ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.
Tampilkan postingan dengan label RomantiCouple. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RomantiCouple. Tampilkan semua postingan

Catatan Aisya [18] : Menikah Tanpa Pacaran? Why Not?!


Tanggal 18 April 2011? Hari ini, kan? Apa istimewanya hari ini? Semoga kita bisa menemukan keistimewaannya, bahkan kalau perlu sudah membuat rencana luar biasa untuk membuat hari ini istimewa. Saya pun menulis catatan Aisya edisi ke-18 ini karena ada sesuatu yang sangat istimewa. Sebenarnya bukan tertuju pada saya. Tapi pada dua orang yang istimewa bagi saya. Dua orang yang memang baru saya kenal, tapi kebersamaan dengan mereka membuat saya mengenal mereka lebih dari hitungan waktu yang terhitung sejak awal perkenalan kami. Halah! Hemmm, tulisan ini bahkan sudah saya rencanakan jauh-jauh hari. Benar-benar mengistimewakan tanggal 18 April!

Mari kita mulai. Sebut saja lakon dalam kisah ini bernama Uni dan Akang. Sengaja di awal tulisan ini saya menyamarkan nama keduanya. Saya harap pembaca tidak tergesa melihat gambar yang saya pajang di akhir tulisan ini. Gambar tersebut memang buru-buru saya scan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor. Langsung dari buku yang bulan lalu saya baca. Buku itulah yang menjadi referensi utama saya dalam catatan kali ini. Sejak menamatkan buku itu, tergerak pulalah keinginan saya untuk menulis ulang kisahnya pada hari ini, 18 April. Simak ya kisahnya.

Ketika usia Uni memasuki angka 25, masalah pernikahan menjadi topik paling seru yang diangkat orang tuanya. Peringkatnya paling tinggi katanya! Nah, saat usianya mendekati angka 30, topik tersebut semakin melejit ratingnya. Luar biasa! Orang tua Uni seakan tak bosan membicarakannya.

“Kamu mikir umur tidak? Teman-teman sekolahmu dulu sudah pada menikah semua? Sudah pada punya anak!”

Ah, banyak pertanyaan lain dilontarkan pada Uni yang pada intinya berisi tuntutan keras agar Uni segera menikah. Namun, entah mengapa Uni masih saja merasa gamang untuk memenuhi harapan orang tua. Uni tetap menikmati aktivitasnya dalam kesendirian yang mungkin bagi wanita lain cukup menggerahkan.

Di mata Uni, pernikahan merupakan gerbang menuju berbagai persoalan hidup yang lebih rumit dan komplit, bukan sebuah jalan pintas untuk lepas dari status lajang, bukan pula pelarian untuk bebas dari tuntutan orang tua.

Meskipun begitu, Uni juga membenarkan bahwa menghadapi sepuluh persoalan berdua dengan pasangan terasa lebih ringan daripada menghadapi satu persoalan sendirian. Di sini Uni percaya bahwa ikatan pernikahan memiliki kekuatan luar biasa untuk melewati setiap persoalan hidup. Itu pun jika bisa sabar dan ikhlas menjalaninya


“Bu, saya ingin memenuhi keinginan Ibu”. Itulah kalimat yang Uni ucapkan dengan sangat perlahan di hadapan Ibunya saat itu.

“Saya sudah menjatuhkan pilihan, Bu. Insya Allah sekarang saya yakin untuk melangkah!”. Begitu Uni menutup penuturannya saat itu. Yakin, memang hanya itulah yang Uni butuhkan untuk melangkah, terlebih untuk urusan sepenting ini.

Ya, pada akhirnya Allah mempertemukan Uni dengan seseorang yang membuatnya yakin untuk melangkah. Pertemuan yang tak direncanakan itu terjadi September 2003, di acara rutin FLP DKI Jakarta. Pertemuan kedua terjadi di bukan Oktober pada acara yang sama. Namun, sejauh itu mereka sama sekali tidak pernah ngobrol apa-apa. Bertegur sapa pun nyaris hanya sekedar basa-basi singkat. Maklum, Uni sepertinya orang top di FLP DKI Jakarta, jadi agak jaim sedikit sama anak baru. Hehe.. Akang memang anggota baru di FLP DKI Jakarta saat itu.

Pertemuan ketiga saat Temu Sastra Jakarta di TIM. Namun, tetap saja Uni dan Akang tidak berinteraksi banyak. Bahkan saat itu belum ada tanda-tanda bahwa mereka berjodoh. Pertemuan keempat terjadi Januari 2004, saat mereka dan teman-teman FLP DKI Jakarta menjadi instruktur penulisan cerpen di Galeri Cipta TIM. Hari itu Akang mendapat musibah. Tasnya hilang di masjid TIM, lengkap dengan segala isinya, termasuk HP, kunci motor, dsb. Duh, kasihannya...

Bukannya tidak solider, tapi hobi bercandanya sering kambuh. Uni pun nyeletuk, “Tas, dompet, atau HP yang hilang bisa dibeli lagi, tapi kalau Uni yang hilang? Mau dicari ke mana lagi?”

Deg! Ternyata omongan Uni yang bermaksud menghibur itu berdampak lain. Akang melongo abiz, padahal yang lain malah tertawa menanggapi gurauan Uni. Nah, pesan Uni.. buat teman-teman, hati-hati kalau bercanda, bisa-bisa ada yang naksir eh tersinggung maksudnya! Pertemuan selanjutnya tetap biasa saja. Nah, lantas kapan dong mereka membicarakan pernikahan? Beginilah Uni membeberkan rahasianya.

Mereka sempat conference dan chatting bareng dengan anak-anak FLP DKI Jakarta. Nah, di dunia cyber inilah baru muncul keberanian Akang untuk bicara serius. Itu pun setelah dimediatori oleh seorang teman.

“Apa syarat yang harus saya penuhi untuk melamar?” Begitu kira-kira Akang bertanya.
“BT,” jawab Uni singkat.
“Apa itu BT?”
“Berani dan Tulus. Berani meminta saya kepada ibu dan tulus menerima saya apa adanya.”

Wow! Pesan Uni yang kedua buat teman-teman yang masih lajang, jangan kebanyakan mikir dan menduga-duga. Lebih baik langsung tanya, biar kalau ditolak cepat ketahuannya. Hehehe...

Mengapa Uni bisa begitu yakin? Dalam hal ini Uni berani mengatakan bahwa itulah rahasia Allah, sebuah teka-teki yang kadang sulit menemukan jawabannya. Melihat misteriusnya masalah jodoh, Uni juga membenarkan orang-orang yang mengatakan bahwa jodoh tak perlu dicari-cari. Jika sudah tiba waktunya, ia akan datang sendiri. Karena banyak juga bukti gagalnya seseorang menemukan jodoh, padahal ia sudah berusaha kian kemari dengan berbagai cara dan usaha.

Nah, kembali pada pertanyaan tadi. Sebenarnya ketika Akang menyatakan niatnya pada Uni untuk melamar, Uni sama sekali tidak merasa bahwa Akang adalah orang asing. Uni malah seperti sudah lama mengenal Akang meskipun mereka baru bertemu dan jarang berkomunikasi.

Uni memang sempat berpikir, mungkin inilah yang disebut jodoh. Ketika segala kekurangan dan perbedaan terasa wajar adanya, ketika sisi-sisi kehidupan yang satu menjadi pengisi dan pelengkap bagi yang lain, dan ketika hal-hal terburuk –yang telah, sedang dan akan terjadi sekalipun- bisa menjadi sarana untuk lebih mendewasakan diri. Intinya adalah keikhlasan dalam menjalani apa yang sudah digariskan-Nya. Karena itu pula yang membuat kita ikhlas menerima pasangan kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Akhirnya pada tanggal 8 Februari 2004, Akang datang melamar Uni. Pertemuan dua keluarga yang berjalan lancar dan akrab. Pada pertemuan tersebut langsung ditentukan kapan akad nikah akan dilaksanakan. Menurut ajaran Islam, jarak antara lamaran dan nikah kan tidak terlalu lama karena khawatir akan menimbulkan fitnah. Maka disepakatilah akad nikah akan dilaksanakan setelah pemilu pertama di bulan April. Pada awalnya keluarga sudah setuju kalau acaranya hanya akad nikah saja, tanpa pesta. Akan tetapi, ternyata ibu Uni diam-diam menyimpan keinginan untuk membuat pesta di kampung. Uni pun akhirnya setuju meski dengan berat hati ketika akhirnya pesta itu dirayakan di Jakarta pada tanggal 18 April 2004. Kerabat dan kenalan yang tinggal di Jabodetabek saja yang hadir. Sementara teman-teman mereka yang jumlahnya begitu banyak malah sama sekali tidak hadir? Mengapa? Karena tidak diundang ternyata! Hehehe...

Kenapa tidak diundang? Berikut rahasianya...

Sebenarnya diam-diam Uni punya rencana lain, yakni pesta yang khas dengan dunia penulis. Akan tetapi, rencana untuk membuat pesta kejutan itu malah berantakan di tengah jalan karena kabar tentang penikahan Uni terlanjur bocor duluan. Teman-teman yang sudah tahu tentang pernikahan itu langsung heboh. Sangat bisa dimaklumi jika kemudian berbagai pertanyaan menghinggapi benak mereka. Semangat Uni pun surut drastis untuk menggelar pesta kejutan buat teman-teman.

Alhasil, Uni dan Akang hanya membuat pengumuman resmi di acara rutin FLP DKI Jakarta beberapa hari setelah menikah. Seperti yang sudah diperkirakan, mereka jelas terkejut dan nyaris tak percaya. Ekspresi mereka pun bermacam-macam. Ada yang marah, ngamuk, terkejut, kecewa, gembira, dsb. Maklum, di FLP DKI Jakarta memang belum ada yang tahu soal itu kecuali dua orang teman yang memang sengaja diundang pada hari “H” untuk dijadikan saksi, sekaligus pelampiasan amukan teman-teman. Hehehe...

