ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB. SAHABAT, TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA INI. SEMOGA BERMANFAAT DAN MAMPU MEMBERIKAN INSPIRASI. BAGI SAYA, MENULIS ADALAH SALAH SATU CARA MENDOKUMENTASIKAN HIDUP HINGGA KELAK SAAT DIRI INI TIADA, TAK SEKADAR MENINGGALKAN NAMA. SELAMAT MEMBACA! SALAM HANGAT, ETIKA AISYA AVICENNA.

TERWUJUDNYA IMPIAN KE-71


Sejak kuliah S1 tahun 2005 lalu, saya mempunyai sebuah catatan-catatan impian yang kemudian saya salin ke dalam sebuah buku (dream book). Lalu pada tahun 2009, saat mengikuti seminar kewirausahaan dengan mentor Bapak Heppy Trenggono di Universitas Diponegoro Semarang, kami ditantang membuat "Dream Board". Impian-impian yang dituliskan harus divisualisasikan dalam bentuk gambar kemudian ditempel di selembar kertas besar. 

Seminar itu sangat berpengaruh dalam kehidupan saya. Impian-impian yang saya tuliskan membuat hidup saya lebih bersemangat. Aneka impian itu sangat memotivasi saya.

Salah satu impian yang saya tulis adalah "Foto di Jembatan Ampera Palembang". Impian itu tertulis dalam daftar ke-71. Saya menuliskannya pada tahun 2009. Alhamdulillah, Allah mewujudkannya dengan cara tak terduga.

Seperti cerita sebelumnya, tanggal 20 November 2011 saya dan saudari kembar saya diundang mengisi seminar nasional kemuslimahan di Universitas Andalas, Padang. Pada saat bersamaan saya launching buku "The Secret of Shalihah". Dan waktu itu ada pesanan dari rekan di Palembang sebanyak 40 buku. Dengan sedikit nekat, saya dan saudari kembar saya menuju Palembang dengan naik bus dari Padang padahal jaraknya sangat jauh.

Senin pagi tanggal 21 November 2011 sekitar pukul 10.30, alhamdulillah kami tiba di Palembang Darussalam. Waktu itu sedang berlangsung SEA GAMES XXVI dengan Palembang sebagai tuan rumah. Sepanjang jalan kami melihat aneka pernak-pernik yang turut memeriahkan perhelatan olahraga akbar se-Asia Tenggara ini.

Salah satu yang menarik adalah maskot SEA GAMES XXVI yakni sepasang komodo bernama Modo dan Modi yang mengenakan kain songket khas Palembang. Modo berbaju biru, sedangkan Modi berbaju merah.

Kami dijemput dua adik dari Palembang yang sangat baik padahal kami baru berkenalan di Facebook, sebut saja Saski dan Lani. Setelah makan dan bersih-bersih diri di kos mereka, kami rebahan sebentar. Punggung rasanya pegal setelah menempuh perjalanan jauh dari Padang.

Jelang Zuhur, kami naik becak menuju Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang untuk bertemu dengan dua kawan Saski, sebut saja Rian dan Zio yang akan mengantarkan kami menggunakan mobil. Alhamdulillah, kami sangat bersyukur dikelilingi orang baik.

Saya naik becak bersama Saski, sedangkan Norma bersama Lani. Becak di Palembang cukup unik karena bentuk atapnya yang agak menurun ke depan, agak berbeda dengan di Jawa yang berbentuk lengkung atau lebih menjorok ke atas.

Sampai di RS Muhammadiyah Palembang, sembari menunggu Rian dan Zio, hujan mulai turun. Aroma petrichor menyeruak. Masya Allah, segarnya. Saya pun menengadah ke langit, menikmati butiran-butiran bening yang jatuh membasahi telapak tangan. Terucaplah doa, "Rabbi, semoga hujan ini sebagai tanda limpahan barokah-Mu atas kisah ini". Setelah itu, lanjut membatin, "Ya Allah, tapi hujannya sebentar saja yaa, kan belum foto-foto di Ampera."

Tak lama kemudian, Rian dan Zio datang dengan mobil berwarna abu. Setelah berkenalan singkat, kami masuk mobil dan melanjutkan perjalanan ke Masjid Agung Palembang untuk bertemu dengan Ari, pemesan 40 buku The Secret of Shalihah.

