ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

TUJUH LANGKAH CERDAS SAAT BELANJA ONLINE

  
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memaparkan hasil survei berjudul "Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017". Hasil survei tersebut memaparkan bahwa pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 143,26 juta jiwa atau setara 54,7 persen dari total penduduk Indonesia. Luar biasa ya! 

PENTINGKAH RESOLUSI TAHUNAN?



"Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran."
(QS. Al-‘Ashr : 1-3)

NHW #1 ADAB MENUNTUT ILMU




NHW#1_Etika Suryandari_IIP Depok 


Setelah mengikuti pertemuan perdana dan diskusi pada Matrikulasi Institut Ibu Profesional (IIP) Depok yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2017 kemarin, saatnya mengerjakan Nice Home Work (NHW). 

Tergelincir

Sang surya masih malu-malu tersenyum menyapa pagi di sebuah desa yang terletak di kota Brebes.
 ”Pak, Alhamdulillah, Tum masuk jurusan Biologi UGM.”
 ”Alhamdulillah, selamat ya Nduk! Tapi kok wajahmu seperti itu? Seharusnya kamu senang dong. Kamu sudah lulus dan sudah diterima. Memang kenapa lagi?”
 ”Berarti Tum akan jauh sama Bapak dan Ibu?”
”Nduk, kan sudah kita sepakati bersama. Jangan menyesal! Kamu harus percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya. Mungkin Allah punya rencana untuk kamu di sana. Kamu harus yakin itu Nduk! Ayo mana anak Bapak yang pantang menyerah?”
Akhirnya, Tumini berangkat ke Jogja.
Saat Orientasi Mahasiswa Baru, dia bertemu Rossy. 
“Kenalin, gue Rossy dari Jakarta. Elo?” 
”Ehm.. Aku Tumini dari Brebes” 
”Tumini? Eh, lo mau ga jadi temen gue?”
 ”Wah, mau...”
 ”Sip, tapi aku panggil kamu Mini aja ya biar gaul gitu lho!” saran Rossy.
 ”Ehm.. Mini? Bagus juga! Okelah..” 
Sewaktu mereka asyik berbincang-bincang, datanglah seorang gadis berjilbab rapi yang ternyata bernama Dara. Tumini juga berkenalan dengannya. 
Saat Dara berlalu, Rossy kembali berujar. “Gimana kalau besok kita shopping aja sekalian beli perlengkapan kuliah!” 
“Shopping? Hmm.. ehh.. oke deh!” kata Tumini. 
Keesokan harinya mereka shopping. Tanpa kenal waktu, sampai-sampai shalatpun terlewatkan. Tumini pun terdesak dan memakai uang yang diberikan Bapaknya sebagai jatah biaya hidupnya sebulan. Mereka jadi kecanduan shopping. Tumini berubah menjadi gadis yang boros dan sering meninggalkan sholat. Tumini yang dulunya lugu dan pendiam mulai berubah seiring dengan pergaulannya bersama Rossy. Ia suka hura-hura dan sering berbohong pada orang tuanya. Dia selalu meminta uang dengan alasan untuk kuliah, beli buku, dan lain-lain. Padahal uang kirimannya digunakan untuk belanja, nonton, dan hura-hura. Hingga suatu ketika datanglah sepucuk surat dari Ibu. Dengan penuh semangat Tumini membuka surat itu. Namun, ekspresinya berubah seketika. 

Assalamu’alaykum. Wr.Wb... Tum, bapakmu sakit. Sekarang sedang opname di Rumah Sakit. Maaf, Bapak Ibu tidak bisa mengirim uang bulan ini. Tolong uangnya dihemat ya. Doakan Bapak cepat sembuh. Wassalamu’alaykum. Wr.Wb... Ibu 
Tangis Tumini pecah. Tak kuasa ia menahan air matanya. Uangnya habis. Padahal belum bayar biaya kuliah. Tuminipun mencari pinjaman pada Rossy. Akan tetapi, Rossy menolak saat dimintai tolong. Hati Tumini semakin terpukul. Ia mencari tempat untuk menenangkan diri. Ia teringat akan orang tuanya di desa yang susah payah memberi dukungan kepadanya. Tapi kepercayaan itu disalahgunakan. 
Dara memergoki Tumini yang sedang sedih di pojok ruangan. “Mini, aku perhatikan dari tadi kok kamu aneh. Kenapa? Kok menangis? Cerita saja Tumini! Apa gunanya ada teman kalau kamu tidak bisa berbagi dengannya.”
 ”Rossy jahat Ra. Dia ada kalau senang saja, ketika aku sedih dan membutuhkannya, dia malah meninggalkanku. Aku menyesal sudah terpengaruh. Sekarang aku kena batunya.” 
Akhirnya Tumini menceritakan semua kejadian kepada Dara. ”Ya sudah, sekarang begini saja. Aku punya simpanan, nanti pakai uangku dulu saja.”
 ”Makasih ya, kamu sudah menemani dan sudah memberi solusi untuk masalahku ini.”
 ”Iya, sama-sama. Itulah gunanya teman. Ya sudah, baiknya sekarang ikut aku kajian kemuslimahan di masjid yuk biar kamu lebih tenang,” ajak Dara. Tumini pun mengiringi langkah Dara menuju masjid kampus.



