Wedew, Mbak Ria dan Mbak Rurie telat nih! Saat sedang asyik ngobrol sambil baca bukunya Kang Arul “A Complete Guide for Writerpreneurship”, mbak Ria datang dengan hebohnya. Dia naik ojek. Pakai acara uangnya kegedean dan akhirnya pinjam uang Mbak Ovy dulu. Tumben hari ini Mbak Ria pakai baju biru. Biasanya PINK terus! Beuh... hihi, dasar mbakku yang satu ini! Selanjutnya, tinggal menunggu Mbak Rurie yang masih dalam perjalanan.

Mbak Rurie akhirnya datang juga dengan tampang merasa bersalah karena terlambat. Tapi kita tidak akan marah kok! :) . Kemudian kami naik angkot kecil jurusan bekasi. Dalam perjalanan, aku dan Mbak Suri berdiskusi tentang banyak hal, salah satu hasil diskusi kami sudah saya tulis dalam “Menunggu di Sayup Rindu”. Sesekali kami tertawa melihat polah tingkah Mbak Ria yang super heboh. Dasar!!!

Sampai di daerah... mmm, aku lupa namanya. Kami turun! Awalnya mau ketemuan sama Mbak Ayu, tapi ternyata dia belum sampai. Akhirnya Mbak Ayu kami tinggal biar dia menyusul saja. Kami naik angkot 2 B. Sampai di pintu Gerbang Perumahan Villa Nusa Indah, kami turun. Setelah itu berjalan kaki menuju TKIT Fitrah Lebah.

Sampai di pintu gerbang, langsung disambut pengelolanya dan kami dipersilakan masuk. Di dalam, anak-anak sudah berkumpul. Kang Arul juga sudah datang. Acara “workshop penulisan” pun dimulai. Kang Arul mengawali workshop dengan memperkenalkan dirinya dan para pasukannya (kami, -red). Setelah itu, Kang Arul menggelar games kecil yang membuat adik-adik makin semangat. Pelatihan pun dimulai. Hmm, Kang Arul memang keren deh dalam berbagi ilmu soal kepenulisan. Sebenarnya, bukan adik-adik dari SD sampai SMP itu saja yang belajar menulis pagi ini, tapi aku juga belajar teknik menulis yang luar biasa dari Kang Arul.
Adik-adik mendapat tugas dari Kang Arul. Tugas menulis tentunya! Mereka dibagi menjadi 3 kelompok.
Kelompok 1, terdiri dari kelas 1 sampai 3 SD, dipegang oleh : aku, Mbak Suri, dan Mbak Ovy.
Kelompok 2, terdiri dari kelas 4 dan 5 SD, dipegang oleh : Mbak Rurie dan Mbak Ayu.
Kelompok 3, terdiri dari kelas 6 dan 7 (SMP), dipegang oleh : Mbak Iecha dan Mbak Ria.
Kami bertugas membimbing adik-adik dalam menulis. Wah, seru banget deh!!!! Aku jadi akrab dengan beberapa adik dan sempat bertukar alamat FB. Hehe, kecil-kecil punya FB!

Acara ini selesai pukul 12.00. Setelah acara selesai, kami foto bersama. Selanjutnya adik-adik bermain di depan “Rumah Pensil Publishing” (yang dulunya memang TKIT Fitrah Lebah). Aku dan Mbak Suri sempat diskusi tentang Rumah Pensil Publishing dengan salah satu pengelolanya. Kang Arul masih asyik ngobrol dengan ibu-ibu yang anaknya ikut acara tadi.
Pukul 12.00 lebih Kang Arul undur diri. Makasih ya Kang atas kesempatannya.

Aku dan mbak-mbakku masih menikmati snack, makan siang, dan sholat Zuhur dulu di Rumah Pensil Publishing. Setelah itu, kami menuju rumah Mbak Ayu untuk rapat membahas calon buku yang tengah kami tulis. Chayo buat tim MENULIS YUK!!!


