ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

#JejaKembara Bersua Asma Nadia



Sabtu, 11 Mei 2013 sekitar pukul 13:00 saya dan suami sudah berada di stasiun Bogor. Siang itu kami akan kembali ke Istana Cinta TOBI di Jakarta setelah 3 (tiga) hari ‘mbolang’ di Bogor. KRL yang akan kami tumpangi belum tiba di stasiun. Kami pun memilih tempat duduk yang kosong untuk menunggu. Sambil menanti kedatangan kereta, saya buka twitter lewat tab kecil saya (namanya TIKIL). Ternyata ada info dari @GramedMatraman bahwasanya tanggal 12 Mei akan diadakan workshop menulis buku nonfiksi best seller bersama mbak Asma Nadia dan suaminya, Mas Isa Alamsyah. 12 Mei? Wah, BESOK dong! Akhirnya saya reply twit tersebut yang juga terhubung dengan mbak @asmanadia. Saya tanyakan, bagaimana mekanisme keikutsertaan di workshop tersebut. Meski belum dibalas, saya langsung utarakan keinginan untuk mengikuti acara tersebut ke suami. Alhamdulillah, suami mengizinkan, bahkan ingin ikut juga. Sekitar jam 2 kurang sedikit, kereta pun datang. Kami segera naik. Back to Jakarta...  

 
Keesokan harinya, sejak pagi Matraman diguyur hujan. Agenda senam pagi bersama warga pun di-cancel. Padahal musik senam yang full semangat sudah terdengar sejak pukul 05:30 tepat di depan rumah. Karena memang lokasi senam berada di sepanjang jalan depan rumah. Berhubung hujan, senam pun di-cancel. Jadilah saya dan suami mulai berolahraga pagi di rumah (menyapu, mengepel, mencuci, dll. Hehe...olahraga juga toh?). Beres-beres rumah baru selesai jelang ‘Asar. Ba’da Asar, saya diminta suami untuk berangkat duluan ke Gramedia Matraman (GM) untuk mengikuti workshop menulis karena dia belum selesai bersiap-siap. Dia akan menyusul. Akhirnya saya berangkat duluan ke GM. Alhamdulillah,saya sangat bersyukur dan merasa sangat beruntung karena rumah saya sangat dekat dengan GM. Cuma jalan sekitar 10 menit, sampe deh! Sampai di GM, subhanallah... sudah penuh euy! Sudah tidak dapat kursi. Setelah registrasi, saya masuk ruangan acara yang terletak di lantai 2. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, hmm.. sudah tidak dapat tempat duduk. Oleh salah satu panitia berkaos Gramedia, saya diminta duduk saja di karpet depan. Akhirnya saya mengajak Mbak Mimin Haway (rekan penulis di FLP Jakarta) untuk duduk di ‘kursi VVIP’ alias karpet tersebut. Saya malah sangat gembira duduk di situ karena bisa lebih dekat dengan ketiga pemateri workshop (Mb Asma Nadia, Mas Isa Alamsyah, dan Putri Salsa). 

 
Sekitar pukul 16:30 acara workshop “Menulis Non Fiksi Best Seller” pun dimulai.. Workshop diawali dengan sedikit pemaparan dari Mbak Asma Nadia. Senangnya bisa kembali bertemu dengan beliau. Mbak Asma sedikit berkisah tentang buku pertamanya. Buku pertama beliau merupakan buku fiksi. Waktu buku pertamanya terbit, bagaimana perasaan beliau? Jawabannya “SENANG-SEDIH-SEDIH”. Mengapa sedihnya dua kali? Kata Mbak Asma, karena buku pertamanya tersebut mirip dengan ‘buku mujarobat’ alias sangat tidak layak kertas yang digunakan. Kualitas cetakannya tidak bagus, imbuhnya. Kata beliau, sampai sekarang pun masih banyak penerbit yang tidak peduli dengan masa depan penulisnya. Asal karya sang penulis terbit, laku dijual, sudah! Dewasa ini, trend buku fiksi mengalami penurunan. Kalau dibandingkan, penerbitan buku fiksi sebesar 30%, sedangkan untuk buku nonfiksi sebesar 70%. Bahkan banyak buku nonfiksi yang BEST SELLER. Memang, keunggulan buku fiksi lebih diserap, lebih menyentuh, dan lebih berkesan. Akan tetapi, buku nonfiksi pun bisa dibuat seperti itu. Yakni dengan menambahkan sentuhan ‘fiksi’ di dalam buku nonfiksi. Seperti yang sudah dilakukan mbak Asma dalam buku-buku nonfiksinya yang hampir semuanya BEST SELLER dan dicetak ulang berkali-kali. 