Tulisan ini diposting pada bulan Mei 2012 di blog sebelumnya.
 

Janji Allah Bagi Orang yang Akan Menikah


Ketika seorang muslim baik pria atau wanita akan menikah, biasanya akan timbul perasaan yang bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pendamping, dll. Bahkan ketika dalam proses taaruf sekalipun masih ada juga perasaan keraguan. 
Inilah kabar gembira berupa janji Allah bagi orang yang akan menikah. Bergembiralah wahai saudaraku… 

1. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”. (QS. An Nuur : 26) 
Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Semoga Allah memberikan hanya yang baik buat kita. Amin. 

2. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An Nuur: 32) 

Sebagian para pemuda ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika para pemuda telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”. 

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada para pemuda dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah, dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab para pemuda bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya, maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rzjeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya? 

3. “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160) 

Bagi siapa saja yang menikah dengan niat menjaga kesucian dirinya, maka berhak mendapatkan pertolongan dari Allah berdasarkan penegasan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini. Dan pertolongan Allah itu pasti datang. 

4. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar Ruum : 21) 

5. “Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ”. (QS. Al Mu’min : 60) 

Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut, dan seterusnya. 

Dalam berdoa perhatikan adab dan sebab terkabulnya doa. Diantaranya adalah ikhlash, bersungguh-sungguh, merendahkan diri, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dll. 

Perhatikan juga waktu-waktu yang mustajab dalam berdoa. Diantaranya adalah berdoa pada waktu sepertiga malam yang terakhir dimana Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia, pada waktu antara adzan dan iqamah, pada waktu turun hujan, dll. 

Perhatikan juga penghalang terkabulnya doa. Diantaranya adalah makan dan minum dari yang haram, juga makan, minum dan berpakaian dari usaha yang haram, melakukan apa yang diharamkan Allah, dan lain-lain. 

Manfaat lain dari berdoa berarti kita meyakini keberadaan Allah, mengakui bahwa Allah itu tempat meminta, mengakui bahwa Allah Maha Kaya, mengakui bahwa Allah Maha Mendengar, dst. 

Sebagian orang ketika jodohnya tidak kunjung datang maka mereka pergi ke dukun-dukun berharap agar jodohnya lancar. Sebagian orang ada juga yang menggunakan guna-guna. Cara-cara seperti ini jelas dilarang oleh Islam. Perhatikan hadits-hadits berikut yang merupakan peringatan keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

“Barang siapa yang mendatangi peramal / dukun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam”. (Hadits shahih riwayat Muslim (7/37) dan Ahmad). 

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Maka janganlah kamu mendatangi dukun-dukun itu.” (Shahih riwayat Muslim juz 7 hal. 35). 

Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya jampi-jampi (mantera) dan jimat-jimat dan guna-guna (pelet) itu adalah (hukumnya) syirik.” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad dan Hakim). 

6. ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat”. (QS. Al Baqarah : 153) 
Mintalah tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Tentunya agar datang pertolongan Allah, maka kita juga harus bersabar sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga harus shalat sesuai Sunnahnya dan terbebas dari bid’ah-bid’ah. 

7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Alam Nasyrah : 5 – 6) 
Ini juga janji Allah. Mungkin terasa bagi kita jodoh yang dinanti tidak kunjung datang. Segalanya terasa sulit. Tetapi kita harus tetap berbaik sangka kepada Allah dan yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Allah sendiri yang menegaskan dua kali dalam Surat Alam Nasyrah. 

8. “Hai orang-orang yang beriman jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad : 7) 
Agar Allah Tabaraka wa Ta’ala menolong kita, maka kita tolong agama Allah. Baik dengan berinfak di jalan-Nya, membantu penyebaran dakwah Islam dengan penyebaran buletin atau buku-buku Islam, membantu penyelenggaraan pengajian, dll. Dengan itu semoga Allah menolong kita. 