Aisya Avicenna

NB : Kang Arul adalah nama panggilan dari Rully Nasrullah, penulis 200-an buku (lebih malah) dengan beragam nama pena, salah satunya "ARUL KHAN". Beliau adalah seorang "WRITER COACH" yang luar biasa keren! Saat ini beliau juga sebagai CEO MENULIS YUK KOMUNIKATA. Menjadi salah satu 'anak buah'-nya merupakan sesuatu yang luar biasa bagiku yang memang tengah belajar menjadi seorang "WRITERPRENEUR" 




Tulisan ini diposting pada bulan November 2010 di blog sebelumnya

Buat Etika, Ada yang Mulia Dalam Namamu...


Ahad, 23 Mei 2010 Pukul 08.00 sarapan nasi pecel sambil melihat film kartun favorit, Doraemon. Kali ini film imut asal Jepang tersebut mengisahkan tentang Nobita yang disidang oleh Giant dan Suneo. Nobita diejek Giant dan Suneo bahwa yang dikatakannya tentang adanya monster berwujud dinosaurus hanya omong kosong belaka. Akhirnya, dengan bantuan Dorami (adik Doraemon), Nobita bisa membuktikan omongannya. Hayah, kok malah nyeritain Doraemon. Pukul 08.30 akhirnya berangkat berpetualang!!!
Keluar kost langsung menuju jalan Otista Raya. Alhamdulillah, langsung naik angkot 06 menuju Pasar Rebo. Turun di bawah fly-over dekat Pasar Rebo. Weleh, bingung juga selanjutnya kan naik 510 (berdasarkan petunjuk jalan dari Mba Iecha), tapi bus 510-nya kok ga ada. Pandangan kuedarkan di sekeliling. Malu bertanya sesat di jalan. Akhirnya, bertanya ke penjual koran setelah sebelu
mnya beli korannya dulu. Hehe, taktik! Akhirnya bapak penjual koran itu menunjukkan letak jalur bus 510. Sip, langsung nyebrang jalan (sambil sedikit lari tentunya, maklum... Jakarta!). Di seberang jalan, pas lampu merah, ada 510 berhenti. Langsung naik! Trus mencari kondektur (Lhah, malah cari kondektur dulu daripada tempat duduk). Kondekturnya ternyata bergelayutan di pintu belakang. Langsung kutanya, ”Pak, lewat UIN Ciputat kan?”.
Kondektur itu pun menjawab, ”Oh, Mbak naik 510 yang dari sana!” (sambil menunjuk jalan di sebelah timur)

Akhirnya aku turun lagi dan menyeberang jalan. Saat sampai di seberang, ada ibu-ibu yang mendekati dari arah belakang.
”Mau naik 510 ya Mbak. Saya juga. Bareng aja”
Plong.. alhamdulillah...