Sebenarnya Uni pernah memposting sebuah puisi dalam milis FLP DKI Jakarta yangberjudul Upacara Khidmat. Namun, teman-teman mungkin tidak menduga jika puisi itu bukan sembarang puisi, melainkan sebuah isyarat terselubung yang tak terbaca oleh mereka.

Menuju Upacara Khidmat

Tak ada barisan para punggawa
Tak ada arak-arakan kereta kencana
Tak ada janur dan panji berjela-jela
Tak ada tabuhan genderang atau tiupan terompet yang menggema
Tak ada lenggokan gemulai dan senandung merdu para penari dan penyanyi wanita
Sungguh tak ada!
Karena ini adalah upacara khidmat yang digelar oleh kalangan istana, khusus untuk dua mempelai yang akan mewarisi Kerajaan Kesejatian
Jadi..
Jangan berharap bisa melihat deretan tamu yang datang menjura
Jangan berharap melihat hidangan mewah yang melimpah ruah
Jangan berharap!
Karena yang akan kau temukan hanyalah taburan bunga shion di skeliling halaman istana, yang disemaikan oleh tangan-tangan pada dayang yang penuh zikir.
Hanya itu!

***

Hmm, mungkin kisah di atas akan membuka kembali ruang kenangan bagi teman-teman FLP DKI Jakarta. Masa lalu yang indah, berkesan, dan penuh makna khususnya bagi pihak-pihak yang menjadi tokoh utama dalam kisah ini. Kisah di atas saya dapatkan dari buku “How to Get Married : Sebuah Panduan Meraih Jodoh Tanpa Pacaran” (DAR!Mizan, 2005) yang ditulis beberapa penulis ternama seperti : Yus R. Ismail, Afifah Afra, Robi’ah Al-Adawiyah, Dadan Ramadhan, M.Fauzil Adhim, Tasaro, Salman Iskandar, O. Solihin, Iwan Januar, Teguh Iman Prasetyo, Aswi, dan tentunya Novia Syahidah.


Hmm… kepada Kang Arul dan Uni Via... Barakallah...Semoga senantiasa menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah sampai akhir nanti. Bahagia dunia akhirat lah.. Maaf ya, kisahnya saya tulis ulang. Semoga berkenan. Salah sendiri kisahnya bagus! Hehe.. Semoga kisah di atas menjadi pembelajaran berharga buat kami semua, khususnya bagi diri ini yang juga memiliki keinginan besar untuk menikah tanpa pacaran...


Buat Uni Via dan Kang ARul, makasih ya saya sudah dipertemukan dengan ONGOL-ONGOL!!!! ^^v


Jakarta, 18 April 2011

Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Catatan Aisya [11] : Antara Aku, Itsar, dan Cut Mala


“Tik, aku ingin bercerita padamu,” kata sahabat saya di suatu pagi. Sebut saja namanya Dinda.

“Ya, ada apa?” tanyaku.

“Tadi aku sempat diskusi dengan Kak Adit. Kamu tahu dia kan? Dia sekelas sama aku di kampus,” jelasnya padaku. Sahabatku itu tengah melanjutkan S2-nya.

“Oh, Kak Adit? Insya Allah aku tahu.

“Hmm... awalnya kami diskusi masalah tugas kuliah, hingga akhirnya dia bertanya kapan aku akan menikah,” jelasnya lirih.

“Hah??? Trus kamu jawab apa???” tanyaku kaget bin penasaran.

“Aku jawab insya Allah segera. Setelah itu Kak Adit malah berencana mengenalkanku dengan temannya yang sudah siap menikah,” terangnya kemudian.

“Masya Allah...” aku tambah terkejut.

“Tik, aku tanya. Apakah sikap Kak Adit ini termasuk itsar? Dia lebih mendahulukan saudaranya, sedangkan dirinya sendiri juga belum menikah. Ataukah sikapku menerima tawaran Kak Adit tersebut juga termasuk itsar padahal sebenarnya aku menginginkan orang seperti Kak Adit-lah yang kelak menjadi pendampingku. Aku mendahulukan ikhwan temannya Kak Adit itu dan mengalahkan perasaanku pada Kak Adit. Aku bingung, Tik!”

“Sama. Aku juga. Hehe...,” aku pun spechless.

Percakapan di atas terinspirasi dari sebuah kisah nyata seorang sahabat. Semoga yang bersangkutan bisa segera menemukan jawaban atas pertanyaan yang masih bercokol dalam dirinya. Hmm, aku pun mencoba merenungkan dan mengambil pelajaran dari kisah di atas. Hingga akhirnya aku menemukan petikan cerita dari Novel berjudul Ketika Cinta Bertasbih 1, karya Habiburrahman El Shirazy, hal. 341-343. Berikut petikan kisahnya. Semoga sedikit tulisan ini juga bisa menjadi jawaban.

***

Cut Mala membawa diktat kuliahnya. Segala yang musykil baginya ia tanyakan dengan tanpa rasa malu pada Anna. Anna menjawab sejelas-jelasnya dengan penuh kesabaran.

”Kak Anna, maksud kaidah ini apa?” tanya Cut Mala.

”Coba baca kaidahnya!” pinta Anna.

”Kaidahnya begini Kak, Al Itsar bil Qurbi makruuhun wa fii ghoirihaa mahbuubun. Di sini tidak ada penjelasan dan contohnya sama sekali Kak. Saya belum benar-benar paham”

Anna langsung menjawab dengan tenang,

”Kaidah itu artinya, al-itsar(mengutamakan orang lain), dalam hal mendekatkan diri kepada Allah atau mengutamakan orang lain dalam hal ibadah itu hukumnya makruh. Adapun mengutamakan orang lain pada selain ibadah itu dianjurkan.

Dalam ibadah, yang dianjurkan dan disunahkan adalah berlomba-lomba mendapatkan yang paling afdhol, mendapatkan pahala yang paling banyak. Maka mengutamakan orang lain dalam hal ini sangat tidak dianjurkan alias makruh.

Contohnya, jika seseorang memiliki air yang hanya cukup buat berwudhu untuk dirinya saja, maka ia tidak boleh memberikan air itu pada orang lain, agar orang lain bisa berwudhu sementara ia tayamum. Yang benar adalah dia menggunakan air itu untuk wudhu biarkan orang lain tayamum. Kecuali jika ada orang lain yang membutuhkan air untuk minum karena kehausan, maka ia sebaiknya memberikan air itu padanya dan dia bisa bersuci dengan tayamum.

Contoh lain, jika seorang muslimah memiliki satu mukena, lalu datang waktu sholat. Ia tidak diperbolehkan mempersilakan orang lain sholat dulu menggunakan mukenanya dan ia menunggu setelah orang-orang selesai menggunakan mukenanya. Yang benar adalah ia harus segera sholat sebelum yang lain. Ia harus mengutamakan dirinya, sebab sholat di awal waktu itu lebih afdhol (utama). Baru setelah ia sholat ia bisa meminjamkan pada orang lain. Dalam ibadah, sekali lagi dimakruhkan mengutamakan orang lain.

Begitu maksud kaidah itu Dik. Kau bisa menganalogkan dengan yang lain”

Cut Mala tampak puas mendengar jawaban itu. Tiba-tiba ia terpikir sesuatu yang menarik untuk ia tanyakan,

”Maaf Kak saya mau tanya, Kalau misalnya. Sekali lagi ini misalnya lho Kak. Misalnya ada seorang akhwat dilamar oleh seorang ikhwan yang sangat baik. Baik agamanya, akhlaqnya, prestasinya juga wajahnya. Lalu ia mengalah, mengutamakan saudarinya yang menurutnya lebih baik darinya dan lebih pantas menikah dengan ikhwan tadi. Apa itu termasuk makruh Kak?”

Anna menatap kedua mata Mala. Sebuah pertanyaan yang membuatnya tersenyum sekaligus kagum akan kreativitas gadis Aceh tersebut. Bukankah pertanyaan yang baik adalah sebagian dari ilmu?

”Menurutmu menikah itu ibadah nggak Dik?” tanya Anna.

”Ibadah Kak, bukankah menikah itu menyempurnakan separoh agama?”

”Jadi jelas kan jawabannya. “

***

Terus terang aku tertarik pada pemaparan yang terdapat di dalamnya, yaitu tentang al-Itsar (mengutamakan orang lain). Banyak kita jumpai dalam keseharian, sebagian orang masih salah dalam memahami kaidah itsar tersebut. Sehingga kesalahan pemahaman itu bedampak pada aplikasi amal perbuatan yang juga salah. Di satu sisi ada orang yang cenderung senantiasa mengutamakan orang lain dalam segala aspek kehidupan sosial, termasuk didalamnya aspek ibadah. Di sisi yang lain, ada sebagian orang yang cenderung eksklusif dalam segala aspek. Mereka cenderung hanya mementingkan diri sendiri, tidak mau berbuat itsar sedikitpun kepada orang lain.

Sekarang, marilah kita bersikap adil, menempatkan segala persoalan pada tempatnya dan mensifatinya sesuai dengan sifatnya masing-masing. Dalam soal ibadah, mari kita utamakan diri kita dahulu baru orang lain, tetapi dalam urusan sosial kemasyarakatan kita utamakan orang lain terlebih dahulu. Ada juga kisah yang cukup mengharukan, tentang itsar, bagaimana sahabat mengutamakan saudaranya dalam urusan dunia. Simak baik-baik kisah berikut:

Abu Hurairah berkata:

Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar”. Maka Rasulullah menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada dirumahnya, namun beliau menjawab: “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya tidak berbeda. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama.

Kemudian Rasulullah bersabda:

“Siapakah yang mau menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya”.

Maka berdirilah salah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata: “Saya wahai Rasulullah”. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim): “Apakah kamu memiliki makanan?”. Istrinya menjawab: “Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak”. Abu Thalhah berkata: ”Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah anak-anak kita. Nanti apabila tamu saya masuk maka akan saya matikan lampu lalu kuperlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan maka berdirilah.

Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut sementara kedua sumi-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah lalu Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub (atau tersenyum) terhadap fulan dan fulanah”.

Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:

“Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian” .

Di akhir hadits disebutkan:

Maka turunlah ayat yang artinya

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-Hasyr : 9).



KONTEMPLASI SORE

Wonogiri, 11 April 2011

Aisya Avicenna

writer@www.aisyaavicenna.com


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Catatan Aisya [8] : Waspadai Arus Gombalisasi


Alhamdulillah, hari ini berhasil bangun pukul 00.00 lebihnya beberapa detik kayaknya. Setelah melakukan ritual sepertiga malam (baca : sholat tahajud), akhirnya memutuskan untuk menyalakan laptop. Awalnya mau menulis sebuah renungan kala tahajud tadi, tapi malah membuka file-file lama yang tersimpan di flash disk. Insya Allah nulis renungannya setelah ini saja. Saya tertarik dengan file yang berjudul “Kegombalan di Kalangan Aktivis Dakwah”. Saya baca keseluruhan artikel yang ditulis oleh ukhti Aliyah Ash-Shofiyah. Akhirnya saya putuskan untuk memposting tulisannya. Harapannya sih biar banyak yang tersinggung. Hem!!! ^^v Maksudnya, biar banyak yang bisa mengambil pelajaran dari tulisan beliau. Karena saya akui, apa yang ditulis ukhti Aliyah memang benar-benar terjadi di sekitar kita.

Berikut tulisan beliau yang sudah saya edit (tanpa mengubah substansinya). Silakan disimak!

***

Hal yang sangat menarik salah satunya adalah menyimak romantika di dunia aktivis dakwah. Di antara sebegitu banyak yang memiliki komitmen perjuangan, ada juga beberapa yang kadang tergelincir pada jebakan interaksi ikhwan-akhwat. Karena memiliki amanah yang sama, sesama pengurus harian lembaga, atau berada dalam satu bidang, bisa juga dalam satu kepanitiaan, membuat interaksi kerja menjadi lebih intens.

Intensitas hubungan kerja itu suatu saat dapat menumbuhkan benih-benih simpati atau bahkan cinta di antara ikhwan dan akhwat. Hal ini bisa jadi fenomena yang wajar, karena cinta kepada lawan jenis itu fitrah manusia, katanya. Tapi meski fitrah, tetap aja ada risikonya, terutama pada keikhlasan beramal, sehingga bila ada bibit riya’ dan ujub bisa menghanguskan pahala yang seharusnya didapat. Namun jika ternyata tidak dapat mencegah adanya perasaan seperti itu, ya harus berusaha menjaga keikhlasan, dan tetap simpati (simpan dalam hati). Apabila perasaan itu telah mewujud pada realisasi amal, baik lisan maupun perbuatan, maka tak ayal akan terjadi juga gombalisasi di sini.

Sering seseorang ingin mengekspresikan atau menyampaikan perasaannya yang sedang membuncah karena cinta. Bagi aktivis dakwah, hal seperti ini harusnya disimpan rapat-rapat dalam lubuk hatinya, jangan sampai si “dia” memergoki adanya perasaan itu. Gengsi dong!! Namun suatu saat pertahanan itu bisa jebol manakala perasaan itu makin menjadi-jadi sedang keimanan dalam kondisi menurun. Maka lahirlah sebentuk perhatian pada si “dia”, baik berupa nasehat, tausiyah, pujian, menanyakan sesuatu (baik tanya beneran atau pun pura-pura bertanya hayoo…) atau sekadar menanyakan kabar. Entah itu lewat SMS, telpon, saat chatting, via e-mail bisa juga dalam rapat koordinasi. Hmm, yang terbaru sih lewat FB, baik itu sering nge-like atau komen status.

Dari pengamatan, yang paling banyak terjadi adalah adanya gombalisme via SMS, kita sebut saja sebagai SMS gombal. Kita simak contoh SMS-SMS ini….

“Aslm. Apa kbr? Ukhti, ana sungguh kagum dgn semangat anti. Amanah anti di mana-mana namun semuanya bisa tetap tawazun. Anti benar-benar mujahidah tangguh. Tetep semangat ya Ukhti!”

“Salut sama Ukhti! Anti sungguh militan. Hujan deras seperti itu datang rapat dgn jalan kaki. Jaga kesehatan ya. Ana nggak rela klo Anti sampai jatuh sakit…”

Akhwat:

“Aww. Apa kabar? Akhi, sedang ngapain nih? Sudah makan belum? Jangan sampai lupa makan ya..”

Ikhwan:

“Www. Alhamdulillaah, menjadi jauh lebih baik setelah Anti SMS ^_^. Ane sedang memikirkan seorang bidadari dunia yang begitu anggun mempesona. Hmm… ane belum makan, tapi dah gak terasa lapar klo ingat sama Anti…”

(Halah… gombal semua tuh!!!)

Ada yang lebih parah nih … kayak gini:

“Aww. Wah .. Anti makin terlihat anggun dengan jilbab merah tadi…”

“Assalaamu ‘alaikum. Apa kbr? Lama nggak kontak ya. Ane kangen ma suara Anti…”

“ … Ane janji akan menikahi Anti setelah lulus nanti ….”

Oh .. NO!!!!! Aneh-aneh aja isi SMS-nya. Mungkin lebih banyak lagi SMS-SMS aneh lainnya yang belum terdeteksi. Hmm.. bagaimana reaksi si penerima? Ya bervariasi, ada yang cuek saja, ada yang merasa risih, ada yang membalas biasa, ada yang bertanya-tanya bin penasaran, ada juga yang suka dan berbunga-bunga, ada yang kemudian menaruh harapan. Kita simak penggalan berikut…

Pada dini hari sekitar pukul dua pagi, suara berisik nada SMS membangunkan seorang akhwat dari perjalanan tidurnya. SMS dari siapa nih malam-malam gini, pikirnya. Serta merta dia buka SMS-nya, hah… dari seorang ikhwan, bunyinya:

”Wahai Ukhty, segera terjagalah dari mimpi indahmu, bangunlah dari peraduanmu, basuhlah wajah dan anggota tubuhmu agar bersinar di hari kemudian, bersujud dan bersimpuhlah kepada Allah, agungkanlah Asma-Nya. Niscaya Allah akan meridhoi langkah kita dan mengabulkan cita dan harapan kita.”

Sang akhwat tertegun, ngapain malam-malam begini si ikhwan itu ngirim SMS, kurang kerjaan aja. Dasar, sok perhatian! Namun tanpa sadar jari-jari lentik akhwat itu mengetik balasan:

“Jazakallah khairan, Akh. Jangan kapok tuk sering ngingetin ane ya…”

Nah lo!!

Coba dirasa-rasakan, apa SMS-SMS semacam itu tidak berisiko? Bagus sih sepertinya, membangunkan untuk sholat tahajud tapi efek sampingnya bisa menimbulkan penyakit-penyakit hati. Bikin merajalelanya VMJ (Virus Merah Jambu). Waa.. kalau virus yang satu ini menyebar, bisa repot. Sulit nyari vaksin atau anti virusnya.

Makanya ingat, penyebab awal perlu dicegah, yakni adanya gombalisasi. Kalau si gombal dah nyebar, maka sedikit banyak korban bisa berjatuhan. Baik ‘lecet-lecet’ ringan maupun ‘luka’ berat. Bahkan nanti nggak hanya berdampak pada hati, tapi juga fisik. Lha bayangin saja kalau jadi nggak enak makan, nggak nyaman tidur karena tiap mau makan ingat dia, mau tidur ingat dia, mau ngapain aja ingat dia, apa nggak lama-kelamaan bisa kurus tuh? Trus, siapa korbannya? Siapa lagi kalau bukan kaum wanita/akhwat.

Mestinya paham dong gimana fitrah perasaan mereka. Mereka senang dan suka bila diberi perhatian, bisa berbunga-bunga hatinya. Dan tipe cinta mereka (kebanyakan) adalah jatuh cinta sekali yang dibawa sampai mati, kayak Nurul dalam novel AAC itu loh… Trus mereka juga mudah berharap. Nah tuh, coba pikir kalau sampai mereka jatuh cinta, kemudian sampai berharap. Jika kemudian cinta dan harap itu tidak kesampaian, apa nggak sakiiiit banget nanti? Apa tega, mendholimi mereka seperti itu?

So, khususnya bagi para ikhwan, jaga diri, jaga hati, jaga gengsi. Jangan asal kirim SMS, lebih-lebih SMS gombal bin murahan. Juga jangan asal balas SMS, apalagi dengan SMS gombal. Ini nih contoh balasan yang ngegombal….

Akhwat :

“Ane pengin rihlah, ke syurga …”

Ikhwan :

“Ukhty, ke mana pun Anti mau pergi, saya akan bersedia menemani, meski taruhannya jiwa ini …” (He..he..he.. peace Ukhti ^_^ )

Nah!! Dasar gombal! Jaga gengsi dong. Ini nih…. Barisan kata berikut mungkin bisa menggambarkan ikhwan yang nggak mau nggombal.

Karena Aku Mencintaimu
Wahai Ukhty…
Karena aku mencintaimu, maka aku ingin menjagamu
Karena aku mencintaimu, aku tak ingin terlalu dekat denganmu
Karena aku mencintaimu, aku tak ingin menyakitimu
Karena cintaku padamu,
Tak akan kubiarkan cermin hatimu menjadi buram
Tak akan kubiarkan telaga jiwamu menjadi keruh
Tak akan kubiarkan perisai qolbumu menjadi retak, bahkan pecah
Karena cinta ini,
Ku tak ingin mengusik ketentraman batinmu,
Ku tak ingin mempesonamu,
Ku tak ingin membuatmu simpati dan kagum,
Atau pun menaruh harap padaku.
Maka biarlah…
Aku bersikap tegas padamu,Biarlah aku seolah acuh tak memperhatikanmu,
Biarkan aku bersikap dingin,

Tidak mengapa kau tidak menyukai aku,
Bahkan membenciku sekali pun, tidak masalah bagiku….
Semua itu karena aku mencintaimu,
Demi keselamatanmu,
Demi kemuliaanmu.