9. “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Hajj : 40) 

10. “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. Al Baqarah : 214) 


Itulah janji Allah. Dan Allah tidak akan menyalahi janjinya. Kalaupun Allah tidak / belum mengabulkan doa kita, tentu ada hikmah dan kasih sayang Allah yang lebih besar buat kita. Kita harus berbaik sangka kepada Allah. Inilah keyakinan yang harus ada pada setiap muslim. 

Jadi, kenapa ragu dengan janji Allah? 

Berbagai sumber
Aisya Avicenna

Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.

Peran Muslimah itu Strategis dan Kontributif


Oleh: Almarhumah Ustadzah Yoyoh Yusroh

Peran sahabiyyah di zaman Rasulullah Saw. sangat banyak dan beragam. Sementara sekarang ada pemikiran yang mengerucutkan peran muslimah itu menjadi dua poin ekstrim ibu bekerja dan ibu rumahtangga. Bagaimana sebenarnya? Peran muslimah, sesungguhnya bukan sekedar pelengkap, pemanis, atau sekedar peran di belakang layar. Dari siroh (sejarah) kita belajar bahwa mereka juga menjalankan peran-peran strategis. 
Dalam perencanaan penempatan pasukan, misalnya, muslimah ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan fitrahnya, di belakang. Namun, pada saat-saat genting, Rasul tidak melarang muslimah untuk mengambil peran-peran penting, bahkan meski itu mengambil tempatnya para sahabat. Contoh, Nasibah Al-Mazniyyah, Srikandi Perang Uhud. Di saat genting, Umar, dan bahkan Abu Bakar minggir ketika mendengar kabar Rasulullah telah mati. Mereka tidak punya semangat lagi untuk berjihad, karena mereka pikir, siapa lagi yang mau dibela? Saat itu Rasul pingsan. Saat tersadar, ia tidak melihat kehadiran orang lain kecuali Nasibah. Kemudian Rasulullah mempersilakannya meminta kepadanya, ''Ya Nasibah, salmi, salmi/mintalah , mintalah''. Kemudian Nasibah meminta ''Ya Allah jadikanlah aku sebagai temannya di surga''. Rasullah langsung memohon kepada Allah '' Ya Allah jadikanlah Nasibah ini menjadi temanku di surga,'' 

Nasibah berperan langsung, bahkan dalam perang fisik. Tadinya ia memegang dua pedang. Tapi, setelah ia kehilangan sebelah tangannya, ia memberikan salah satu pedangnya kepada anaknya. 

Dalam peperangan itu, Nasibah kehilangan suami, anak, dan sebagian anggota badannya. Dalam kondisi genting seperti itu, Rasulullah tidak mengatakan ''Nasibah, ngapain kamu di sini?'' Tidak. Jadi, meski sebelumnya ia berada di deretan pasukan belakang, saat itu Nasibah berperan sebagai pendamping rasul karena tidak ada yang melakukannya. 

Bagaimana kerjasama yang dibangun oleh para sahabiyat sehingga mereka mampu menjalankan peranan yang beraneka ragam? 

Pada masa itu, muslimah itu adalah obyek sekaligus subyek. Seperti yang dikatakan Rasulullah an-nisaai saqoo iqurrijal, wanita itu saudara kandungnya laki-laki. Namanya saudara kandung, ya harus tolong menolong. 

Bentuk realisasi tolong-menolongnya bagaimana? 

Ada penjelasan dalam buku alakhwatul mu'minah, karangan Munir Gadhban. Saat Ja'far Aththoyyar meninggal, para muslimah menjalankan aksi untuk meringankan beban keluarganya, terutama istrinya, Asma’ binti Umais. Tidak ada aktivitas masak saat itu di rumah Asma karena para sahabiyat telah memasakannya di rumah mereka masing-masing. 

Aplikasinya zaman sekarang, kita harus saling membantu saat akhwat yang lain membutuhkan kita. Sebagaimana kita mengetahui bahwa suksesnya dakwahnya rasul sangat didukung oleh kerjasama para sahabiyat. Bila suami-suami para sahabiyat lain sedang berjihad, mereka saling tolong-menolong. Padahal perginya para sahabat itu bukan cuma berbilang hari, tapi berbilang bulan. Dan hal itu kan tidak mudah. Saat suami tidak ada di rumah, para sahabiyat kan harus menjalankan peran ibu sekaligus ayah, yang antara lain adalah sebagai penyangga ekonomi. 

Lalu, bagaimana kaitannya dengan muslimah sekarang yang menjalani peran profesionalnya? 