Sampai di seberang jalan, berjalan ke arah timur agak jauh. Jalannya becek.. ga ada ojek.. weleh 3x! Akhirnya ketemu juga dengan bis 510. Penuh! Bergelayutan deh. Road to Ciputat!
Sambil bergelayutan, tengok kanan-kiri, cari UIN Ciputat. Setelah kurang lebih 15 menit sampai juga... Alhamdulillah...
Agenda di UIN kali itu ”meeting” bersama 8 orang yang sangat inspiratif di beranda Fakultas Dakwah UIN. Ada tender bisnis yang ha
rus digarap dan aku bagian dari tim tersebut. Bisnis apa??? Hmm, kalau yang ini masih dirahasiakan. Doakan sukses ya!
Saat adzan berkumandang, kami mengakhiri meeting itu. Lanjut ke masjid kampus UIN Syarif Hidayatullah untuk sholat trus makan siang di depan warung depan masjid.
Setelah sholat, berpisah dengan rekan-reka
n. Aku naik angkot 02 putih menuju terminal Lebak Bulus. Sebenarnya mau menuju Kampung Melayu (tujuan utama ke Gramedia Matraman), tanya sopir angkotnya, ternyata dia ga tahu. Weleh... akhirnya turun di dekat terminal Lebak Bulus. Eh, ada Kopaja 20. Tanya ke kondektur, ”Bisa ke Kampung Melayu?”
”Bisa, tapi turun di Mampang.”
Mendung bergelayut. Gelap. Tapi mendung ga selalu berarti hujan kan? Hanya mendung memberikan asumsi pada kita bahwa probabilitas hujan akan turun lebih besar (ga perlu diuji hipotesis kok! Hehe..).
Kopaja 20 yang mengangkutku akhirnya sampai di Mampang juga. Langsung aku didepak. Hehe, ga ding. Ironis banget! Yang bener, aku langsung turun untuk ganti bis. Eh, ada Kopaja 602 jurusan Tanah Abang. Aku pikir pastinya Kopaja ini lewat Kampung Melayu. Seiring berjalannya waktu, aku mulai curiga. Karena Kopaja 602 ini malah menuju ke arah Kuningan. Berarti ga lewat Kampung
Melayu dung! Ya sudahlah, mau turun juga ga enak banger. Hujan turun deras sekali. Beberapa ruas jalan terendam setinggi mata kaki. Banjir euy. Tapi aku sangat menikmati perjalanan ini. Hehe... Pada akhirnya aku turun di depan Blok A Tanah Abang. Jalan kaki lewat jembatan kecil, air masih setinggi mata kaki. Untungnya, trotoar jembatan lebih tinggi dari jalan sehingga tak perlu berbasah-basah ria! Hujan masih turun rintik-rintik.
Gamang.. Mau ke Gramedia Matram
an harus naik Kopaja 502. Tapi kalau naik Kopaja 502 makan waktu lama plus harus siap basah-basahan. Akhirnya, di tengah kemacetan depan Blok A Tanah Abang, ada sebuah taksi yang ikut-ikutan berada di barisan itu. Hehe... Langsung aku ketok kaca jendela sopirnya. Dibuka sang sopir.
”Pak ke Matraman ya?? Gramedia!”
“Ya..”