So, sekali lagi bagi para ikhwan, jangan jualan gombal, jangan obral janji. Nggak usah deh sok perhatian, terlebih lagu bilang suka atau cinta. Bisa fatal tuh akibatnya! Mau jadi orang dholim?? Tegaskan semenjak sekarang, hal seperti itu tabu kalau belum nikah. Kalau dah nikah sih … puas-puasin aja bilang cinta seratus kali sehari ama istrinya. Sampai puas deh, terserah! ^_^

Bagi para akhwat, hati-hati binti waspada Ukh … jangan mudah digombali. Jangan percaya dengan kata-kata suka, cinta atau janji-janji. Jangan mudah menambatkan hati, jangan mudah berharap. Stay cool, calm, confident. Perisai izzahmu harus tetap kokoh. Antunna tidak suka terombang-ambing kan? Antunna lebih suka pada kepastian kan? Makanya jangan sampai semua itu terjadi sebelum ada hal yang konkrit, sebelum ada kepastian. Hal konkrit itu adalah, si ikhwan mengkhitbah Antunna dengan datang ke orang tua Antunna. Itu baru deh, oke. Waspadalah …waspadalah …

SO SEMUANYA …. WASPADAI ARUS GOMBALISASI!!!

(Afwan jiddan jika ada yang tersinggung!!!! Just intermezzo… ^__^)

***

Semoga tulisan dari Ukhti Aliyah di atas kembali menyadarkan kita. Kita sendiri tak bisa menjamin akan keterjagaan hati kita yang kerap naik turun. Fluktuatif! Oleh karena itu, lebih baik menghindari hal-hal yang jelas bisa membuat hati kita sakit. Tetap istiqomah, wahai saudara-saudaraku... Semoga Allah senantiasa meneguhkan dan menjaga kita. Amin...



Jakarta, 080411_02:55

Aisya Avicenna

writer@www.aisyaavicenna.com


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Istikharah Cinta


Semuanya berawal dari kedua mata
ketika aku hanya berani mencuri pandang
wajahmu di sana
dengan pakaian rapat tak kau biarkan auratmu terbuka
karena memang tak selayaknya bisa dipandang oleh sembarang mata
maka seiring perjalanan masa

kumulai beranikan diri tuk bertanya
tuk selanjutnya berbagi cerita
telah kukatakan kepadamu semenjak awal mula
bahwa aku adalah lelaki ibuku sepanjang masa
sebagai wujud bakti sebagaimana rasul telah bersabda “ibumu, ibumu, ibumu!” begitulah dalam sebuah hadits yang pernah kubaca
“lalu ayahmu!” sebagai kelanjutan ucapan dari lidah yang mulia
sebuah jawaban darimu membuatku begitu lega

kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang berbakti daripada yang durhaka
kau berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang dermawan daripada yang bakhil harta

dan kaupun berharap bahwa pendampingmu kelak bisa membuatmu bahagia
kau pernah berkata ingin segera menikah sebagai suatu rencana
bila kelak Allah mempertemukanmu dengan jodoh pilihan-Nya

agar mampu menjaga kemurnian dan kesucian niatmu dalam mewujudkan berbagai cita
serta menjadikanmu lebih kuat kala cobaan dan ujian datang menerpa

karena akan ada seseorang yang insyaAllah akan mendampingi senantiasa
namun harus kau tahu adalah bahwa aku lelaki biasa

segala kelebihan dan kelemahan pastilah kupunya
senanglah hati ketika mengetahui dirimu rutin dalam sebuah tarbiyah
tidak seperti aku yang hanya pernah masuk madrasah
mulai ibtidaiyah, tsanawiyah namun tidak kulanjut ke aliyah
namun sekarang aku sudah lulus kuliah

saat ini pun aku sudah memiliki ma’isyah
teman-temanku berkata, baha sudah waktunya bagiku mencari aisyah
mungkin dengan simpanan yang ad cukuplah untuk sebuah walimah
tentu saja yang sederhana dan bukan yang meriah
dan aku pun belum sanggup untuk menyediakanmu sebuah rumah
karena itu kuberpikir untuk mengontrak dulu sajalah

suatu ketika kau bertanya tentang poligami
kujawab bahwa itu adalah ketentuan Ilahi

tentu saja aku menyetujui
lantas kau bertanya apakah aku akan melakukannya suatu saas nant
kujawab apa mungkin bila adil sebagai syarat utama tak mampu kumiliki
engkau tersenyum di mulut atau mungkin sampai ke hati

sambil mengakui bahwa dirimu belum bisa menerima bila hal itu terjadi
dan dirimu juga tak bisa menyamai saudah binti zam’ah istri sang nabi
yang tulus ikhlas kepada aisyah dalam berbagi

suatu ketika giliran aku bertanya tentang kemampuanmu bertilawah
kau menjawab bisa walau tak mau dibandingkan dengan para qoriah
karena kau merasa masih banyak berbuat salah
dalam mengucap hukum tajwid dan huruf-huruf hijaiyah

insyaAllah kita akan bersama-sama belajar bila kelak akan menikah
utnuk mewujudkan keinginanmu agar bisa menerangi setiap ruang rumah
dengan alunan suara Al-quran yang merupakan ayat-ayat qauliyah
dari situ mungkin kita bisa membaca ayat-ayat kauniyah


untuk memastikan keyakinanku untuk menikah
kau pun mengundangku ke tempat temanmu seorang murabbiyah
dan tak lupa kau undang aku tuk datang ke rumah
sebagai awal perkenalan dengan bunda dan ayah
dan sebuah titik temu tercapailah

istikharah mencari jawaban tuk menggapai alhub fillah wa lillah
dalam doa kubersimpuh pasrah
memohon datangnya jawaban kepada Sang Pemberi hidayah
bila jawaban itu masih menggantung di langit
maka turunkanlah
bila jawaban itu masih terpendam di perut bumi
maka keluarkanlah
bila jawaban itu sulit kuraih
maka mudahkanlah
bila jawaban itu masih jauh
maka dekatkanlah

Hidup terlalu luas untuk dijalani bersendiri, Hanya Dia Maha ESa ..
Yang kau Mahu.. Inilah DUNIAKU DALAM UNTAIAN KATA.

melayang sudah rasa rindu di awan putih..

Tegak kembali sebelum Rebah Bersemadi..

namun dalam hati ini Aku seakan tidak mengerti,
mungkin ada sunyi yang belum terbebaskan,

atau ada rindu yang belum terlepaskan atau kerana ia semakin malam yang kelam.
Aku tenggelam..Jangan Biarkan aku sendiri Ya Allah

Untukmu calon Imamku,
yang tiada siapa mengenali termasuklah diri ini,
dirimu masih rahasia Penciptamu..
rahasia yang telah ditentukan untukku,
yang perlu ku singkap dengan segunung taubat
dan sepenuh kesungguhan sujudku,
cuma jambatan istikharah jua yang bisa merungkai rahasiaku ini,.

"Ya Allah, aku memohon petunjuk kebaikan kepada-Mu dengan ilmu-Mu.
Aku memohon kekuatan dengan kekuatan-Mu. Ya Allah,
seandainya Engkau tahu bahwa pilihan ini baik untukku dalam agamaku,
kehidupanku dan jalan hidupku,
jadikanlah untukku dan mudahkanlah bagiku dan berkatilah aku di dalam pilihan ini.
Namunjika Engkau tahu bahwa pilihan ini buruk untukku,
agamaku dan jalan hidupku, jauhkan aku darinya dan jauhkan pilihan itu dariku.
Tetapkanlah bagiku kebaikan dimana pun kebaikan itu berada dan redhailah aku dengan kebaikan itu". 


Sumber : http://ceritaduniahati.blogspot.com 

***
Bersaksi cinta di atas cinta
Dalam alunan tasbih ku ini
Menerka hati yang tersembunyi
Berteman dimalam sunyi penuh do'a

Sebut nama Mu terukir merdu
Tertulis dalam sajadah cinta
Tetapkan pilihan sebagai teman
Kekal abadi hingga akhir zaman

Istikharah cinta memanggilku
Memohon petunjukmu
satu nama teman setia
Naluriku berkata

Di penantian luahan rasa
Teguh satu pilihan
Pemenuh separuh nafasku
Dalam mahabbah rindu
di istikharah cinta..

~Istikharah Cinta_Sigma~


Renungan Senja Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Catatan Aisya [1] : Teror Tanya Sepekan Ini


“Katanya bentar lagi nikah ya? Barakallah ya…”
Sebuah SMS masuk ke ponselku siang ini. Dari seorang sahabat. Hmm, semoga menjadi SMS terakhir yang menanyakan hal yang sama. Subhanallah, benar-benar pekan ini menjadi pekan penuh teror pertanyaan serupa. Apa di luar sana sedang beredar kabar di atas sih? Entahlah, husnudzon saya semoga menjadi doa dan segera terijabah. Aamiin…
Apa karena pekan ini saya sempat off dari FB dan dikaitkan dengan hal itu ya? Wallahu ‘alam. Jujur saya katakan, saya off dari FB kemarin karena saya sedang fokus mempersiapkan biodata dan proposal. Eits, bukan biodata dan proposal untuk ‘mega proyek kehidupan’ itu lho, tapi biodata dan proposal untuk pengajuan keikutsertaan seleksi beasiswa S2. 