Peran profesional muslimah adalah peran kontributif. Peran utamanya adalah di rumah. Ketika dia ke luar rumah dan menjalankan peran sesuai dengan kapasitasnya secara jujur, sesungguhnya ia tengah ikut bersama kaum pria untuk membangun bangsa ini. Meski demikian perlu diingat, bahwa kalau mau dilihat secara jumlah atau prosentasenya, sebenarnya wanita yang dikaruniai peran kontributif itu jumlahnya lebih kecil daripada ‘wanita rata-rata’. 

Ketika seorang muslimah memiliki potensi dan kesempatan untuk menjalani peran publik, maka ia harus menjalaninya dengan baik. Ia harus didukung oleh keluarganya, juga oleh masyarakat (negara). Keluarga harus merelakan waktu dan tenaga muslimah ini tidak hanya untuk keluarga, tapi juga untuk menjalankan amanah profesi. Muslimah itu juga harus menjalaninya profesinya secara amanah, sejujur-jujurnya. Caranya adalah dengan mencari cara yang efektif dan efisien untuk berperan optimal. 

Keluarga, tetangga, dan kerabat pun seharusnya mendukung dengan cara bekerjasama. Misalnya, tetangga bisa terlibat dengan pengasuhan anaknya. Bukan mencemooh. 

Pemerintah juga berkewajiban menyediakan Tempat Penitipan Anak (TPA) karena menggunakan tenaga dan pikiran ibu2. Idealnya, setiap instansi itu kan punya. 

Kita memang perlu menciptakan dunia yang ramah bagi muslimah, ramah untuk peran reproduksi wanita. 

Sekarang ini muslimah kita yang menjalankan amanah publik menjadi penuh perasaan bersalah. Tidak ada dukungan dari keluarga, dari tempat bekerja, dari pemerintah. Bahkan, sedihnya sesama muslimah pun tidak bekerjasama, tapi malah mencemooh. Akibatnya, muslimah yang bekerja di luar rumah tidak optimal karena tidak ada daya dukung. 

Bagaimana dengan muslimah yang masih membuat dikotomi peran secara ekstrim? Apa yang dapat dilakukan untuk menjembatani keduanya? 

Muslimah harus jujur melaksanakan potensinya. Ketika dia punya potensi publik, ia harus menjalankan peranan publiknya tanpa mengabaikan peranannya yang utama, sebagai ibu dan istri. Ketika dia tidak memiliki kapasitas publik, maka ia harus berupaya optimal menjalankan peranan utamanya itu. 

Idealnya, keduanya dapat membangun kerjasama nyata. Bukan saling mencemooh, atau merasa diri paling shalihat di antara yang lain.


Tulisan ini diposting pada bulan Oktober 2011 di blog sebelumnya.


Cahaya Kartini untuk Para Muslimah

Sumber : http://www.olarv.com


"Eh, besok kantor lo wajib pakai kebaya nggak?"
"Iya nih, tapi gue males ah. Apaan, nggak ada esensinya."
Itulah sepintas obrolan dua orang muslimah yang tertangkap di telinga saya saat sedang menunggu kereta sore tadi (20/4). Posisi bersebelahan membuat obrolan mereka terdengar.
Hmm, di kantor saya pun ada edaran untuk mengenakan kebaya di Hari Kartini dengan tujuan untuk  menggalakkan budaya nasional dan meningkatkan pemakaian pakaian dalam negeri. Yap, tujuan yang sangat bagus.

Lain cerita, beberapa ibu-ibu di kantor yang anaknya sudah sekolah baik TK sampai SMA tengah diributkan dengan acara "Kartinian" di sekolah anaknya. Anak-anak diharuskan memakai pakaian adat atau aneka kostum dalam rangka peringatan Hari Kartini tersebut. Orang tua kelabakan, tapi ya gimana lagi, sekali dalam setahun ini kok!
Nah, apakah harus 'selalu demikian' acapkali tanggal 21 April datang? Sebenarnya apa sih esensi dari hari Kartini?

Sejatinya Kartini adalah seorang yang benar-benar merindukan pemahaman mendalam akan agama yang dianutnya yaitu Islam. Kartini memendam kegalauan luar biasa saat mempelajari Islam.  Ketika Kartini masih belia, beliau belajar membaca Alquran, meski sayangnya tidak memahami apa yang  dibacanya. Kartini sangat ingin mengerti isi kandungan Alquran. Namun,  waktu itu Alquran tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun, termasuk bahasa Jawa sekalipun.  Bahkan Guru ngaji Kartini memarahinya karena dia bertanya tentang arti sebuah ayat Al-Qur’an lalu disuruh keluar ruangan. Sampai akhirnya Kartini tidak mau lagi membaca Al-Qur’an. Menurutnya, mempelajari Alquran tanpa memahami artinya adalah sesuatu yang tidak berguna.

Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, Kartini menulis; “Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca. Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya. Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?”

Kartini melanjutkan curhatnya dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Nyonya Abendanon, “Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya. Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.”

Kegalauan Kartini menemukan jawabnya tatkala beliau bertemu dengan Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar (Kyai Sholeh Darat) saat mengikuti pengajian di rumah pamannya yang menjadi Bupati di Demak. Saat itu Kyai Sholeh Darat mengajarkan tafsir surat Al-Fatihah. Kartini terkagum-kagum dengan uraian yang disampaikan Kyai Sholeh Darat karena selama ini beliau gelap akan makna ayat-ayat suci Alquran yang diajarkan gurunya meski sejatinya Kartini adalah sosok muslimah yang cerdas dan kritis.

Berikut percakapan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat: “Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?”, Kartini membuka dialog dengan pertanyaan yang menohok.

Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.  

“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.

Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Alquran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Alquran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Pada saat itu pemerintah Belanda memang melarang keras para Kyai menerjemahkan Alquran dalam Bahasa Jawa karena dikhawatirkan akan membangkitkan jiwa pemberontakan penduduk pada para penjajah. Akhirnya Kyai Sholeh berkeputusan untuk menerjemahkan Alquran dengan menggunakan bahasa Jawa dan huruf arab pegon (gundul) yang tidak dikuasai Belanda. Terjemahan ini baru sampai Surat Ibrahim karena Kyai Sholeh meninggal. Kitab tafsir dan terjemahan Alquran ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah  dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang. Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan: “Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya.  Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari  ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya,  sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa  yang saya pahami.”

Dalam surat Kartini tanggal 27 Oktober 1902 kepada Nyonya Abendanon, beliau menulis, “Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban. Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.”

Dalam suratnya kepada Nyonya Van Kol tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis “Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.”

Dalam surat Kartini kepada Nyonya Abendanon tanggal 1 Agustus 1903, beliau menulis “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.”

Saat mempelajari Islam lewat Alquran terjemah berbahasa Jawa itu, Kartini jatuh cinta dengan surat Al Baqarah ayat 257 yang artinya “Allah SWT menegaskan: Allah pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir pemimpinnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya ke kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.” Kartini kagum dengan kalimat “Minazh Zhulumaati ilan Nuur” (dari gelap kepada cahaya). Kartini merasakan perubahan pada dirinya dari pemikiran yang masih tak beraturan menjadi pemikiran yang cerah.

Dalam surat-suratnya sebelum meninggal, Kartini banyak mengulang kalimat “Door Duisternis Tot Licht” dalam surat-suratnya sehingga Tuan Abendanon mengumpulkan surat-surat Kartini dan menjadikan kalimat tersebut sebagai judul bukunya. Setelah Kartini wafat, kata “Door Duisternis Tot Licht” diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang” seperti yang kita kenal sampai sekarang, padahal sejatinya itu berasal dari ayat Alquran yang mengandung semangat seruan Islam yang mampu membawa manusia dari kegelapan (kejahiliyahan) menuju tempat yang bercahaya (hidayah dan petunjuk Allah).

Beberapa inspirasi yang bisa kita jadikan evaluasi diri dalam momentum hari Kartini ini antara lain:
1. Sejauh mana kita, sebagai muslimah, dalam mengenal Islam sebagai agama dan mengamalkan ajarannya sesuai syariat. 

2.    Bagaimana kita, sebagai muslimah, berinteraksi dengan Alquran selaku pedoman hidup kita. Apakah kita sudah membaca dengan rutin, memahami, hingga mengamalkan maknanya dalam kehidupan sehari-hari???  

(Khususnya untuk anggota Komunitas One Day One Juz, semoga istiqomah tak hanya sekadar menuntaskan 1 (satu) juz per hari, tapi harus dibarengi juga dengan semangat memahami dan mengamalkan maknanya.) 

3.  Bagaimana kita, sebagai muslimah, senantiasa memperkaya diri dengan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan. Karena kita adalah madrasah pertama bagi anak-anak kita, para generasi penerus peradaban. 

4. Apa usaha kita, sebagai muslimah, untuk senantiasa istiqomah dalam kebaikan, berusaha untuk meninggalkan kejahiliyahan kita dan hijrah menjadi pribadi yang lebih baik.

Semoga cahaya inspirasi dari Kartini selalu berpendar mengiringi kita, muslimah yang terus bercita menjadi mar'atus shalihah :)
Selamat (memuhasabahi makna) Hari Kartini!

Jakarta, 21 April 2016
Aisya Avicenna