Langsung masuk ke taksi. Awalnya taksi berjalan begitu pelan. Macet di tengah banjir. Tapi alhamdulillah, bisa keluar dari kemacetan dan melaju menuju Gramedia Matraman. Untungnya ongkosnya ga terlalu mahal (dah ketar-ketir nih... jatah beli buku kan bisa berkurang!)
Sampai jualah di Gramedia Matraman. Inilah salah satu tempat “nongkrong” favorit saya (buka rahasia nih). Selain bukunya komplit, bisa baca buku sampai puas (meski pada kenyataannya ga pernah merasa puas!
).
Langsung meluncur ke Lantai 3. Memilah dan memilih beberapa buku yang wajib dibeli, tentunya disesuaikan dengan budget yang sudah dipatok sendiri (Ingat! Usahakan selalu ”besar tiang daripada pasak”...hehe... terus rajin menabung dan membeli buku... ^^v).
Setelah beberapa buku sudah dibeli (kali ini terpaksa juga beli ”Muslim Padat Karya” juga. Lha penulisnya pelit.. ga mau ngasih gratisan!! Peace boz!), lanjut turun ke lantai 2. Rencana mau bayar di kasir. Eh, ternyata ada BINCANG BUKU bersama Tasaro GK, penulis novel Muhammad : Lelaki Penggenggam
Hujan. Tertarik. Wah, dah penuh... Akhirnya berdiri di deretan belakang. Selang berapa menit, alhamdulillah ada yang meninggalkan tempat. Bisa duduk deh (meski posisinya juga masih di belakang... ga papalah!).
Wah, dah telah nih!!! (agak nyesel : mode on). Tapi alhamdulillah masih ada kesempatan sharing dengan Kang Tasaro. Beliau cerita tentang reaksi penolakan ibunya saat beliau mengungkapkan keinginannya untuk menuliskan novel tentang Muhammad. Ibunya langsung bilang, ”OJO!!!” (Jangan!!!). Tapi akhirnya, Tasaro berhasil menuliskan novel itu dan mendedikasikan novel tersebut pada ibunya (bisa dibaca pada halaman awal novel tersebut)
Dedikasi buku : Kudedikasikan buku ini segenap hati untuk perempuan berbalung baja UMI DARIYAH, Engkau pernah begitu khawatir ketika aku memulai proyek ini. “Bahaya Le. Bagaimana kalau kamu nanti dicerca orang-orang?” tanyamu. Kujawab begini hari ini, “Ibu, jika kelak ada orang yang salah paham dengan terbitnya buku ini, aku yakin itu terjadi karena mereka mencintai Kanjeng Rasul. Dan, percayalah Ibu, aku menulis buku ini, disebabkan alasan yang sama
Hmm, awalnya saya mengenal Tasaro hanya dari seorang teman (inisal ”FC”) yang katanya mau mewawancarai Tasaro untuk komunitas yang kami kelola. Penasaran. Akhirnya, tahu juga kalau Tasaroa adalah seorang penulis novel tentang Muhammad. Tadi sempat mau beli novel itu, tapi akhirnya tertuju pada pilihan buku yang lain. Tasaro G.K lahir di Gunung Kidul, 1 September 1980. Tasaro pernah menjadi wartawan selama lima tahun. Penghargaan yang pernah diperoleh : FLP Award (2006), Penghargaan Menpora (2006), Juara Cerbung Femina (2006), Juara Skenario Nasional Direktorat Film (2006 & 2007), Penghargaan Adikarya Ikapi, 2009, Anugerah Pena (2009). Kini menjalani profesi sebagai editor, dan penulis tentunya! Sudah punya seorang istri, namanya Alit Tuti Taufiq, dan seorang anak : Senandika Himada (nama Himada terinspirasi dari nama Rasulullah SAW dan menjadi judul pada Bab I : Himada! Himada!). Hmm... mangtabz!
Pada bincang buku kali ini, Tasaro juga mengisahkan bahwa sosok yang memberi kritikan terbesar pada novelnya adalah sang editornya.
Pada kesempatan itu, juga ada testimoni dari seorang pengunjung yang beragama Kristen. Beliau sangat mengapresiasi novel karya Kang Tasaro tersebut..
Wah, karena keasyikan, jadi lupa belum bayar!