Daripada ditanya, “Kapan nikah?”, saya lebih suka ditanya “Sudah menulis berapa halaman hari ini?”, “Sudah hapal berapa ayat hari ini?”, “Kapan rencana naik haji?”. Bukan apa-apa, hanya merasa tidak enak saja kala ditanya perkara sensitif seperti itu. Bisa bikin hati bergolak. Padahal menjaga hati itu bukan perkara yang mudah. Makanya, jika ditanya masalah itu pasti saya jawab dengan senyum atau kata-kata yang selalu menjadi afirmasi dan motivasi saya. Rangkaian kata ini saya susun saat berkontemplasi di suatu pagi. Berikut rangkaian kata itu.
Tak perlu lagi bertanya “SIAPA?” karena Allah SWT telah memahatkan nama terbaik untuk ditulis di pusara hati ini.
Tak perlu lagi bertanya “KAPAN?” karena Allah SWT sudah menetapkan bahwa semua akan indah pada waktunya.
Tak perlu lagi bertanya “MENGAPA?” karena Allah SWT ingin menjaga diri ini dan Rasulullah inginkan sunnahnya diteladani.
Tak perlu lagi bertanya “APA?” karena Allah SWT sudah menerangkan bahwa hidup akan tenang dan agama akan lebih sempurna karenanya.
Tak perlu lagi bertanya “DI MANA?” karena Allah SWT sudah memilihkan tempat terindah untuk sebuah pertemuan yang diridhoi-Nya.
Tak perlu lagi bertanya “BAGAIMANA?” karena Allah SWT sudah memberitahukan jalan yang seharusnya dilalui untuk mengikrarkan janji suci.


***
“Mbak Thicko nikah dulu saja, baru S2!” kata seorang adik tingkat saya beberapa hari yang lalu. Hmm, menjadi bahan renungan bagi saya. Mencari ilmu dan menikah tak harus dipilih salah satu dan mengabaikan yang lain. Karena keduanya sama-sama mulia. Tak mungkin Allah memerintahkan hal yang mulia namun saling berbenturan antara satu dengan yang lain. Insya Allah mencari ilmu dan melaksanakan pernikahan bisa saling beriringan, bahkan bisa saling melancarkan satu sama lain. Menuntut ilmu bisa menjadi lebih bersemangat dengan adanya kekasih halal yang mendampingi. Menikah pun terasa nikmat terasa dengan aktivitas intens dalam menuntut ilmu. Begitu pikir saya. Jadi, mau nikah dulu baru S2 atau S2 dulu baru nikah, itu sama-sama pilihan yang baik. Tinggal bagaimana memilih, memutuskan, kemudian menjalaninya.


Saya mencoba senantiasa bertekad untuk istiqomah dalam menempatkan cinta pada Allah SWT sebagai cinta tertinggi yang tak terbandingi. Hati memang mudah terbolak-balik. Sangat rentan dan rawan. Masalah pendamping hidup, saya serahkan sepenuhnya pada-Nya. Karena Dia Maha Mengetahui yang tepat dan terbaik untuk saya. Bukan berarti selama ini saya tidak mengusahakan untuk mencapai impian saya itu, tapi memang sengaja tidak saya publish. Biarlah hanya saya dan Allah saja yang tahu sudah sejauh mana saya memperjuangkan impian ini. Biarlah hanya Allah saja yang menilai, karena hanya Dialah yang sangat tahu akan kesiapan saya. 


Menikah? Ini adalah sunnah Rosul, sebuah kebaikan dan ibadah yang layak untuk diperjuangkan. Jalan menuju kebaikan memang tidak sepenuhnya mudah, akan selalu ada ujian berbentuk hambatan atau rintangan. Tapi,justru di sinilah jalan yang sedang ditempuh jadi begitu terasa. Berkesan untuk dikenang di masa akan datang. Soal jodoh memang itu rahasia Allah. Skenario-Nya selalu nomor satu, TEPAT dan TERBAIK!


Penantian adalah suatu ujian
Tetapkanlah ku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan….
Sabarkanlahku menanti pasangan hati
Tulus kan kusambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkah-Mu
Tibalah izin-Mu atas harapan ini….
Rabbi teguhkanlah ku di penantian ini
Berikanlah cahaya terang-Mu selalu
Rabbi doa dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata kepada-Mu
(Dans-Penantian)

Kalau ingin membangun rumah yang kokoh, kuatkanlah pondasinya agar rumah itu tak mudah roboh! Mungkin saat ini adalah saat untuk menanti dan mengisi penantian ini dengan terus memperbaiki diri dan lebih bisa menjaga hati, sebelum sang belahan jiwa datang menghampiri dan mengikrarkan janji suci.
***
Ya Allah...sesungguhnya hamba memohon kepada-Mu seluruh kebaikan yang ada untuk bisa melakukan segala kebaikan itu dan meninggalkan segala kemunkaran…

Ya Allah... terimalah taubat hamba, ampunilah hamba dan kasihanilah hamba…

Ya Allah... hamba memohon kepada-Mu untuk mampu mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang mengantarkan hamba untuk bisa mencintai-Mu...


Aamiin Yaa Rabb…

Sebuah kontemplasi, 010411_14:38
Aisya Avicenna


NB : “Catatan Aisya” insya Allah akan hadir setiap hari (semoga tidak ada halangan terutama untuk online, kalau tidak diposting hari itu juga mungkin akan dirapel esok harinyam yang penting nulis tiap hari minimal 1 halaman). Menjadi komitmen saya di bulan ini untuk WAJIB menulis setiap hari dengan tema bebas atau bercerita tentang sesuatu yang saya alami. Semoga bisa menjadi semangat saya untuk terus produktif menulis! 


Tulisan ini diposting pada bulan April 2011 di blog sebelumnya.

Insan Istimewa

Kebetulan di kantor lagi dengerin "Permata Yang Dicari"-nya DeHearty
Hadirnya tanpa kusedari Menggamit kasih cinta bersemi Hadir cinta insan padaku ini Anugerah kurniaan Ilahi Lembut tutur bicaranya Menarik hatiku untuk mendekatinya Kesopanannya memikat di hati Mendamaikan jiwaku yang resah ini Ya Allah
Jika dia benar untukku Dekatkanlah hatinya dengan hatiku Jika dia bukan milikku Damaikanlah hatiku Dengan ketentuan-Mu Dialah permata yang dicari Selama ini baru kutemui Tapi ku pasti rencana Ilahi Apakah dia kan kumiliki Tidak sekali dinodai nafsu Akan kubatasi dengan syari’at-Mu Jika dirinya bukan untukku Redha hatiku dengan ketentuan-Mu Ya Allah Engkaulah tempat kubergantung harapanku Kuharap diriku senantiasa di bawah rahmad-Mu.

Mencintai dan dicintai adalah fitroh manusia, hal itu ada sejak sebelum kita dilahirkan di dunia. Insya Allah, para ukhtifillah, moga kita termasuk hamba-hamba Allah SWT yang nantinya kalo sudah tiba masanya kita dipertemukan dengan hamba Allah SWT yang terbaik untuk menjadi pendamping hidup, bersama-sama membangun keluarga sakinah mawadah dan warohmah. Senantiasa diberikan kemudahan dalam mendapat keturunan keturunan yang sholeh-sholehah yang dapat menyejukkan hati kedua orang tua. Allahumma amin.



Ukhtifillah semoga kita juga tetap diberikan keistiqomahan untuk menjaga diri dari perbuatan yang mendatangkan murka-Nya. Insya Allah dengan kesabaran menjaga iffah kita dan dengan kegigihan kita untuk mempetahankan izzah kita Insya Allah akan diberi balasan yang setimpal dari Nya, yaitu pendamping yang bisa membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, Allahumma amin.

Karena semua itu sudah ada waktunya sendiri-sendiri, so sambil menunggu waktu yang sudah ditentukan kapan datangnya, marilah kita semua mempersiapkan diri untuk mencari bekal, mencari ilmu untuk persediaan perjuangan kita, agar nantinya kita tidak kehabisan bekal.

Pernikahan itu bagaikan kapal, kapal yang akan berlayar di samudera yang sangat luas. Ketika kapal akan diterjang gelombang, angin yang besar dan bencana, kita sudah mempersiapkan bekal dan tehnik, bagaimana kita menghadapinya agar tetap berlayar dengan baik, selamat sampai ditujuan. Pernikahan juga seperti itu, jangan sam
pai kita tidak mempersiapkan dengan baik. Menikah mudah dan sulit, mudah jika kita mempersiapkan sedari dulu, sulit jika kita tidak tahu ilmu di dalam pernikahan tersebut, alias tidak punya bekal sama sekali. Dan semoga kita termasuk orang yang dimudahkan oleh Allah Swt, Allahumma amin……

[Serakan Inspirasi]

by : Keisya Avicenna (my supertwin)


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Waiting



Waiting is an exam..
Please always keep me in my hope..
Because beleive not only said
It's determination to face ordeal

Please make me more patient waiting for my soulmate
I will receive with sincerely and all my soul
In my hope to pick up Your blessing
When Your permission come to answer my hope

God, please make me strong in my waiting
Please give me Your bright light
God, my pray and my effort
Only dependent on You





Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Ananda, Cinta Bunda Tak Bertepi

ALLAHU AKBAR!!!

Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat pagi Ananda tersayang.
Selamat berjumpa lagi dengan hari yang baru.
Selamat merangkai karya dengan senantiasa meluruskan niat untuk Allah semata.

Semoga Ananda senantiasa menjadi pribadi yang pandai bersyukur agar kenikmatan dan karunia-Nya senantiasa berlimpah. Semoga Ananda menjadi umat tersayang dari Baginda Rasulullah Saw yang syafa'atnya turut pula dihadiahkan kepada kita sebagai umatnya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.

Ananda tersayang, ini surat Bunda yang pertama untuk Ananda. Maafkan Bunda ya, bukan berarti Bunda tak mau menyempatkan waktu barang sejenak untuk menuliskannya, tapi memang terasa sulit untuk mengungkapkan isi hati Bunda lewat kata-kata. Rangkaian kata ini belum cukup mewakili cinta Bunda pada Ananda. Rangkaian kata ini belum mampu menggambarkan apa yang membuncah di hati Bunda.