 
Setelah Mbak Asma memberikan sedikit pengantar, selanjutnya giliran Mas Isa Alamsyah yang memberikan materi pertama tentang “Kunci Nonfiksi BEST SELLER dari sisi eksternal”. Sisi eksternal tersebut yakni dari market dan branding. Ada sepuluh kunci sebagai tips, antara lain : 1.Membaca Trend (Trend berita, istilah, sosial media) 2.Captive Market (Memilih Market yang Pasti) 3.Menempel pada Nama Besar 4.Memilih Market yang Besar 5.Mempunyai Market yang Khusus 6.Mengisi Kekosongan (harus jeli dengan ‘sesuatu’ yang belum dibuat penulis lain) 7.Membuat Perbedaan 8.Kerja Sama Penjualan atau Iklan 9.Cover, Judul, testimoni, endorsment, subjudul, sinopsis yang menarik 10.Workshop, Seminar sebagai bagian dari ‘bedah buku’ 
Di tengah workshop, berulang kali saya menengok ke belakang, untuk mencari suami saya. Hmm, cukup mudah mencari keberadaannya di antara puluhan peserta yang berdiri, Karena suami saya paling cakep di antara mereka *ceileeee... 

 
 Setelah Mas Isa Alamsyah menyampaikan materi pertama, dilanjutkan Mbak Asma menyampaikan materi kedua tentang “Kunci Nonfiksi BEST SELLER dari sisi internal”. Sisi internal yang dimaksud adalah dari isi dan pengarang/penulis yang berjumlah 20 kunci. Keduapuluh kunci tersebut antara lain : 1.Menulis dari yang dikuasai/dipedulikan (catatan hati pengantin, parenting, muslimah) 2.Setelah menemukan tema, mulailah mencari ide yang menarik 3.Bandingkan naskah yang direncanakan dengan buku sejenis yang beredar di pasaran 4.Buat outline, ide yang dipilih akan menjadi benang merah dalam buku 5.Saring pengalaman pribadi (pengalaman sebagai modal dalam menulis) 6.Pastikan menulis naskah yang menggoda pembaca 7.Memasukkan gaya penulisan fiksi agar tidak monoton 8.Ada dialog, tidak monoton 9.Pilih sudut pandang yang tepat 10.Gunakan subjudul untuk menjeda tulisan, agar tidak monoton dan lebih fokus 11.Selipkan dialog 12.Memulai tulisan dengan bagian yang paling menarik 13.Berikan suspens dan klimaks 14.Untuk kumpulan kisah, pastikan untuk menuliskannya dengan variati 15.Hindari memberikan pesan yang terlalu verbal pada pembaca 16.Personalisasi naskah 17.Sentuhan khusus setelah selesai 18.Pilih judul yang menarik perhatian 19.Memberi pengalaman membaca 20.Tersisa setelah membaca (terinspirasi, tercerahkan, sedih, tertawa) buku, menggerakkan 
Beberapa peluang ruang nonfiksi antara lain: 1.Buku-buku how to (pengalaman sejati) 2.Kumpulan kisah/pengalaman yang mengandung keajaiban 3.Buku kewanitaan 4.Parenting, keterampilan 5.Buku catatan perjalanan 6.Buku self improvement dan motivasi 7.Kumpulan hikmah, dll 

 
Setelah pemberian materi dari Mbak Asma, giliran Putri Salsa yang bagi-bagi tips. Chaca-panggilan Putri Salsa- insya Allah akan segera launching bukunya yang ke-12. Keren ya! Putri pertama Mbak Asma dan Mas Isa ini memberikan 3 (tiga) tips luar biasa bagi kami. 1.Keep reading 2.Keep writing3.Keep trying 
Mbak Mimin Haway juga diminta sharing pengalaman karena dia berhasil menjadi salah satu kontributor dalam buku “La Tahzan for HIJABERS” bersama Mbak Asma Nadia. Mbak Mimin bilang, kalau tulisannya sudah sekitar 4 (empat) kali ditolak. Tapi dia mencoba terus, belajar dari pengalaman, hingga akhirnya tulisannya pun dinyatakan lolos dan layak bersanding dengan tulisan Mbak Asma Nadia. Setelah materi selesai, dilanjutkan sesi tanya jawab. Saya pun tak melewatkan kesempatan ini. Gegas saya angkat tangan. Chacha pertama kali yang melihat dan menunjuk saya, karena mbak Asma posisinya membelakangi saya. Akhirnya saya pun mendapat kesempatan bertanya meski sebagai penanya terakhir. Tapi saya anggap ini sangat berkesan karena pada waktu bertanya, saya diminta berdiri. Saya bertanya sambil menunjukkan buku “The Secret of Shalihah”.