Akhirnya melangkah ke kasir. Membayar. Trus ke mushola untuk sholat Asar. Setelah sholat, pengin langsung pulang karena udah ada konser di perut (padahal masih sore). Antara kaki dan kepala tidak sinkron. Perut mengatakan : Pulang aja, dah laper! Isi kepala mengatakan : Ikut bincang buku lagi aja! Mumpung ada Kang Tasaro. Ternyata Menang isi kepala. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke lantai 2, melanjutkan bincang buku dengan Kang Tasaro. Rasa lapar langsung ku ’binasakan’, diganti rasa penasaran dan semangat untuk meraup inspirasi dari Kang Tasaro. Sampai di TKP, sudah sampai ke sesi pembagian doorprize. Walah, meski dah angkat tangan, tetap aja ga ditunjuk. Bukan rezekiku kali ya dapat kaos dan tasnya. Hehe...
Pada pembagian doorprize ini, ada seorang peserta yang diminta Kang Tasaro untuk membaca Jejaring Muhammad (setelah kubaca sendiri... DAHSYAT!!!)
Baca ya... nih.. (tapi yang lengkap ada di bukunya.. ini hanya sebagian...)
**
JEJARING MUHAMMAD
Pukul 00.55. Saya masih asyik dengan Facebook. Saya ketakutan. Kepala saya seperti digerayangi kengerian. Merinding. Seperti ada yang memperhatikan saya. Sumpah, ini bukan soal jin tomang, kuntilanak, sundel bolong, suster ngesot, dan pasukannya. Ini lebih… spiritual. . Saya seperti merasakan kehadiran Tuhan. Apapun itu. Media apa pun itu. Ini benar-benar sangat spiritual. Mengerikan, tapi juga menenangkan.
Semua bermula dari kementokan.
Saya tidak sanggup bergerak setelah novel itu sampai di halaman folio 252 spasi satu. Ada yang salah. Saya tahu ada yang salah. Menuliskan kisah Muhammad SAW bukan sekedar mengumpulkan sudut pandang Haikal, Martin Lings, Tariq Ramadhan, karen Armstrong, Ibnu Hisyam , dan para penulis yang memahat namanya pada dinding sejarah Muhammad. Tidak. Bukan sesederhana itu. Sebab, saya telah melakukannya dan tetap saja merasa ada yang salah.
Malam itu, sampai pukul 00.00, editor saya bertandang ke rumah. Sedari Maghrib kami berbincang banyak. Dia pemuda fantastik yang sudah tidak butuh pujian. Orang memanggilmu filsuf muda, saya menjulukinya santri gaul.
“Apa yang akan kita bahas malam ini?” tanyanya.
Saya tahu dia bingung. Naskah saya belum berkembang. Padahal, penerbit ingin naskah ni sudah launching awal Januari 2010. Saya katakan kepadanya, saya merasa ada yang salah. Kami kemudian sedikit sekali berbicara tentang teknis naskah. Kami lebih banyak berbincang tentang hidup dan tentang Muhammad.
Dia meyakinkan saya, tidak ada yang kebetulan. Kami saling mengenal sungguh dengan cara baik. Saya tahu dia, dia tahu saya. Tapi kami belum pernah bertemu. Hingga ada seseorang yang membuat kami tak sanggup lagi menampik “jejaring” itu; kami memang harus saling mengenal. Sebelum penerbit meminta dia menjadi editor saya, sudah sejak lama saya memintanya secara pribadi. Dulu dia selalu menolak. Tiga kali saya minta, tiga kali dia menolak.
Ini tentang Muhammad SAW.
Setelah berbulan-bulan saya menggeluti segala literature tentang Muhammad SAW, saya merasa menyerah. Tak sanggup lagi. Saya merasa terkait dengan Rasulullah. Terkait secara emosional. Yang saya lakukan hanyalah menovelkan kisah hidupnya. Itu tidak cukup. Saya benar-benar menyerah. Salman Faridi, petinggi Penerbit Bentang salah orang ketika mendatangi saya dan meminta saya menulis novel tentang Muhammad SAW.
Salah orang. Saya ini Muslim yang payah sekali. Kualitas keimanan saya belum juga membaik. Saya kadang terlalu rasional. Tidak merasa terkait dengan Tuhan. Shalat sekadarnya saja. Doa tidak dibarengi percaya. Ini benar-benar kecelakaan. Salman salah orang.