Ananda tercinta, kehadiran Ananda menjadikan hidup Bunda semakin diliputi perasaan bahagia. Menjadi ibu adalah karunia dari-Nya yang begitu luar biasa. Membuat hidup Bunda terasa lengkap karena kehadiran Ananda di tengah keluarga kita. Ya, keluarga kita yang insya Allah penuh dengan kebahagiaan. Sakinah, mawadah, warahmah. Bunda bangga karena mempunyai gelar baru sebagai seorang ibu. Alhamdulillah, senangnya hati Bunda. Panggil ibumu ini dengan sebutan “Bunda” ya.

Ananda belum mengenal Bunda ya? Izinkan Bunda memperkenalkan diri dulu ya. Biar Ananda makin sayang dengan Bunda. Etika Suryandari, itulah nama Bunda yang diberikan oleh ayah Bunda, kakek Ananda tercinta. Bunda diberi nama "Etika" karena Bunda diharapkan dapat menjadi orang yang berakhlak baik (beretika), "Surya" berarti matahari. Bunda diharapkan menjadi pribadi yang bermanfaat untuk banyak orang layaknya matahari yang banyak menebarkan manfaat pada semua makhluk. Dan "ndari" berasal dari bahasa Jawa "ndadari" yang berarti bersinar terang. Bunda diharapkan menjadi cahaya bagi sekitar, mampu memberi inspirasi pada orang lain. Nama ini adalah tanggung jawab, Anandaku sayang. Semoga Bunda dapat menjadi seperti apa yang diharapkan ibu dan ayah Bunda. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.

Oh ya, Bunda sekarang beraktivitas sebagai calon Statistisi di Kementerian Perdagangan Jakarta. Statistisi? Pasti Ananda belum tahu ya maksudnya. Statistisi adalah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan data. Banyak berhubungan dengan Matematika juga. Ya, karena Bunda sarjana Matematika, Sayang. Bunda berharap kelak Ananda juga menyukai pelajaran Matematika karena kebanyakan anak-anak tidak menyukai pelajaran ini. Bunda akan membimbing dan mengajari Ananda dengan sepenuh hati! Kita akan belajar bersama ya Sayang. Meski Bunda bekerja di kantor, Bunda berjanji tetap akan memprioritaskan urusan keluarga karena Bunda ingin selalu memberikan yang terbaik pada keluarga.

Selain beraktivitas di kantor, kini Bunda juga aktif di Forum Lingkar Pena (FLP) Jakarta. Di komunitas inilah Bunda belajar banyak untuk menjadi seorang penulis. Hmm, Bunda memang memiliki impian untuk menjadi penulis, Ananda sayang. Bahkan Bunda memiliki impian untuk menjadikan keluarga kita adalah keluarga penulis. Suatu saat nanti, Bunda ingin bisa melahirkan karya kita bersama. Sebuah buku karya Bunda, Ayah, dan juga Ananda. Subhanallah, alangkah bahagianya jika mimpi itu benar-benar terealisasi. Semoga saja Allah memberi kemudahan ya Sayang... aamiin..

Saat Bunda menulis surat ini, Ananda memang belum lahir. Bunda bahkan belum bertemu Ayah. Bunda akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuk Ananda dengan memilih Ayah yang sholeh, yang bisa menjadi imam kita kelak. Sudah tertanam dalam diri Bunda bahwa pernikahan Bunda dengan Ayah nanti bervisi untuk mewujudkan pernikahan sebagai penyempurna agama yang bukan sekedar untuk mencari bahagia, tapi menuai keberkahan di dunia dan akhirat, bersama menuju surga-Nya. Ya, kita akan berjuang bersama menuju surga-Nya. Al-Firdaus, surga tertinggi dambaan setiap muslim sejati. Ananda adalah kunci surga bagi Bunda. Maka, Bunda akan terus menjaga kunci itu sebaik-baiknya.


Sebuah konsep keluarga SMART akan Bunda bangun bersama Ayah Ananda kelak. Semoga kami bisa membimbing Ananda menjadi mujahid-mujahidah tangguh kebanggaan dien ini, Islam yang mulia. Ananda ingin tau apa itu keluarga SMART? Inilah keluarga impian Bunda yang kelak akan Bunda wujudkan bersama Ananda dan bersama Ayah tentunya. (* SMART-nya sengaja disensor! ^^v *)

Ananda tersayang, mari kita wujudkan bersama impian besar ini ya...

Menjadi seorang ibu memang tak mudah. Tapi Bunda akan terus melakukan yang terbaik untuk Ananda. Karena Ananda adalah amanah dari-Nya. Amanah yang luar biasa. Bunda akan membimbing Ananda menjadi generasi Qur’ani, generasi yang cinta Al-Qur’an. Mari membaca Al Qur'an dengan tartil, memahami artinya, menghafalnya, dan saling mengingatkan dengan mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga di suatu masa nanti saat Bunda menghadap-Nya, Bunda akan memakai mahkota berkilauan. Ya, itu hadiah dari Ananda pada Bunda sebagai seorang anak yang cinta Al-Qur’an.

Ananda tercinta, jadilah cahaya bagi Bunda. Pilihlah kata terbaik, pilihlah sikap terpuji saat berinteraksi dengan Bunda dan yang lainnya. Karena dengan begitu, Bunda akan semakin bahagia dan bangga pada Ananda. Karena Bunda inginkan anak-anak Bunda adalah anak-anak yang sholeh dan sholehah. Surga berada di telapak kaki Ibu. Semoga Allah Swt juga berkenan meletakkan surga-Nya pada diri Bunda. Bunda ingin menjadi ibu terbaik untuk Ananda kelak.

Ananda terkasih, Bunda menyadari bahwa Ananda hanyalah titipan. Ananda bukan milik Bunda. Ananda juga bukan milik Ayah. Tapi, Ananda milik Allah Swt. Bunda tidak akan menuntut balas budi Ananda atas pengorbanan Bunda yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat Ananda. Bunda hanya ingin Ananda berbakti sepenuhnya pada Allah Swt. Menjadi hamba-Nya yang beriman dan beramal sholeh.

Tak terasa, bagaskara kian meninggi. Sudah saatnya Bunda mempersiapkan diri untuk merangkai karya. Bunda akan mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk mencukupi kebutuhan Ananda kelak. Doakan Bunda ya, semoga setiap rezeki yang Bunda terima adalah rezeki yang halal dan penuh kebarokahan dari Allah Swt karena Bunda selalu inginkan yang terbaik untuk Ananda.. Sudah dulu ya, sekian surat dari Bunda.


Ananda, cinta Bunda tak bertepi.

Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Jakarta, 30 September 2010_06:13

Bunda yang sangat mencintaimu,

Aisya Avicenna


*Surat ini pernah diikutkan dalam lomba menulis surat dari calon Bunda pada Ananda, tp gak tau kabarnya... ^^v


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Tergesa-gesa atau Menyegerakan


Selama Proses itu Berlangsung....


Proses pernikahan ada yang berlangsung cepat, ada pula yang membutuhkan waktu lama. Mengenai waktu yang dibutuhkan selama proses, saya teringat kepada doa keluar rumah yang artinya,

"Dengan menyebut nama Allah atas jiwaku, hartaku, dan agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha dengan apa yang Engkau tetapkan dan jadikanlah barakah apa yang telah Engkau takdirkan. Sehingga, tidak kepingin aku untuk menyegerakan apa yang Engkau tunda, dan menunda apa yang Engkau segerakan."

Ada satu catatan. Pernikahan termasuk salah satu dari tiga perkara yang dianjurkan untuk disegerakan. Jika tidak ada hal yang merintangi, mempercepatnya adalah lebih baik. Mempercepat proses pernikahan termasuk salah satu kebaikan dan lebih dekat dengan kemaslahatan, barakah, dan ridha Allah. Insya-Allah, pertolongan Allah sangat dekat. Apa-apa yang menghalangi langkah untuk menyegerakan, akan dimudahkan dan dilapangkan. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap apa-apa yang diserukan-Nya. Allah tidak zalim terhadap hamba-Nya, betapa pun Allah Mutlak Kekuasaan-Nya. Kitalah yang sering zalim kepada Allah.

Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna anfusana waillam taghfirlana lanaa kuunanna minal khosirin.

Ya Allah, ampunilah hamba atas kezaliman hamba sendiri.
Mempercepat proses pernikahan adalah lebih baik, tetapi hendaknya tidak terjatuh pada sikap tergesa-gesa. Selama proses berlangsung, kita membutuhkan informasi dan pembicaraan berkaitan dengan rencana pernikahan. Adakalanya, kita mendapatkan informasi mengenai beberapa hal dari keluarga calon, perantara, atau orang lain. Adakalanya, kita mendapatkan keterangan tentang beberapa hal dari calon pendamping secara langsung.

Masa menjelang nikah adalah masa yang sensitive. Apa yang berlangsung selama masa ini, bagaimana memaknainya, mempengaruhi bagaimana kedua manusia itu kelak akan menghayati pernikahannya. Proses antara pinangan dengan pelaksanaan akad, hingga detik-detik akadnya, bisa menjernihkan niat-niat yang masih keruh sehingga pada saat keduanya melakukan shalat berjama'ah segera setelah akad, mereka banyak beristighfar, memohon pertolongan Allah untuk melimpahkan kebarakahan dan menjauhkan dari keburukan, serta merasakan syukur yang dalam karena telah terhindar dari ancaman maksiat. Tetapi, proses menuju pernikahan bisa juga mengeruhkan niat-niat, sekalipun sekilas tampak mendapat pembenaran agama. Padahal manusia mendapatkan hasil dari perbuatannya sesuai dengan apa yang diniatkan. Rasulullah menasehatkan:

"Mintalah fatwa dari hatimu. Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya dan tenteram pula dalam hati. Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya."