Alhamdulillah, saat tiba di masjid yang juga disebut dengan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I itu, hujan berhenti. Setelah bertemu Ari dan saling menandatangani perjanjian kerja sama penjualan buku solo perdana saya tersebut, kami salat dan berkeliling di sekitar masjid.

Pasca itu, kami menuju Benteng Kuto Besak (BKB). Masya Allah, Jembatan Ampera berwarna merah itu begitu gagah berdiri di hadapan. Dulu hanya sekadar membayangkan saja bisa berada di situ, alhamdulillah akhirnya bisa menjejakkan kaki di Palembang dan impian ke-71 terwujud atas izin Allah. Ya, segalanya mudah bagi Allah.
Puas berfoto di Jembatan Ampera dan memandang perahu-perahu yang berada di sepanjang Sungai Musi, kami jalan-jalan di sekitar BKB. Ada bazar di sana dalam rangka menyemarakkan SEA GAMES XXVI. Tak lupa saya membeli beberapa pernak-pernik untuk oleh-oleh dan kenang-kenangan.

Setelah itu, mereka mengajak kami menikmati kuliner khas Palembang di restoran Pempek Pak Raden. Alhamdulillah, akhirnya bisa merasakan langsung lezatnya pempek di kota asalnya. Kami juga terlibat dalam pembicaraan yang seru. Sesekali mereka bercakap-cakap menggunakan bahasa khas "wong kito galo" yang masih asing terdengar di telinga saya.

Sekitar pukul 17.30, kami diantar ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang karena penerbangan kami ke Jakarta pukul 19.30. Sebelum tiba di bandara, Rian berhenti sejenak untuk membelikan kami bekal makan malam.

Setibanya di bandara, tak lupa saya dan Norma mengucapkan banyak terima kasih pada Saski, Lani, Rian, dan Zio yang sudah berkenan direpotkan padahal baru saling kenal. Lagi-lagi, Supertwin sangat bersyukur karena dikelilingi orang baik.

Perpisahan pun terjadi, mereka melepas kami di pintu keberangkatan yang diapit patung Modo-Modi di kanan kirinya. Saya dan Norma langsung menuju konter check-in. Setelahnya kami berjalan menuju ruang tunggu yang ternyata sangat ramai dan riuh karena banyak yang menyaksikan pertandingan sepak bola dari TV di ruangan tersebut.

Alhamdulillah, petualangan sekitar 9 jam di Palembang yang luar biasa. Malam ini kami kembali ke Jakarta dan setelah sampai Bandara Soekarno Hatta, Supertwin melanjutkan perjalanan ke Bandung menggunakan travel.

Sampai di Bandung, saya baru sadar kalau jam tangan berwarna perak kesayangan tak ada di pergelangan. Saya cari di dalam tas dan koper juga tidak ada. Apa terjatuh? Tapi, di mana ya?

Pagi harinya saya menghubungi Saski untuk menanyakan apakah menemukan jam tangan saya tersebut. Saski berkata kalau dia akan membantu untuk mencarikan. Meski pada akhirnya hari itu Saski mengabarkan kalau belum menemukan jam tangan tersebut walau sudah menghubungi Lani, Rian, dan Zio.

Ternyata hilangnya jam tangan itu menghadirkan kisah yang tak terduga setelahnya. Akhirnya benda kesayangan tersebut masih menjadi rezeki saya setelah menikah. Jam perak itu diantarkan langsung oleh Febri, seorang pria asing dari Palembang yang menikah dengan saya, 4 bulan setelah saya kembali dari kota pempek itu.

Si penemu dan pengantar jam tangan itu. Uhuks :)

Sungguh, banyak kisah tak terduga yang Allah siapkan untuk setiap hamba-Nya. Tentu banyak hikmah tersembunyi di balik setiap kisah tersebut. Yakin, Allah selalu menetapkan skenario yang tepat dan terbaik untuk setiap hamba-Nya.

Salam motivatrip,

Etika Aisya Avicenna

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di blog ini ^___^. Mohon maaf komentarnya dimoderasi ya. Insya Allah komentar yang bukan spam akan dimunculkan. IG/Twitter : @aisyaavicenna