Malam tadi, ketika sang editor, Fahd Djibran, pamitan, saya berkata, “Seperti pembuat keris, tampaknya saya butuh sebuah ‘ritual’ khusus. Entah apa itu. Sesuatu yang membuat saya yakin untuk menyelesaikan proyek ini.”
Setelah dia benar-benar pulang, saya merenung. Apa sebenarnya yang terjadi pada saya? Sejak kecil saya selalu meyakini Allah dengan cara sendiri. Lingkungan tidak menjanjikan sebuah pemahaman tauhid yang paripurna. Tapi saya tahu, saya terjaga. Entah bagaimana, bisa. Bahkan saya cuma sesekali ikut TPA. Saya bisa membaca hijaiyah umur 22. Sangat terlambat. Tapi entah bagaimana, saya merasa terjaga. Saya tidak menjadi penyembah keris, pohon, atau klenik lainnya. Saya percaya Allah. Saya menghindari makanan yang diharamkan. Begitu saja. Tanpa ilmu sama sekali.
Kemudian waktu berjalan cepat. Saya tumbuh. Sisi spiritual saya tidak tertatah. Maksiat… oh… maksiat. Mungkinkah itu yang membangun tembok antara saya dan Tuhan. Saya tetap sadar Dia mengelilingi saya dengan “matanya”. Tapi saya tidak terlalu peduli. Saya malas belajar lagi untuk mendekati-Nya. Saya hanya menggulirkan hari-hari. Saya tahu saya religius. Minimal sebagai pengarang, saya tidak menulis dengan gaya Fredy S, atau model Nick Carter (bacaan saya waktu SMP). Tapi religiusitas itu sampai di situ saja. Sampai pada tahap saya tidak mau panen royalti di akhirat nanti. Royalti keburukan. Tidak lebih dari itu.
Saya berpikir lagi. Ada apa dengan saya? Ini kesalahan besar. Orang yang semacam saya, mengapa menulis tentang Muhammad SAW? Siapa saya? Saya bentangkan lagi apa pun yang pernah terjadi pada hidup saya. Perlahan tetapi pasti, saya merasa ada keanehan-keanehan. Iseng saya mengecek koleksi buku saya. Tiga buku tentang Muhammad SAW saya ambil. Sekedar ingin tahu, saya mengecek halaman awalnya. Dulu saya punya kebiasaan mencatatkan tanggal, bulan, dan tahun membeli buku.
Seketika saya merasa ada yang tidak biasa. Tiga buku itu : Muhammad sang Pembebas, saya beli pada 12 November 2003, Muhammad sang Nabi pada 14 November, dan Dialah Muhammad pada 20 Muhammad 2003. Dahi saya berkerut. Saya merasa tidak akrab dengan Rasulullah, tidak berkoneksi dengan baik, tidak mengenalnya. Namun, bagaimana mungkin enam tahun lalu, dalam sebulan saya membeli buku tebal-tebal tentang beliau?
Jeda pembelian buku itu memperlihatkan sebuah antusiasme. Tiga buku itu pun sangat lusuh. Artinya saya tidak membelinya sebagai koleksi. Saya benar-benar membacanya. Jadi, enam tahun lalu saya pernah begitu cinta kepada Muhammad SAW. Sesuatu yang selama bertahun-tahun kemudian mongering. Bahkan saya lupa pernah begitu penasaran terhadap dirinya.
“Keanehan” itu lalu saya beritahukan kepada Fahd melalui SMS, Dia membalas dengan sebuah perintah yang membuat saya shock. “Masih ingat diskusi kita tentang cahaya Tuhan yang ditampakkan kepada Musa? Bacalah Surat Tha Ha/Muhammad (20) ayat 12 dan 14, malam ini juga. Lihat maknanya. Perhatikan konfigurasi angkanya. Tidak ada peristiwa yang kebetulan, bukan?”
Saya belum mandi. Belum berwudu. Merasa kotor. Tapi saya tidak peduli. Saya raih Al Qur’an. Lalu mencari dua ayat itu.
“Sungguh, Aku adalah Tuhanmu, maka lepaskan kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah suci, Tuwa.” (Q.S. 20 : 12)
“Sungguh aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakan sholat untuk mengingat Aku.” (Q.S. 20 :14)
Perlahan tapi sangat pasti, saya merasa ada yang menggerayangi kulit kepala saya. Merinding bukan main. Sedikit histeris ketika akhirnya sadar, angka-angka itu! 12… 14… 20. Tanggal-tanggal itu!