Tanda-tanda Perumpamaan

“Menyegerakan atau tergesa-gesa?”
Kalau suatu saat Anda naik motor dan menjumpai tikungan tajam, apa yang Anda lakukan? Apakah Anda akan segera membelokkan kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat sampai? Atau, Anda mengurangi kecepatan sedikit, menelikung dengan miring, dan sesudah berbelok baru menambah kecepatan sedikit demi sedikit?

Jika Anda memilih yang pertama, sangat mungkin Anda terpental sendiri. Anda terjatuh, sehingga harus berhenti sejenak atau agak lama. Baru kemudian dapat meneruskan perjalanan. Keinginan Anda untuk cepat sampai di tempat tujuan dengan tidak mengurangi kecepatan, apalagi justru dengan menambah kecepatan, tidak membuat Anda lebih cepat sampai dengan tenang, tenteram, dan aman. Bisa-bisa, kalau kecepatan Anda tetap antara sebelum berbelok dengan saat-saat berbelok, Anda justru terpental. Antara gaya sentrifugal dan gaya sentripetal, tidak seimbang.

Jika Anda memilih yang kedua, insya-Allah Anda akan dapat sampai lebih cepat. Awalnya memang mengurangi kecepatan, tapi sesudah betul-betul memasuki tikungan dengan baik, Anda bisa menambah kecepatan. Jika Anda mengurangi kecepatan lebih banyak lagi, Anda bahkan dapat membelok tanpa harus memiringkan badan banyak-banyak.

Jalan yang lempang adalah tamsil dari masa melajang, masa ketika masih sendiri. Belokan adalah proses peralihan menuju status baru, menikah dan berumah tangga. Sedang jalan berikutnya yang dilalui setelah berbelok, adalah kehidupan keluarga setelah menikah. Pilihan pertama adalah sikap tergesa-gesa untuk menikah, sedangkan pilihan yang kedua adalah menyegerakan.

Dari Anas r.a., Rasulullah Saw. bersabda,
"Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah hanya akan menambah kehinaan kepadanya; siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan; siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambah kerendahan padanya. Namun, siapa yang menikah karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih-sayang, Allah akan senantiasa membarakahi dan menambah kebarakahan itu kepadanya."

(HR Ath-Thabrani)

Artikel hasil copas dari:

e- book KADO PERNIKAHAN

[Mohammad Fauzil Adhim]


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Model untuk Modal Membangun Rumah Tangga


MODEL RUMAH TANGGA APA YANG KAU INGINKAN?
Sebuah tulisan yang diambil dari buku "Life Excellence" Reza M Syarief...

Para insan sejati, ketika anda masih single, anda belum berkeinginan untuk menjadi suami atau istri, maka hal terpenting yang pertama kali harus Anda pikirkan dan lakukan, bukanlah mempertanyakan siapakah orang yang pantas menjadi calon pendamping hidup saya? atau mempertanyakan siapa yang paling cocok menjadi calon suami/istri saya? TETAPI, yang paling utama yang harus anda pikirkan pertama kali adalah MODEL dan GAYA Rumah Tangga macam apa yang akan anda bentuk di dalam kehidupan anda?

Sedikit berbagi mengenai apa yang telah saya baca.
Dalam Kehidupan di masyarakat setidaknya ada 6 Model Rumah Tangga :

PERTAMA, Model RT gaya HOTEL... mengapa disebut Hotel? karena dalam model ini, rumah hanya sebagai tempat transit, bukan tempat tinggal tetap. Kalau anda melihat ada sebuah rumah tangga dimana sang suami pulang hanya untuk menumpang tidur, makan, (maaf) buang air, maka sebenarnya model rumah tangga itu sudah bisa disebut sebagai model rumah tangga gaya hotel. yang sering disebut 3 UR : dapur, kasur, sumur.

KEDUA, Model RT gaya HOSPITAL... dalam model ini, rumah tangga didasarkan pada politik balas jasa. Dokter merasa menolong pasien, sehingga pasien berhutang jasa padanya, begitu pula sebaliknya, pasien merasa jika dia tidak periksa di dokter tersebut, maka si dokter tidak dapat duit. Suami istri masing-masing merasa lebih, sehingga tidak akan bertemu dan tidak akan sinergi. suami merasa berjasa pada istrinya, begitu pula sang suami.

KETIGA, model RT gaya PASAR... seperti di pasar pada umumnya, ada penjual dan ada pembeli. Sang penjual menggunakan prinsip "menjual dengan harga setinggi-tingginya", sedangkan pembeli menggunakan prinsip "membeli dengan harga serendah-rendahnya". Jika sang penjual dan pembeli saling mengatakan "Pokoknya", dan dua-duanya memakai "Titik", maka tidak akan terjadi penawaran. Rumah tangga seperti ini tdk ada kompromi.

KEEMPAT, model RT gaya KUBURAN... anda mungkin sudah tahu bagaimana suasana kuburan. Sunyi, senyap, tenang dan tidak ada suara. Nah, yang dimaksud dengan model rumah tangga ini adalah rumah tangga yang tidak ada komunikasi, suami istri, anak2, semuanya pendiam, oleh karena itu, wajar ketika anak2nya juga tidak bisa bicara, ketika bapak dan ibunya tidak mengajarkan kosa kata.

Nah, sampai disini, termasuk model rumah tangga apakah yang anda bina? atau jika anda sebagai anak, termasuk manakah rumah tangga bapak/ibu anda?

sekarang, kita sampai ke model yang KELIMA dan KEENAM, model rumah tangga yang kita harapkan..

KELIMA, model RT gaya SEKOLAH... ditandai dengan 3 A, Asah, Asih dan Asuh... disini dibutuhkan komitmen untuk saling berkomitmen mengasah, mengasihi, dan mengasuh semua anggota keluarga. pernikahan anda ibarat sekolah yang akan meningkatkan kemampuan anda.

KEENAM, model RT gaya MASJID...
cirri-cirinya ada 4 :
1. Ketulusan, Sincerity, dibangun dalam ketulusan. bagaikan kita berwudhu dalam sholat, tanpa wudhu, sholat tidak sah, oleh karena itu kita berwudhu untuk membersihkan hati dan menuluskan jiwa.
2. Ada imam dan ada makmum. Ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Imam bergerak, makmumpun mengikuti imam, ada kebersamaan.
3. Loyalitas. Istri dan anak-anak taat pada suami selama dalam kebaikan.
4. Kedamaian. Sholat diakhiri dengan salam. Keselamatan, ketenangan dan kedamaian senantiasa mewarnai suasana rumah tangga gaya masjid.

Itulah sedikit yang bisa saya paparkan ulang, Semoga keluarga kita termasuk keluarga dengan model campuran kelima dan keenam... Wallahua'lam bish showab...


Mimpi besarku : membangun keluarga SMART! Mudahkanlah ya Rabb..

Repost by : Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Renungan Sebelum Bergelar "MSi"


Tertuliskan puisi di bawah ini untuk para aktivis Islam di manapun berada. Jangan pernah meninggalkan perjuangan di jalan Allah. Betapa seluruh hajat hidup seharusnya bertumpu pada kepentingan perjuangan di jalan Allah termasuk menikah, berkeluarga, bersuami isteri. Inilah tren pernikahan yang seharusnya kita pertahankan. Wallahu a’lam

Buat manusia istimewa dalam hidup ini… dan juga isteri-isteri pejuang… serta bakal isteri seorang pejuang

Isteriku….
Apabila kusentuh telapak tanganmu…
Saat kuusap dan kurasakan guratannya,
Kudapatkan parutan kasar dan semakin kasar….
Dan ketika kupandangi wajahmu….
Terpancar sinar bahagia dan ketenangan walaupun kutahu…
Redup matamu menyimpan satu rintihan yang memberat….
Ketika kutersentak dari pembaringan di kala fajar kadzib menyingsing…
Aku terpana dengan munajatmu yang syahdu.


Isteriku…
Tatkala teman-temanmu tengah bersantai, happy fun….
Di keramaian dunia ciptaan mereka…
Engkau bahagia mengorbankan seluruh detik-detikmu….
Hanya untuk Islam dan keagungan muslimin…
Tatkala lengan-lengan mereka dibaluti…
Pelbagai hiasan yang indah…
Leher-leher mereka memberat dilingkari dengan kilauan emas berlian…
Pakaian-pakaian anggun bak puteri kayangan…
Wajah mereka dibaluri pelbagai warna dan jenama…
Kau umpama ladang ummah…
Kau menginfaqkan seluruh jiwa dan raga demi kebangkitan Islam…
Kau tak pernah bersungut-sungut, mengeluh, meminta-minta maupun
mengadu domba…
Tatkala mereka berlomba-lomba mengejar pangkat dan nama…
Kau sibuk menjulang nama dengan pengaduanmu di sisi yang Esa…

Isteriku….
Bukan aku tidak mampu membelikan benda dan hiasan-hiasan tersebut… Tetapi isteriku…
Aku masih ingat tatkala aku menyuntingmu untuk kujadikan isteri dan penghuni kamar hatiku….
Kau melafazkan satu tuntutan, “Saya siap mendampingi perjuangan ini bersama akhi tetapi dengan syarat…” Sambil tersenyum kau menghela nafas dalam-dalam….Aku termangu sendirian… Syarat apakah itu? Bungalow kah? Hamparan tanah berhektar-hektar kah? Mobil mewahkah? Intan berliankah? Pakaian sutera yang high class? Perabot mahal dari Itali kah?… Atau honeymoon di Paris ?..
Lama kau mengumpulkan kekuatan untuk sekedar berkata…

Akhirnya…
Arghhh… Permintaanmu itu…
Pasti ditertawakan oleh kerabat dan teman-teman kita…
Aku tergugu, haru dan bangga…
Dengan penuh keyakinan kau berkata..
“Akhi , Mampukah akhi menjadikan saya sebagai isteri yang
kedua ?….
Mampukah akhi menjadikan Islam sebagai isteri pertama yang lebih memerlukan perhatian?…
Mampukah akhi meletakkan kepentingan Islam melebihi segala-galanya termasuk urusan-urusan dunia?…
Mampukah akhi menjual diri semata-mata karena Islam?..
Mampukah akhi berkorban meninggalkan kelezatan dunia?…
Mampukah akhi menjadikan Islam laksana bara api….
Akhi perlu menggenggamnya agar bara itu terus menyala…