 Saya bertanya tentang judul buku tersebut yang menggunakan 2 (dua) bahasa asing. Saya pernah mendapatkan masukan dari salah seorang pembaca buku tersebut bahwa sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia untuk judul buku. Seperti halnya dulu pernah disampaikan bunda Helvy Tiana Rosa saat saya mengikuti workshopnya. Menurut Mbak Asma, sah-sah saja menggunakan bahasa asing sebagai judul. Toh Mbak Asma juga melakukannya (“La Tahzan for Hijabers” salah satunya). Akan tetapi, untuk judul asing, biasanya tidak bisa mendapat penghargaan dari IKAPI. Begitu kata Mbak Asma. Sebelum acara selesai, kami sempat meneriakkan sebuah jargon bersama-sama. “SATU BUKU SEBELUM MATI! BISA!!!” Acara pun selesai saat Maghrib. Seperti biasa, pasca acara banyak yang minta tanda tangan dan foto bareng Mbak Asma. Saya memilih untuk shalat Maghrib terlebih dahulu, setelahnya baru ‘nyegat’ Mbak Asma. Saat keluar ruangan, suami sudah menunggu di dekat pintu keluar. Alhamdulillah, dibelikan buku “Salon Kepribadian’ karya Mbak Asma Nadia. Senangnya! Struk pembeliannya pun bisa ditukarkan dengan sertifikat dan copyan materi workshop. Setelah shalat Maghrib, kami naik ke lantai 2 lagi untuk melancarkan misi mulia. Mbak Asma masih sibuk melayani permintaan foto bareng dan tanda tangan. Saya dan suami pun memilih untuk mengobrol dengan Mas Isa Alamsyah yang berada di samping panggung. Obrolannya sangat seru, tentang calon buku baru suami saya “The Secret of Success”. Insya Allah Mas Isa berkenan memberikan endorsement di buku tersebut. Senangnya! 
 
Akhirnya, tibalah giliran saya dan suami untuk berfoto bersama Mbak Asma dan Mas Isa. Sebelumnya, saya sempat menyerahkan buku “The Secret of Shalihah” kepada Mbak Asma sebagai kenang-kenangan. Setelah foto bareng Mbak Asma dan mas Isa, kami pun turun. Sempat juga foto dengan Chacha di lantai 1. Hehe.. Kemudian bervisualisasi seolah sedang bercakap dengan buah hati kami kelak, “Nak.. kelak kau boleh menjadi apapun yang kau suka, tapi tetap MENULISLAH!” Alhamdulillah, bahagia rasanya hari itu.. Setelah sekian lama diri ini tidak mendapatkan ‘charging’ tentang kepenulisan, hari itu rasanya seperti mendapat energi baru lagi. Bahkan selama acara berlangsung, saya sempat mendapatkan ide tentang buku yang akan saya garap selanjutnya. Cling! Senangnya! Mohon doa, semoga bisa segera mengeksekusinya! Akhir kata, terus SEMANGAT MERANGKAI KARYA! Menulislah, sebelum namamu tertulis di batu nisan... 


Jakarta, 13 Mei 2013 
Salam #TOBISukses, Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Mei 2013 di blog sebelumnya.

Kuatkan Aku, Ya Rabb...

Dengan nama-Mu ya Allah... 
hamba melangkah, berharap Engkau kan meridhoinya sebagai sebuah rangkaian pahala menuju Jannah-Mu...
Dalam langkah-langkah memperjuangkan izzah dan keridhoan... 
Jika langkah ini harus tertatih, kemudian harus terjatuh 
karena sirna sudah kekuatan yang bersemayam dalam diri ini. 
Hanya satu kekuatan yang tiada kan pernah pudar. 
Kekuatan yang tiada lawan sanggup mengalahkannya. 
Kekuatan-Mu Ya Rabbi… 
Kuatkan hamba dengan kekuatan-Mu….


Tulisan ini diposting pada bulan Juni 2012 di blog sebelumnya.