Setelah saya curhat tentang tembok antara saya dengan Tuhan, tidak ada koneksi antara saya dengan Rasulullah, seperti seketika ayat-ayat itu disorongkan ke depan mata saya, “LEPASKAN TEROMPAHMU!” Lepaskan duniamu, logikamu, rasionalitasmu, kesombonganmu! (saat menuliskan ini, air mata saya meleleh, tangis saya muncrat dengan suara jelek sekali).
“Kita tidak pernah tahu apa yang menggerakkan Mas Tasaro membeli buku-buku tentang Muhammad pada tanggal 12, 14, dan 20 dalam satu bulan yang sama. Aku juga tidak tahu (si)apa yang menggerakkan untuk membuka Al-Qur’an surah 20 ayat 12 dan 14 dan menyarankanmu membacanya.”
Itu SMS dari Fahd setelah saya mengabarinya sesuatu yang jarang terjadi, “Fahd, akhirnya aku menangis!”
Setelah detik itu lalu saya mengurai lagi apa yang sebenarnya telah mengantar saya ke hari ini. Sebuah jejaring raksasa pada sebuah nama, sebuah konsep, sebuah keagungan: MUHAMMAD. Yah… ini semua… 29 tahun ini… semua sedang menuju sebuah titik : MUHAMMAD
-bersambung-
Tasaro GK
**
SUBHANALLAH!!!!
***
Setelah acara selesai, aku langsung beli bukunya Kang Tasaro. Trus berjalan ke panggung, minta tanda tangan, kata inspiratif, dan foto bareng deh!!!
Pada halaman depan buku Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan itu, Kang Tasaro menuliskan :
”Buat ETIKA… Ada yang mulia dalam namamu…”
Sempat ngobrol sebentar dan memperkenalkan diri. Kang Tasaro bercerita kalau novel ini digarap dalam waktu 6 bulan. Setelah itu sedikit ”memaksa” Kang Tasaro untuk menuliskan lagi kata inspiratif buatku.
”Menulis sampai mati” (Tasaro GK).
Makasih banget ya Kang Tasaro!!!
***
Pulang dari Gramed langsung update status :
”Laksana burung yg pergi pagi dan pulang di senja hari dgn perut kenyang! Alhamdulillah, seharian ni berPETUALANG yg sungguh INSPIRATIF, pulang bw bnyk "oleh-oleh".. Pngalaman, proyek bisnis, buku2, ilmu, ukhuwah, ktmu ma pnulis trkenal, dll. Terima kasih Ya Allah.. Siap ditulis dan upload d blog.. Jgn lp brknjung k zona inspirasi Aisya Avicenna => THICKO ZONE ^^v”
***
Dalam perjalanan ke kost, membaca cover belakang novel setebal 540-an itu...
Kashva pergi dari Suriah, meninggalkan Khosrou, sang penguasa Persia, tempatnya mengabdikan hidup demi menemukan lelaki itu : Muhammad, Al-Amin yang kelahirannya akan membawa rahmat bagi semesta alam, pembela kaum papa, penguasa yang adil kepada rakyatnya. Kehidupan Kashva setelah itu berubah menjadi pelarian penuh kesakitan dan pencarian yang tiada henti terhadap sosok yang dijanjikan. Seorang Pangeran Kedamaian yang dijanjikan oleh semua kitab suci yang dia cari dari setiap ungkapan ayat-ayat Zardhusht sampai puncak-puncak salju di perbatasan India, Pegunungan Tibet, biara di Suriah, Istana Heraklius, dan berakhir di Yatsrib, sang Kota Cahaya. Hasrat dalam diri Kashva sudah tak terbentung lagi. Keinginannya untuk bisa bertemu dengan Muhammad demikian besar hingga tak ada sesuatu pun yang membuatnya jerih. Bahkan maut yang mengintai dari ujung pedang tentara Khosrou tak juga meyurutkan kerinduannya bertemu Muhammad. Kisah pencarian Kashra yang syahdu dalam novel ini akan membawa kita menelusur Jazirah Arab, India, Barrus, hingga Tibet.
Bagaimana kisah selengkapnya???
Hmm, aku akan segera menemukan jawabannya!!!
Bacaan wajib pekan ini nih...
”Buat ETIKA… Ada yang mulia dalam namamu…”
Tulisan Kang Tasaro itu menginspirasi untuk lebih mengenal siapa sejatinya diri ini. Karena ... dengan begitu akan mengenal Allah SWT dan orang-orang yang dicintaiNya, termasuk Rasulullah SAW..

Jakarta, 24 Mei 2010, 17:07
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Mei 2010 di blog sebelumnya