Mampukah akhi menjadi lilin yang rela membakar diri untuk Islam.. Bukannya seperti lampu pijar yang bisa di’on’kan bila perlu dan di’off’kan bila tidak….
Mampukah akhi mendengar hinaan yang bakal dilontarkan kepada anda karena perjuangan anda….
Dan…mampukah akhi menjadikan saya isteri seorang pejuang yang tidak dimanja dengan fatamorgana dunia?…

Aduh! Banyaknya syarat-syarat itu isteriku…
Namun aku menerima syarat-syarat tersebut karena aku tahu..
Jiwamu kosong dari syurga dunia…
Karena aku tahu kau mampu mengubah dunia ini dengan iman dan akhlakmu..
Bukannya kau yang diubah oleh dunia…

Isteriku..
Akhirnya jadilah engkau penolong setiaku sebagai nakhoda mengemudi bahtera kehidupan kita…
Susah senang kita tempuh bersama…
Aku terharu dengan segala kebaikanmu…
Kau jaga akhlakmu…
Kau pelihara maruahmu selaku muslimah…
Kau tak pernah mengeluh apabila sering ditinggalkan demi tugasku menegakkan Islam ke persada agung….
Kau jua sanggup mengekang mata menungguku sambil memberikan aku suatu senyuman terindah di ambang pintu tatkala aku pulang lewat malam…. Malah kau seringkali meniupkan semangat untuk aku terus tsabat di pentas perjuangan ini….
Kau tabur bunga-bunga jihad walaupun kita masih jauh dengan keharuman kemenangan…

Isteriku..
Tangkasnya engkau selaku isteri…
Biarpun kau jua sibuk bersama mengorbankan tenaga dalam perjuanganku ini..
Kau jaga relasi kita dengan indahnya…
Kau siraminya dengan wangian cinta dan kasih sayang….
Kau tak pernah menjadikan kesibukanmu itu untuk kau lari dari amanahmu meskipun jadualmu padat dengan agenda-agenda bersama masyarakat dan kaum sejenismu….
Cekalnya engkau mendidik anak-anak…
Kau kenalkan mereka dengan Allah, Rasul saw, para sahabat yang mulia serta para
pejuang Islam…
Kau titipkan semangat mereka sebagai generasi pelapis jundullah…
Kau asuh mereka hidup dengan Al Quran…
Malah kau temani mereka mengulangkaji pelajaran dikala menjelang imtihan…

Isteriku…
Barangkali inilah pelajaran dari ustadzah Zainab Al Ghazali…
Tangan yang mengayun buaian dapat mengguncang dunia…
Kau beri didikan dua generasi sekaligus, generasi kini dan generasi kan datang

Suamimu dan anak-anakmu dengan MAHABBAH
Andai ibunda Khadijah Al Kubra masih ada..
Pasti beliau tersenyum bangga karena masih ada srikandi Islam…
SEPERTIMU…WAHAI ISTERIKU…


sumber : anonim


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

Menulis Bersamamu

Sayapku masih sebelah..
sering oleng saatku menempuh perjalanan..
masih kerap kelelahan padahal belum sampai tujuan..
maka dari itu, bersamamu kutemukan kekuatan &
semangat untuk merangkai kata hingga titik terakhir.. 


Tulisan ini diposting pada bulan Maret 2011 di blog sebelumnya.

27 Februari 1981 – 27 Februari 2011 : 30 Tahun dalam Cinta

Babe dan Ibuk tercinta

Sedamai alam raya menghijau luas membentang
Seindah lukisan Tuhan yang tak pernah lelah memuji keagunganNya
Itulah kerinduan... dambaan setiap insan...
Peduli dan hidup damai, tentram dan harmoni
Ayah ibu kami anakmu...
Belahan jiwamu...
Kamii permata hidupmu sebagai cahaya mata
Mahligai rumah tangga bahagia
Lahir dari jiwa
Tak lepas ujian dan cobaan Tuhan
Ia akan terpancar karena taat dan sifat taqwa
Rasa kasih dan sayang, juga tanggung jawab
Itulah rumah tangga yang mendapat rahmat dan berkah Allah
Rumahku surgaku
***
Tak kuasa butiran bening air mata ini menetes tatkala mendengar nasyid di atas dan menuliskan rangkaian kata di pagi yang sunyi ini. Teringat kisah 30 tahun yang lalu, bahkan sebelumnya, yang tertutur dari dua orang yang sangat saya cintai sepenuh hati. Babe dan Ibuk. Babe adalah panggilan sayang kami pada Bapak. Ya, 27 Februari 1981. Tepat 30 tahun yang lalu, terikrarlah janji suci dari Babe yang sepenuh hati ingin menjadikan Ibuk sebagai pendamping hidupnya.
Ada kisah menarik sebelum akad nikah terikrarkan. Babe, waktu itu berusia 27 tahun sedang Ibuk 21 tahun. Suatu hari (November 1981) Ibuk yang memang hobi menjahit, meminjam buku kepada Bu Wiwik (rekan kerja Babe di Dinas Sosial Kabupaten Wonogiri). Waktu itu Babe juga sedang silaturahim ke rumah Bu Wiwik karena rumah tinggal Babe (Babe tinggal bersama pamannya –kami sebut Mbah Sul-). Akhirnya Bu Wiwik minta tolong Babe untuk mengambil bibit MAWAR ke rumah Ibuk. Ibuk mengira Babe sudah punya anak karena waktu itu Babe membawa 3 orang anak kecil (padahal anaknya Mbak Sul).
Bu Wiwik dan Mbah Sul sepakat menjadi ‘comblang’ untuk Babe dan Ibuk. Bu Wiwik menceritakan pada ibuk kalau Babe masih bujang, Ibuk mau nggak? Ibuk belum langsung menjawab iya karena waktu itu banyak pemuda yang juga tertarik dan ingin melamar Ibuk. Ibuk hanya bertekad, siapa yang melamar duluan dan ibuk merasa cocok, pemuda itu yang akan Ibuk terima. Ibuk banyak mendengar kisah hidup Babe dari Bu Wiwik.
Mbah Sul juga melancarkan aksinya. Babe ditanya, sudah punya pacar belum? Babe jawab belum. Mbah Sul pun menceritakan tentang Ibuk. Dari Mbah Sul, Babe tahu kalau Ibuk suka ayam panggang yang dijual di dekat toko Sanur (toko kue di Wonogiri). Dengan berbekal uang saku Rp 2000,- dari Mbah Sul, Babe membeli ayam panggang seharga Rp 1750,- sisa Rp 250,- buat beli tahu kupat. Hujan gerimis mengguyur kota Wonogiri kala itu. Suasana di sekitar rumah masih buruk, jembatan belum ada, juga belum ada listrik. Tapi hari itu, 13 Desember sore, Babe datang ke rumah Ibuk dan langsung nembak, “Kamu saya jadikan istri mau nggak?” Ibuk kaget. Akhirnya menjawab bersedia.
Babe pulang ke rumah Mbah Sul. Babe ditanya Mbah Sul, “Berhasil, nggak?” Babe menjawab berhasil, tinggal urusan orang tua. Mbah Sul menepuk-nepuk pundak Babe, “SATRIYO TENAN KOWE LE” (Kamu benar-benar kesatria). Selang satu minggu, proses lamaran pun berlangsung dan akhirnya tanggal 27 Februari 1981, resmilah Babe dan Ibuk menjadi suami istri. So sweet banget ya kisahnya! TANPA PACARAN dan hal-hal aneh lainnya. Mungkin kisah beliau inilah yang membuat saya juga tidak mau pacaran dengan alasan apapun. Toh, ada ikatan yang lebih mulia dan cara yang lebih afdhol dibanding pacaran. So, kalau mau tanya pengalaman pacaran kepada saya, Anda salah orang! Hehe...
Keluarga sakinah, mawaddah, warahmah... Itulah dambaan setiap orang yang berumah tangga. Saya yakini, dalam keluarga kecil saya ini, ketiga impian itu insya Allah sudah tercapai. KYDEN = Kadri Yati Dhody Etika Norma. Ada ketenangan dan kenyamanan saat berada di tengah-tengah keluarga ini. Setiap hal dibicarakan dengan sangat demokratis, tidak ada arogansi dan  berlebihan dari orang tua pada anak. Ada cinta yang tercurah berlimpah-limpah. Babe yang sangat humoris dan bijak dipadukan dengan sifat sabar dan lembut dari Ibuk membuat kami, ketiga anak beliau, merasakan banyak hal yang luar biasa. Malahan, sikap supel keduanya membuat para tetangga (dari balita sampai lansia), betah berlama-lama di rumah kami untuk sekedar berbagi cerita.
Tiga puluh tahun biduk rumah tangga ini sudah dikayuh. Amukan badai pernah kami rasai bersama. Hembusan angin sepoi sering kami nikmati bersama. Sebuah anugerah terindah memiliki orang tua seperti mereka dan bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga ini. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah... Semoga Engkau berkenan mengumpulkan kami di surga-Mu... Aamiin Yaa Rabb...


***
Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka
Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.......
Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya,
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang
besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku,
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.
Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua penyebab susutnya
dosa-dosa mereka dan bertambahnya pahala
kebaikan mereka dengan perkenan-Mu ya Allah,
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.
Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul
bersama dengan santunan-Mu di tempat
kediaman yang dinaungi kemuliaan-Mu,
ampunan-Mu serta rahmat-Mu...
Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah
yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.

Amin Ya Rabbal Alamin..

***
Saat rindu bertemu sudah terakumulasi...
Jakarta, 27 Februari 2011
Aisya Avicenna


Tulisan ini diposting pada bulan Februari 2011 di blog sebelumnya.