Puisi dalam Plastik

Benang-benang jingga terajut indah di senja kali ini. Mataku tak lepas dari sorot sang bagaskara yang lambat laun kembali ke peraduannya. Saat asyik memandang kepulangan mentari senja itu, aku merasakan ada sesuatu tersangkut di kaki. Sebuah plastik. Aku pungut plastik itu. Awalnya, akan kubuang. Setelah kuamati, ternyata ada yang aneh. Ada kertas di dalamnya. Kemudian, langsung kubuka lipatannya.
Kutulis denting cinta ini di sebuah tebing di pinggiran pantai 
Kamu tahu kenapa? 
Biar ketika menangis… 
Burung-burung camarlah yang menghibur kesedihan 
Biar ketika tertawa… 
Gema-gema alamlah yang mengisi keramaian 
Ketika bergembira… 
Peri-peri memainkan keindahan dawainya 
Di tengah lukisan senja atau fajar di kejauhan 
Saat terasa terluka… 
Buih-buih pantai yang membasuh dengan deburan ombaknya yang tiada akhir mengecup kepedihan 
Bila merengkuh kegundahan… 
Menatap kedatangan kapal-kapal yang singgah Memberi sejuta harapan Setiap orang yang memandang tebing 
Akan melihat indahnya cinta kita! 
Setiap orang yang mendengar gema tebing…
 Akan mendengar melodi kasih kita! 
Apabila ia telah naik ke tebing, sungguh ia telah berada di tengah-tengah
 Segalanya tentang kita! 
Batu Cadas, 10 Oktober 2010 
-ROS- 

Tertegun diriku saat membaca puisi itu. Indah sekali. Ros? Siapakah dia? Aku baca ulang puisi itu. Ada rasa membuncah dalam dada. Aku ingin bertemu dengan Ros. 
10 Oktober 2010? 
Hari ini! Mungkin saja dia tinggal di sekitar pantai. Batu Cadas? Di manakah itu? 
Aku bertanya pada seorang nelayan yang tengah menyiapkan perahunya untuk berlayar malam ini. 
 “Maaf, Pak! Saya mau numpang tanya. Batu Cadas itu di mana ya?” tanyaku. 
Nelayan itu menyeka keringatnya kemudian menjawab, “Ooo, di atas bukit itu Nak!” 
“Terima kasih, Pak!”
 Aku langsung berlari menuju daerah Batu Cadas yang terletak di atas bukit seberang pantai. Tersengal-sengal napasku meski pada akhirnya aku sampai juga di atas bukit. Ada seorang perempuan berkerudung merah tengah menyirami taman mawar di halaman rumah bambunya. “Mbak, Batu Cadas itu di mana ya?” tanyaku
 “Di sini Mas!” jawabnya sambil tersenyum.
 “Mas mau mencari siapa?” “Ros”, jawabku yakin. 
“Kebetulan, saya Ros. Rosmita!”
 “Oh.. perkenalkan, nama saya Aditya,” jawabku sambil mengulurkan tangan. 
Ros membalas jabat tanganku dengan menelangkupkan tangannya di depan dada. 
“Maaf ya Mas, bukan mahramnya”
 “Oh, maaf ya Ros!” aku kikuk.
 “Ros, saya menemukan puisi ini di tepi pantai. Kamu yang menulisnya?” 
“Iya”, Jawab Ros pelan 
“Ros, aku langsung jatuh cinta saat pertama kali puisi ini kubaca!” Ros hanya terdiam.
 “Maukah kau menjadi kekasihku, Ros? Kekasih untuk selamanya.” Ros masih diam. 
“Jawab Ros. Aku ingin kau menjadi pendamping hidupku.”
 “Maaf Mas, saya memang ingin menikah. Tapi maaf, saya tidak bisa menikah dengan Mas!” jawabnya lirih. 
“Mengapa Ros?”
 “Mari ikuti aku, Mas!” Ros berjalan ke belakang rumah. Aku mengikutinya. 
“Mas, tutup mata ya! Mas akan segera tahu alasannya.” Aku menurutinya. “Sekarang buka mata Mas!” Saat kubuka mata. Di depanku ada gundukan tanah merah. Pada nisannya tertulis, “Rosmita, Lahir : 1 Oktober 1985, Wafat : 10 Oktober 2010”. Aku merinding. Ada sekuntum mawar merah dan sebuah plastik berisi kertas di atas gundukan tanah merah itu. Apakah puisinya lagi?



Tulisan ini diposting pada bulan Mei 2012 di blog sebelumnya.